Ikhbar.com: Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian secara tegas memosisikan diri untuk tidak berada di ranah politik praktis. Gusdurian hanya akan aktif melakukan kerja-kerja penguatan dalam politik kebangsaan sebagaimana yang telah banyak dilakukan Sang Guru Bangsa, KH Abdurrahman ‘Gus Dur’ Wahid.
Demikian disampaikan Koordinator Seknas Jaringan Gusdurian, Jay Akhmad, dalam Hiwar Ikhbar #17 bertema “Desember Bulan Gus Dur” bersama Ikhbar.com, Sabtu, 9 Desember 2023.
Baca: Merawat Pandangan Demokrasi Gus Dur
Menjaga kredibilitas gerakan
Menurut Jay, penegasan itu penting dideklarasikan berulang demi menjaga kredibilitas gerakan Jaringan Gusdurian yang dari awal memang tidak terlibat dalam politik praktis.
“Bukan berarti kami alergi politik, ini hanya soal pilihan gerakan. Kerja jaringan Gusdurian memang tidak di ruang politik praktis, tetapi di ruang politik kebangsaan. Maka, ketika ada yang melakukan pencatutan atau pengatasnamaan, kami akan sangat tegas, bahkan bisa membawa persoalan ini ke jalur hukum,” ungkap Jay.
Jay menceritakan, hal ini pernah dilakukannya ketika ada sekelompok orang yang mengatasnamakan mereka lalu menyatakan diri sebagai pendukung salah satu calon presiden (Capres) yang berkontestasi pada Pemilu 2024.
“Beberapa minggu lalu ada juga kelompok yang membawa nama Gus Dur, termasuk juga nama Gusdurian, mengenakan kaus berlogo Jaringan Gusdurian, kemudian mendeklarasikan diri mendukung calon tertentu. Kami serius soal itu,” katanya.
Baca: Gaung Gus Dur Menembus Ruang dan Waktu
Habis manis, Gus Dur ditinggal
Meski begitu, Direktur Pelaksana Yayasan Bani Abdurrahman Wahid (YBAW) itu juga tidak menampik bahwa banyaknya politisi yang membawa-bawa nama Gus Dur justru menunjukkan betapa besarnya jasa dan peran beliau di masa hidup sehingga dinilai mampu memberikan pengaruh hingga di lintas zaman.
“Bagi Gusdurian, itu menandakan ketidakpercayaan diri para politikus di Indonesia. Tapi, tidak dipungkiri pula bahwa itu menunjukkan bahwa Gus Dur sebagai guru bangsa masih menjadi inspirasi banyak orang,” katanya.
Namun, lanjut Jay, akan lebih elok jika nama besar Gus Dur tidak hanya dibawa-bawa untuk kepentingan politik lima tahunan. “Akan lebih arif jika Gus Dur terus diteladani mulai dari sikap, nilai, dan jalan pemikirannya dalam laku kehidupan sehari-sehari,” ujarnya.
“Namun, ini berbeda. Ketika musim politik, pakai Gus Dur. Tapi di saat pemilu sudah lewat, nama Gus Dur ditinggal dan tidak lagi diingat,” katanya.
Oleh karena itu, kata Jay, Gusdurian juga selalu melakukan kampanye di media sosial bahwa pemilu bukanlah sesuatu yang harus dipahami sebagai peristiwa lima tahunan belaka.
“Pemilu itu tidak hanya soal memilih calon wakil rakyat atau calon pemimpin lima tahun sekali. Tetapi pemilu adalah upaya untuk terus membangun kedewasaaan berdemokrasi dan berpolitik,” katanya.
Jay juga menegaskan bahwa di tahun ini, Jaringan Gusdurian menggelorakan tagline pemilu jujur, adil, damai, dan bermartabat. Gusdurian sedang mengupayakan gerakan bersama untuk terus menguatkan demokrasi di tengah kontestasi politik yang tengah bergulir.
“Beberapa hari lalu kita berkumpul bersama teman-teman dari seluruh Indonesia. Kami bersepakat untuk melakukan penguatan demokrasi dalam menyikapi Pemilu 2024. Termasuk juga nanti dalam rangkaian agenda Haul Gus Dur sebagai bagian dari edukasi demokrasi masyarakat,” kata Jay.