Ikhbar.com: Praktisi fikih perempuan sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar Mojokerto, Jawa Timur, Nyai Uswatun Hasanah Syauqi menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah Swt yang wajib diyakini kebenarannya.
Menurutnya, keyakinan itu juga berlaku pada hadis-hadis Nabi Muhammad Saw sebagai sumber hukum dan tuntunan primer dalam kehidupan umat Islam.
“Sayangnya, banyak yang justru menjadikan ayat dan hadis sebagai alat untuk melemahkan atau mendiskriminasi perempuan dengan perspektif sendiri,” kata Ning Uswah, dalam Hiwar Ikhbar bertema Pernikahan dan Posisi Perempuan dalam Fikih Berkeadilan, Senin, 15 Mei 2023.
Ning Uswah menjelaskan, salah satu ayat yang kerap disalahartikan oleh sebagian orang adalah QS. An-Nisa: 34. Allah Swt berfirman:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
“Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
“Ayat ini sering disimpulkan bahwa laki-laki itu pemimpin perempuan. Padahal, tidak sesederhana itu,” katanya.
Menurut Ning Uswah, amanat kepemimpinan itu diberikan oleh Allah Swt dan akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya.
“Jangan menggunakan kekuatan itu untuk memperdaya atau melemahkan perempuan. Justru harus melindungi,” katanya.
Ning Uswah mengaku tidak memperdebatkan makna qawwamuna sebagai pemimpin. Hanya, kata dia, di dalamnya ada penekanan karena menggunakan sighat mubalaghah (hiperbola). “Ini semakin menunjukkan bahwa makna di dalamnya sangat serius,” ujar dia.
Sementara hadis yang sering digunakan sebagian orang untuk mengukuhkan keunggulan laki-laki di hadapan perempuan adalah ketika Rasulullah Saw bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Sesungguhnya jika aku memerintahkan seseorang sujud kepada selain Allah, niscaya aku perintahkan istri agar sujud kepada suaminya.”(HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Padahal, kata Ning Uswah, hadis itu memiliki asbab al wurud (konteks) yang tidak bisa dilepas begitu saja dari redaksi di dalamnya. Ia menjelaskan bahwa hadis tersebut sebenarnya tengah menceritakan tentang sahabat Mu’adz bin Jabal yang bersujud di Nabi Muhammad Saw ketika menghadap sepulang dari Syam.
Mendapati tindakan sahabaynya itu, Rasulullah bertanya, “Apa ini wahai Mu’adz?” Lalu Mu’adz menjawab, “Aku baru saja kembali dari Syam dan aku melihat mereka sujud kepada para rahib dan pendeta-pendetanya. Maka aku pun ingin melakukannya untukmu.” Di sinilah Rasulullah melarang untuk melakukan hal serupa dan menyebutkan redaksi lengkap dalam hadis tersebut.
“Yang kedua, itu kan ada kalimat ‘jika aku memerintahkan orang bersujud,’ Sedangkan Nabi justru melarangnya, berarti tidak boleh,” katanya.
“Ini bisa dianalogikan, ada anak SMP yang memiliki kecerdasan melampaui gurunya, apakah boleh dibalik bahwa anak SMP itu berhak mengajari gurunya? Ini yang perlu dihati-hati dalam melihat hadis dan memahaminya,” sambung Ning Uswah.
Menurut Ning Uswah, hadis itu bisa tampak menyeramkan ketika diterjemahkan oleh orang yang salah. Mereka menyimpulkan bahwa hadis tersebut menunjukkan kewajiban seorang istri untuk mematuhi suaminya secara membabi buta.
“Ada lagi, hadis tentang istri yang wajib melayani suaminya kapanpun, di manapun. Jika tidak mau, maka akan dilaknat malaikat hingga subuh,” kata Ning Uswah.
Rasulullah Saw bersabda:
إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت فبات غضبان عليها لعنتها الملائكة حتى تصبح
“Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya dan sang istri menolak sehingga semalaman sang suami marah, maka para malaikat melaknat istri tersebut sampai pagi” (H.R. Bukhari dan Muslim).
“Di tangan orang dengan nafsu berlebihan dan beriktikad untuk melemahkan istrinya, maka dia tidak akan peduli bahwa istrinya sedang sakit, capek, atau menstruasi. Kalau tidak mau, berdosa,” kata Ning Uswah.
Padahal, di sisi lain, kata Ning Uswah, laki-laki juga diperintahkan Al-Qur’an untuk menggauli istrinya dengan cara yang baik. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa.Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa: 19)
“Kalau tidak dengan cara yang baik, terhormat, dan bermartabat, malah suaminya yang bisa-bisa terkena laknat,” kata Ning Uswah.