Ikhbar.com: Islam mengamanatkan umatnya agar memiliki prinsip kesalingan dalam menjalani rumah tangga. Semangat kesetaraan dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah itu di antaranya termaktub dalam QS. An-Nisa: 21. Allah Swt berfirman:
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
“Bagaimana kamu akan mengambilnya (kembali), padahal kamu telah menggauli satu sama lain (sebagai suami istri) dan mereka pun (istri-istrimu) telah membuat perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) denganmu?”
Menurut praktisi fikih perempuan, Nyai Uswatun Hasanah Syauqi, lafal mitsaqan ghaliza (perjanjian kuat) menunjukkan makna kesetaraan dalam sebuah pernikahan. Relasi suami-istri mesti memiliki prinsip kesalingan.
“Suami-istri adalah pasangan. Bukan atasan-bawahan, pimpinan-karyawan, pihak yang ditaati dan yang diperintah,” kata Ning Uswah, sapaan karibnya, dalam Hiwar Ikhbar bertema Pernikahan dan Posisi Perempuan dalam Fikih Berkeadilan, Senin, 15 Mei 2023.
Selain itu, Al-Qur’an juga memerintahkan manusia agar memperlakukan pasangannya dengan cara yang baik. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa.Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa: 19)
Menurut Ning Uswah, guna mewujudkan perlakuan yang baik dan semangat kesalingan dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah tersebut, maka suami-istri harus berpegangan pada sejumlah prinsip penting.
“Pertama, harus sama-sama meyakini bahwa pernikahan bukan ajang menjadi juara, nomor satu atau dua. Tetapi, suami-istri harus saling mendorong untuk menjalankan ketakwaan di hadapan Allah Swt,” jelas pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar Mojokerto, Jawa Timur tersebut.
“Kedua, lelaki dan perempuan sama-sama memiliki sisi intelektual dan spiritual, dimensi fisik dan nonfisik. Maka, tidak boleh ada satu pihak dimenangkan dan dikalahkan. Keduanya sama-sama memiliki peluang yang sama dalam bidang keilmuan, pekerjaan, dan lainnya,” sambung dia.
Ketiga, lanjut Ning Uswah, pernikahan bukan hanya dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia, yakni keluarga suami maupun istri, tetapi juga di hadapan Allah Swt.
“Keempat, prinsip dasar relasi suami istri adalah takwa. Inilah standar kemuliaan yang berlaku untuk manusia,” kata Ning Uswah.
“Kelima, suami dan istri sama-sama makhluk rohani. Keduanya sama-sama memiliki tugas untuk mewujudkan rahmat seluas-luasnya di muka bumi,” pungkas dia.