Ikhbar.com: Pendiri dan Direktur Eksekutif Liga Bola Basket Wanita Muslim di Toronto, Kanada, Fitriya Mohamed, tampak berkaca-kaca di saat mengenang perjuangannya hingga bisa dinobatkan sebagai salah satu atlet profesional.
“Awalnya, saya sangat menggemari sepak bola dan bola basket. Tetapi itu ternyata membuat ibu saya tidak nyaman. Karena memang dia belum pernah melihat banyak gadis berlatih olahraga di dekat rumah ketika kami masih tinggal di Afrika Timur,” katanya, dikutip dari laman resmi Olimpiade, Jumat, 4 Agustus 2023.
“Itu bukanlah satu-satunya rintangan yang harus saya hadapi kala itu,” sambung dia.
Beruntung, gumannya, menginjak usia 10 tahun, ia dan keluarganya harus pindah dari Ethiopia ke Toronto. Di kota inilah Fitriya mengaku senang karena bisa menemukan komunitas yang mampu mendorongnya untuk aktif.
Namun, setelah menggeluti aktivitas di sekolah, ternyata Fitriya harus tetap berjuang untuk menemukan turnamen dan liga yang mampu menerimanya sebagai seorang gadis Muslim.
Baca: Bolehkah Mengucap dan Menjawab Salam kepada Nonmuslim?
Perempuan dan hijab
Fitriya pun mengaku kerap merasa frustrasi karena kurangnya keragaman dan ruang bagi perempuan berhijab. “Representasi benar-benar sangat penting,” kata dia.
“Saat saya bermain basket, saya tidak memiliki hijab olahraga yang tepat. Sulit untuk menemukan pakaian atletik yang sesuai dengan kebutuhan saya,” kenang dia.

Dia menyebut, hambatan itu, bahkan berlanjut hingga ke level universitas. Meskipun ia mengakui, selama periode itu telah terjadi peningkatan partisipasi perempuan dalam olahraga, tetapi masih sangat sedikit ditemukan wanita berhijab di lapangan basket.
“Wanita Muslim telah ditinggalkan dari begitu banyak percakapan dan dari begitu banyak kesempatan karena kurangnya pemahaman orang-orang tentang apa yang sebenarnya diizinkan Islam untuk dilakukan oleh wanita Muslim,” kata perempuan yang kini berusia 27 tahun itu.
Atas dasar itulah, idenya untuk mendirikan Liga Bola Basket Wanita pun lahir. Tanpa terasa, perjuangan yang ia lakukan pun dinilai menuai sukses besar karena mampu membuat olahraga favoritnya terkesan lebih inklusif dan membuka jalan bagi anak perempuan di Toronto dan sekitarnya untuk keluar menerobos berbagai streotip yang ada sebelumnya.
“Saya berharap ini akan menginspirasi untuk melangkah lebih jauh. Jadi sekarang melihat gadis muda yang berpartisipasi dalam liga setiap musim panas itu sangat luar biasa. Dia sekarang dikelilingi oleh komunitas yang sangat mendukung,” katanya.
Kini, beberapa federasi mulai meninjau kebijakan seragam yang memungkinkan perempuan Muslim bisa ikut berkompetisi dan berlatih olahraga. Produsen pakaian olahraga juga mulai merancang dan membuat jilbab profesional untuk para atlet. Tetapi, masih ada hal lain yang mencegah mereka bisa leluasa untuk berkiprah di dunia olahraga.
Fitriya mencontohkan, seragam merupakan masalah terbesar. Padahal, bukan hanya wanita Muslim yang ingin berpakaian sopan saat berolahraga. Tapi, ketika seorang wanita atau minoritas Muslim meminta hal tersebut, maka itu akan menjadi masalah besar.
“Apalagi kami juga ingin menjalani bakat dan minat kami dengan tetap merasa nyaman. Misalnya, bisa keluar dari ruang pertemuan saat waktu salat tiba. Itu tidak bisa,” keluhnya.
“Jadi, kita ini dobel minoritas. Perempuan dan berhijab,” katanya.
Hingga ke level profesional
Seperti kisah Fitriya, kenangan senada juga dimiliki Nouhaila Benzina. Atlet sepak bola wanita itu mengaku telah melalui perjuangan yang cukup berat hingga kemudian bisa tampil dengan bebas di kancah dunia.
Baca: Rasulullah Gemar Berolahraga
Nama Benzina kini muncul ke permukaan seiring bergulirnya ajang Piala Dunia Wanita 2023 yang digelar di Australia dan Selandia Baru. Dia merupakan role model, bukan hanya di dunia sepakbola wanita, melainkan cabang olahraga lain secara keseluruhan.
Sejumlah fotonya kini tersebar di media massa. Di gambar itu, Benzina tertangkap kamera sedang menggiring bola dalam balutan jilbab berwarna putih yang menandakan sudah tidak ada lagi perdebatan dan kontroversi tentang hijab di lapangan hijau.
Benzina melangkah masuk ke lapangan Stadion Hindmarsh, Australia, dalam laga lawan Korea Selatan di fase grup Piala Dunia Wanita 2023. Sejarah mencatat, ini kali pertama ditemukan seorang pemain wanita berhijab tampil di ajang dunia.
“Jauh sebelumnya, perjuangan untuk bisa bermain sepak bola mengenakan jilbab sudah dilakukan. Mereka adalah para pionir atau perintis jalan untuk menyuarakan kesetaraan yang sama,” ucapnya, dikutip dari CBC News.

Bahkan di Indonesia
Di Indonesia, Ayunda Dwi Anggraini merupakan salah satu muka baru yang dipercaya pelatih Rudy Eka Priyambada di Timnas Putri Indonesia U-19 pada Piala AFF Wanita U-19 2023. Tak menyia-nyiakan kesempatan yang didapat, dia langsung membayar kepercayaan itu dengan menjaringkan dua gol ke gawang Timor Leste pada laga perdana Piala AFF Wanita U-19 2023.
Hasil itu memang menjadi sisi menyenangkan dalam karier Ayunda. Tetapi, faktanya, ada hal yang sempat membuat Ayunda sempat mengalami kesulitan dalam bergaul dengan sesama pemain sepak bola wanita.

Ayunda kekeh mengenakan hijab di lapangan, tak membuat semua orang bisa menerima keberadaannya.
“Kadang dukanya itu, pernah dipengaruhi dan dicemooh oleh teman, dengan berkata, ‘eh, jangan pakai hijab, dong’. Namun, itu sama sekali tak menggoyahkan iman dan niat awal saya berhijab. Karena bagi saya, hijab itu penting, sebagai saya perempuan Muslim. Tapi akhirnya lama kelamaan itu tidak lagi menjadi masalah,” ujar Ayunda dikutip dari situs PSSI.
Ayunda pun telah membuktikan diri bisa bekerja sama dengan baik dengan rekan-rekannya di lapangan tanpa kendala. Bahkan, ia kini tercatat dalam daftar top skor Piala AFF Wanita U-19 2023 bersama sejumlah nama lainnya.