Ikhbar.com: Robbie Hamza, sangat paham dengan dunia narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Australia. Pasalnya, dia mengaku pernah terjerat dalam penggunaan barang haram itu sejak usia 13 tahun.
Tetapi ia kini sudah berhasil melewati masa-masa kelam itu. Bahkan, sekarang Hamza mendedikasikan hidupnya untuk membantu warga Muslim di Australia yang menjadi pencandu narkoba.
“Dalam sembilan tahun terakhir, saya berduka dengan banyak keluarga Muslim,” ujar Hamza, dikutip dari ABC News, Kamis, 14 Desember 2023.
“Saya sering menerima telepon dari orang tua, suami atau istri, yang meminta bantuan karena anak-anak atau pasangannya terjerat narkoba,” sambung Hamza.
Baca: Heba Zagout, Perempuan Pelukis Keindahan Palestina Itu telah Gugur
Gunung es
Menurut Hamza, tidak ada angka pasti tentang jumlah warga Muslim di Australia positif kecanduan narkoba.
“Tapi, saya kira, jumlahnya lebih besar dari apa yang diperkirakan,” katanya.
Data hasil survei lembaga National Drug Strategy Household di Australia pada 2019 mengungkapkan, ada sekitar sembilan juta orang atau 43% warga Australia yang berusia 14 tahun ke atas pernah atau masih menggunakan narkotika, obat-obatan, dan bahan-bahan terlarang lainnya.
Survei tersebut juga mencatat bahwa ganja, kokain, dan ekstasi menjadi produk setan yang paling banyak dikonsumsi.
Atas fakta itulah, Hamza bertekad untuk tidak malu menceritakan pengalamannya sebagai pecandu narkoba yang berdampak menanggung banyak kerugian. Kisah-kisahnya itu ia sampaikan di masjid maupun di acara-acara yang digelar warga Muslim, khususnya bagi kalangan anak muda.
Hamza sering kali bercerita tentang bagaimana ia merasa insecure atau tidak nyaman dengan dirinya sendiri saat remaja. Saat itu, ia mengaku tidak ada orang yang bisa ia jadikan panutan sehingga mengambil keputusan yang tanpa dipikirkan panjang dan keputusan yang buruk dengan mencintai amfetamin saat berusia 18 tahun.
“Dari satu hal, kemudian menggunakan yang lainnya,” ujarnya.
Pengakuan yang tabu
Setelah masuk Islam pada 2012 silam, Hamza mengaku langsung meninggalkan penggunaan obat-obatan terlarang dan kejahatan terkait lainnya. Sebaliknya, ia sekarang bekerja sebagai pendamping di penjara Kota Brisbane dan mencoba menyadarkan soal bahaya narkoba bagi warga binaan di dalamnya.
Di media sosial, Hamza juga melakukan misi yang salam. Ia bangun sebuah podcast bertajuk “The Talk with Robbie Hamza” bersama dengan para ustaz. Meskipun begitu, Hamza menilai masih banyak orang yang menganggap pengakuan-pengakuan semacam itu sangat tabu bagi seorang Muslim.
“Ini bukanlah percakapan yang mau dibicarakan teman-teman mereka atau para ustaz,” ujarnya.
Dalam Islam, penggunaan narkoba, seperti alkohol adalah haram, atau tidak diperbolehkan karena dianggap membawa lebih banyak keburukan ketimbang manfaatnya.
“Ada juga yang menganggap bahwa seorang Muslim memiliki hubungan spiritual yang kuat dan beribadah setiap hari, jadi tidak mungkin menggunakan narkoba,” katanya.
“Tapi karena ada anggapan ini, banyak keluarga yang anggotanya terdeteksi sebagai pencandu merasa malu jika ada orang lain yang tahu,” sambung Hamza.
Seorang psikolog klinis di Melbourne, Dr. Lucy Verwey mengatakan, warga Muslim kerap merasa malu jika ada anggota komunitasnya yang terbuktu menggunakan narkoba.
“Justru jadi bermasalah jika ini tidak dibicarakan secara terbuka. Karena mereka yang menangani masalah narkoba ini malah jadi kesulitan,” ujarnya.
