Ikhbar.com: Maraknya kasus bullying atau perundungan di lingkungan pendidikan kian menimbulkan rasa waswas di benak masyarakat. Tak terkecuali, fenomena itu pun ditemukan di sejumlah lembaga pendidikan yang mengatasnamakan diri sebagai pondok pesantren.
Menyitat data hotline layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), kasus kekerasan di lingkungan pendidikan baik di sekolah maupun pesantren selama 2023 mencapai 49 kasus dan menyasar 63 korban. Sedangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, sekitar 3.800 kasus perundungan telah terjadi di Indonesia di sepanjang 2023. Dari jumlah tersebut, sebesar 40% terjadi di lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren.
Anggota Majelis Masyayikh Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA), KH Sobih Adnan menjelaskan, salah satu faktor terjadinya kasus bullying di sejumlah pesantren adalah adanya pemahaman yang salah tentang tradisi.
“Banyak yang keliru dengan menganggap bahwa bullying adalah bagian tradisi pesantren. Bahkan, menganggapnya sebagai jalan untuk memperkuat keakraban antarsantri,” katanya, saat berkesempatan menyampaikan materi tentang “Kurikulum Pesantren Ramah Anak,” dalam Masa Orientasi Santri Baru Pondok Pesantren Al-Muntadhor Babakan Cirebon, di pendopo Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Al-Biruni Ciwaringin, Cirebon, Sabtu, 3 Agustus 2024.
Baca: JPPRA Bekali Santri Al-Muntadhor Cirebon dengan Materi Anti-Bullying
Kiblat pesantren
Padahal, lanjutnya, kiblat pesantren tiada lain adalah ajaran Islam. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sebisa mungkin harus mampu menerjemahkan perilaku dan akhlak yang telah diteladankan oleh Nabi Muhammad Saw.
Rasulullah Saw bersabda:
الْمُؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ، وَلَا خَيْرَ فِيمَنْ لَا يَأْلَفُ، وَلَا يُؤْلَفُ، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Orang Mukmin adalah orang yang ramah, dan diperlakukan dengan ramah, tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak bebuat ramah, dan tidak pula pada seseorang yang tidak diperlakukan dengan ramah, dan sebaik- baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.” (HR. Thabrani).
Mudir Aam Ikhbar Foundation itu juga menjelaskan, penerapan dari pesan-pesan Nabi Saw tersebut di antaranya melalui tradisi penghormatan terhadap guru dibarengi dengan meneladani perilaku luhur yang diajarkannya, mengasihi dan menyayangi sesama santri, serta gemar tolong-menolong.
“Jadi, bullying itu sama sekali bukan cara untuk memperkuat keakraban. Jika ada yang bilang seperti itu, jelas itu bohong besar,” katanya.
Baca: ‘Sakuku Banyak,’ Tips Jitu Memilih Pesantren Aman untuk Anak
Saling berbuat baik
Keakraban, lanjutnya, hanya mungkin dibangun melalui sikap kekeluargaan yang hangat. Aksi riil dari prinsip tersebut adalah saling berbuat kebaikan.
Allah Swt berfirman:
إنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra: 7).
“Alhasil, pesantren itu rumah keakraban. Tidak boleh ada toleransi sedikit pun terhadap aksi perundungan,” katanya.