Rival Bashar Al-Assad Ditunjuk Jadi Presiden Baru Suriah

Pemimpin de facto Suriah, Ahmad al-Sharaa, sebelumnya dikenal sebagai Abu Mohammed al-Julani, di istana presiden di Damaskus. Foto: AP/Mosa'ab Elshamy.

Ikhbar.com: Ahmed al-Sharaa diangkat sebagai presiden untuk memimpin masa transisi di Suriah, sementara konstitusi negara itu ditangguhkan. Keputusan ini diumumkan kantor berita resmi Suriah, SANA.

Sebagai bagian dari wewenangnya, al-Sharaa diberikan mandat untuk membentuk dewan legislatif sementara yang akan berfungsi hingga konstitusi baru disahkan.

Juru bicara sektor operasi militer pemerintah de facto baru Suriah, Hassan Abdel Ghani, menyampaikan pengumuman tersebut dalam konferensi pers.

Baca: Suriah Jadikan Hukum Islam sebagai Dasar Reformasi Polisi

Selain itu, ia juga mengumumkan pembubaran kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi di negara itu.

“Semua faksi militer dibubarkan, dan diintegrasikan ke dalam lembaga-lembaga negara,” kata Abdel Ghani, dikutip dari Al Jazeera, pada Jumat, 31 Januari 2025.

Kelompok-kelompok tersebut akan diintegrasikan ke dalam institusi negara, sementara angkatan bersenjata dan badan keamanan rezim sebelumnya, termasuk Partai Baath yang telah berkuasa selama beberapa dekade, secara resmi dinyatakan bubar.

Pengangkatan al-Sharaa terjadi setelah penggulingan Presiden Bashar al-Assad bulan lalu. Sejak saat itu, kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dipimpin al-Sharaa, menjadi kekuatan politik dominan di Suriah.

Pemerintahan sementara pun dibentuk dengan melibatkan pejabat lokal yang sebelumnya mengelola wilayah Idlib di bawah kendali pemberontak.

Dalam pernyataan resminya, al-Sharaa menegaskan komitmennya untuk menjalankan transisi politik yang mencakup penyelenggaraan konferensi nasional, pembentukan pemerintahan yang inklusif, serta pelaksanaan pemilu.

Baca: Gelar Pertemuan, Saudi Desak PBB Cabut Sanksi untuk Suriah

Proses ini diperkirakan dapat berlangsung hingga empat tahun. Ia juga menyerukan pembentukan tentara nasional, serta pasukan keamanan yang bersatu di bawah kepemimpinan baru.

Keputusan ini dinilai memberikan arah yang lebih jelas bagi masa depan Suriah. Para pengamat berharap langkah ini dapat membuka peluang bagi pencabutan sanksi internasional yang selama ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Suriah.

Analis senior di Arab Center Washington DC, Radwan Ziadeh, menyatakan bahwa pengumuman tersebut merupakan “tahap awal transisi kekuasaan ke tangan sipil.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.