“Ini juga malah membiarkan kesalahpahaman dan penyebaran yang salah soal narkoba, ketika tidak dibahas secara terbuka dengan mereka yang punya pengetahuan dan pengalaman,” lanjut Dr. Verwey.
Bukan hanya rasa malu dan stigma, kebanyakan orang juga kurang berempati terhadap pecandu narkoba.
“Ada banyak kesalahpahaman, kecuali kalau mengalaminya sendiri. Sangat mudah untuk orang lain menghakimi,” ujar Dr. Verwey, yang diamini Hamza.
Hamza pun kembali berpesan kepada umat Islam adalah jangan hanya diam, tapi juga memberitahu yang kecanduan tentang kepada siapa mereka bisa meminta bantuan.
“Yang ada di pikiran mereka, tempat rehabilitasi adalah tempat yang buruk di mana ada para pecandu,” ujarnya.
Baca: #JulidFiSabilillah, Bolehkah ‘Nyinyir’ Disetarakan dengan Jihad?
Pendekatan islami
Mohamad Fenj, salah satu pemimpin komunitas Muslim di Sydney yang juga menyadari persoalan tersebut kemudian mendirikan “The Rehabilitation Project” dengan pendekatan berbasis komunitas untuk pencandu narkoba dan alkohol.
Layanan yang ditawarkan menggunakan pendekatan “pantang menghakimi,” apa pun kasusnya.
“Ketika seseorang merasa diterima, mereka akan menerima Anda kembali, termasuk menerima tawaran bantuan yang disediakan,” ujarnya.
Sejak Juli tahun lalu, lebih dari 110 orang datang kepadanya untuk meminta bantuan.
Fenj mengatakan, layanan untuk membantu menghapus kecanduan di Australia lainnya sudah melakukan secara maksimal, hanya masih kurang memahami pendekatan Islami.
“Bagi Muslim, kepercayaan terhadap tauhid adalah inti dari identitas mereka. Jadi ketika seseorang kecanduan narkoba atau alkohol, itu menghilangkan identitas mereka pada saat itu juga,” ujarnya.
Menurut Fenj, karena proses pemulihan berusaha untuk mengembalikan kondisi mereka sebelum kecanduan, maka Muslim yang ingin pulih juga merasa perlu untuk kembali menemukan identitasnya.
Program pemulihannya juga terfokus pada pengembalian rasa percaya diri dan pengakuan jika mereka tetap berharga bagi masyarakat sekitar.
“Jadi sangat penting untuk tidak menghakimi, tapi memberdayakan mereka dengan rasa diterima, cinta, dan hormat,” jelasnya.
Hamza kembali membenarkan pendapat itu. Menurutnya, lingkungan baru akan mengubah segalanya. Hamza menyebut sembilan dari 10 anak muda yang ia tangani pernah punya masalah hubungan dengan orang tua di rumahnya.
“Rasa tidak nyaman tidak akan hilang dengan melakukan hal-hal buruk dan berpura-pura untuk menjadi orang lain,” katanya.
Pentingnya lingkungan baru
Seorang perempuan mantan pecandu, Sarah (bukan nama sebenarnya), mengaku punya kehidupan baru setelah direhabilitasi.
Sarah pernah dipenjara selama empat tahun karena kejahatan terkait narkoba. Dia mengaku telah mengalihkan kemampuannya dari menjual obat-obatan ke kegiatan yang lebih positif dan mengajak orang lain berbuat kebaikan.
“Ketimbang mengajak orang-orang menggunakan narkoba, mengapa tidak mengajak mereka melakukan kegiatan yang positif dan tetap menyenangkan?” kata Sarah.
Perempuan pecinta alam ini mengadakan berbagai acara dan kegiatan dan mengajak orang-orang untuk lebih terlibat dalam komunitas dengan aktivitas seperti mendaki gunung, jalan-jalan ke hutan, atau mendukung kegiatan untuk membantu para perempuan yang memiliki masalah.
“Kita akan selalu bisa meninggalkan masa lalu dengan mencari teman-teman baru, jadi harus mengganti lingkungan sekitar kita,” kata Sarah, yang juga baru mendirikan kelompok pendaki Muslim di Melbourne.
“Lingkungan yang baru mengubah segalanya dan memberikan harapan,” ujarnya.