Ikhbar.com: Islam di Australia memiliki sejarah yang panjang, unik, dan beragam, yang dimulai jauh sebelum imigrasi besar-besaran Muslim pada abad ke-20. Melalui kontak lintas budaya yang bermula sejak abad 17–18, Islam masuk ke Australia melalui dua jalur utama, yakni para pedagang dari Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia dan penunggang unta Afghan yang tiba pada abad ke-19.
Kedua gelombang migrasi tersebut memainkan peran penting dalam sejarah sosial, ekonomi, maupun agama Australia.
Baca: Menyapa Islam di Argentina
Nelayan Makassar dan kontak Islam pertama
Jejak Islam pertama di Australia bisa ditelusuri hingga abad ke-18 ketika para nelayan dari Sulawesi Selatan atau dikenal sebagai “trepangers,” melakukan perjalanan tahunan ke pantai utara Australia untuk menangkap sea cucumber (teripang) yang kemudian dijual ke pasar Asia, terutama di Tiongkok. Mereka berlabuh di Arnhem Land, wilayah terpencil di Northern Territory, dan terlibat dalam perdagangan dengan masyarakat adat Australia.
Dalam The Voyage to Marege: Macassan Trepangers in Northern Australia (1876), sejarawan C.C. Macknight mendokumentasikan hubungan ekonomi dan budaya antara nelayan Makassar dan suku-suku Aborigin. Macknight mencatat bahwa para nelayan ini tidak hanya berdagang, tetapi juga membawa aspek-aspek budaya dan agama Islam, termasuk pengenalan bahasa Arab dan ajaran Islam. Hal ini terlihat dari sejumlah kata dalam bahasa Yolngu yang berasal dari bahasa Arab dan Makassar. Misalnya, keberadaan kata “balanda,” sebuah istilah yang dipakai untuk menyebut setiap orang asing.
Lebih lanjut, Ian McIntosh dalam Islam and Australia’s Indigenous People (2000) menegaskan bahwa interaksi antara para nelayan Muslim Makassar dengan masyarakat adat Arnhem Land melibatkan transfer kebiasaan spiritual dan ritus keagamaan. McIntosh menunjukkan bahwa masyarakat Yolngu mengadopsi beberapa praktik pembersihan diri dan konsep ketuhanan yang dapat dilihat sebagai hasil pengaruh Islam.
Jejak perdagangan dan interaksi ini kemudian bertahan selama lebih dari satu abad, hingga kedatangan kolonial Eropa pada awal abad ke-20 yang membatasi perdagangan dan akhirnya menghentikannya sama sekali. Namun, pengaruh budaya Islam masih dapat dilihat hingga hari ini, terutama di komunitas Aborigin di Northern Territory.
Baca: Sejarah dan Tumbuh Kembang Islam di Prancis
Para penunggang unta membangun pedalaman
Gelombang besar kedua kedatangan Muslim ke Australia terjadi pada abad ke-19, ketika para penunggang unta dari Afghanistan, India Utara, dan Pakistan direkrut oleh pemerintah kolonial Australia untuk membantu eksplorasi pedalaman. Kuda dan keledai tidak dapat bertahan dalam kondisi keras di gurun Australia, tetapi unta terbukti sangat efektif dalam membawa perbekalan dan membangun infrastruktur di wilayah pedalaman yang tandus.
Menurut Christine Stevens dalam Tin Mosques and Ghantowns: A History of Afghan Camel Drivers in Australia (1989), penunggang unta Afghan memegang peran kunci dalam proyek-proyek besar kolonial, seperti pembangunan jalur telegraf Overland dan jalur kereta api di wilayah pedalaman. Jalur telegraf ini menghubungkan Adelaide ke Darwin.
Penunggang unta tersebut juga membawa agama Islam, yang memengaruhi komunitas lokal di daerah-daerah terpencil. Masjid-masjid kecil pun mulai bermunculan di pusat-pusat wilayah pedalaman seperti Marree, Broken Hill, dan Alice Springs.
Baca: Sebab Akrab Unta dan Arab
Masjid Marree, yang dibangun pada 1861, dianggap sebagai masjid tertua di Australia dan menjadi simbol kehadiran Muslim di pedalaman Australia. Selain itu, masjid di Adelaide yang didirikan pada 1888 masih berdiri kokoh dan terus berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan hingga kini.
Peran mereka dalam mengembangkan pedalaman Australia sangat signifikan. Penunggang unta Afghan membantu menyatukan berbagai bagian benua yang sebelumnya terisolasi. Jalur kereta api yang menghubungkan Adelaide dengan Alice Springs bahkan dikenal sebagai The Ghan, sebuah penghargaan kepada jasa para penunggang unta Afghan.
Baca: Islam di Burundi, Negara Termiskin yang Populer di TikTok
Imigrasi Muslim abad 20
Pada abad ke-20, gelombang imigrasi Muslim ke Australia semakin meningkat, terutama dari Timur Tengah, Turki, dan Asia Selatan. Imigrasi ini semakin memperkaya keberagaman budaya Muslim di Australia. Kebijakan imigrasi Australia yang lebih terbuka setelah Perang Dunia II mempercepat proses ini, dengan komunitas Muslim Turki menjadi salah satu kelompok imigran terbesar pada saat itu.
Abdullah Saeed dalam Islam in Australia (2003) menyebutkan bahwa pada pertengahan abad ke-20, komunitas Muslim di Australia mulai berkembang dengan pesat, terutama di kota-kota besar seperti Sydney dan Melbourne. Pada periode ini, masjid-masjid modern mulai dibangun, termasuk Masjid Lakemba di Sydney yang menjadi pusat kegiatan komunitas Muslim Lebanon, yang tiba dalam jumlah besar pada 1970-an akibat perang saudara di negara asal mereka.
Menurut data Sensus Australia 2016, populasi Muslim di Australia mencapai lebih dari 600.000 orang, menjadikan Islam agama terbesar keempat di negara tersebut. Sebagian besar Muslim Australia adalah warga negara kelahiran Australia, menunjukkan bahwa Islam telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Australia modern. Kontribusi komunitas Muslim Australia terlihat dalam berbagai bidang, mulai dari seni dan budaya hingga politik, dengan tokoh-tokoh seperti Ed Husic, yang menjadi Muslim pertama yang terpilih sebagai anggota parlemen federal pada 2010.
Baca: Ramadan di Bangladesh, ‘Musim Semi’ Kekayaan Kuliner dan Tradisi
Tantangan dan harapan
Meski Islam telah hadir di Australia selama lebih dari dua abad, komunitas Muslim sering kali menghadapi tantangan dalam hal stereotipe dan diskriminasi, terutama sejak peristiwa 9/11. Namun, banyak upaya telah dilakukan untuk memperkuat hubungan antaragama dan meningkatkan pemahaman masyarakat Australia tentang Islam. Program interfaith dialogue dan kegiatan komunitas seperti “Open Mosque Day” telah berhasil mengurangi kesalahpahaman dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi Muslim di Australia.
Pada saat yang sama, komunitas Muslim di Australia terus berkembang dalam kontribusi mereka kepada negara, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, maupun politik. Masjid-masjid dan organisasi Muslim menjadi pusat tidak hanya untuk ibadah, tetapi juga untuk kegiatan sosial dan pendidikan, memberikan kontribusi positif kepada masyarakat luas.