Ikhbar.com: Pemerintah baru Suriah menunjuk Maysaa Sabrine sebagai Gubernur Bank Sentral negara tersebut. Penunjukan ini menjadikan Sabrine sebagai perempuan pertama yang memimpin lembaga itu dalam sejarah lebih dari 70 tahun terakhir.
Sabrine, yang sebelumnya menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Sentral Suriah, dikenal memiliki pengalaman panjang di lembaga itu, terutama dalam pengawasan sektor perbankan di negara tersebut.
“Hingga berita ini ditulis, Sabrine belum memberikan komentar atas penunjukan ini,” rilis laporan tersebut, sebagaimana dikutip dari Arab News, Selasa, 31 Desember 2024.
Baca: Bashar Al-Assad Digulingkan dari Kursi Presiden, Apa yang Terjadi di Suriah?
Sabrine menggantikan Mohammed Issam Hazime, yang sebelumnya diangkat sebagai gubernur pada 2021 oleh Presiden Bashar Assad. Hazime tetap menjabat hingga Assad dilengserkan akibat serangan militer kilat pada 8 Desember lalu.
Sejak pengambilalihan kekuasaan, Bank Sentral Suriah telah menempuh sejumlah langkah untuk meliberalisasi ekonomi yang sebelumnya sangat dikendalikan oleh negara. Langkah-langkah tersebut termasuk menghapus kebutuhan persetujuan awal untuk impor dan ekspor, serta melonggarkan kontrol ketat atas penggunaan mata uang asing.
Baca: Taliban Larang Perempuan Afghanistan Jadi Bidan
Namun, Suriah dan bank sentralnya tetap berada di bawah sanksi ketat Amerika Serikat (AS). Bank tersebut juga melakukan inventarisasi aset negara setelah jatuhnya Assad dan terjadinya gelombang penjarahan singkat, yang menyebabkan mata uang Suriah dicuri. Meski demikian, brankas utama bank tetap aman.
Brankas itu disebut masih menyimpan sekitar 26 ton emas, jumlah yang sama seperti pada awal perang saudara Suriah tahun 2011. Namun, cadangan mata uang asing negara itu telah menyusut drastis, dari sekitar Rp282 triliun (dengan kurs Rp15.700 per dolar AS) sebelum perang menjadi sekitar Rp3,14 triliun saat ini.