Assalamualaikum. Wr. Wb
Ning Uswah dan redaksi Ikhbar.com yang baik, saya Mimin Maimunah, dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Izin bertanya, tahun ajaran baru sekolah telah dimulai. Saya dan keluarga bersepakat untuk mengarahkan buah hati untuk melanjutkan studi ke pondok pesantren. Namun, akibat dari tidak sedikit ditemukannya kejadian, baik berupa kasus kekerasan fisik, bullying (perundungan), bahkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh sejumlah oknum di pesantren, akhirnya rasa khawatir belakangan muncul, bahkan semakin menjadi.
Ning Uswah, adakah tips-tips yg perlu diperhatikan dalam memilih pesantren yang dinilai baik dan aman untuk anak-anak? Seperti apa caranya agar kita mampu membangun kembali kepercayaan terhadap pesantren, terutama agar setelah kita menitipkan anak-anak tidak lagi ada rasa waswas?
Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Baca: Pesantren Ramah Anak Jadi Solusi di Tengah Ancaman Kekerasan yang Meningkat
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb.
Ibu Mimin Maimunah, dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terima kasih atas pertanyaannya.
Penemuan kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lembaga formal dan nonformal memang benar-benar telah melukai dunia pendidikan. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi wadah nyaman dalam transfer ilmu, belajar dan mengajar, justru menjadi sarang kekerasan fisik, verbal, dan seksual. Terlebih dalam institusi pendidikan yang mengeklaim berbasis keagamaan.
Bukannya sembuh, luka kemanusiaan itu justru semakin perih dengan ditemukannya kasus serupa di berbagai ruang.
Merekam kembali kejadian beberapa waktu lalu di tahun ini, misalnya, seorang siswi kelas 2 SMP di Kabupaten Mojokerto diperkosa ayah tiri dan kakak iparnya hingga hamil tiga bulan. Anehnya, sang ibu kandung korban malah membantu memuluskan proses kabur kedua pelaku.
Dengan motif kekejian yang sama dan terjadi di tahun ini juga, di daerah Madura, Lombok, hingga Sulawesi, ada saja kasus seorang paman memperkosa keponakan kandung.
Di Pati, Jawa Timur, pada Juli ini, seorang anak perempuan dipaksa minum pil kontrasepsi dan disodorkan video porno lalu diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri. Padahal di bulan April sudah ada kejadian ayah memperkosa dua anak perempuannya secara bersamaan di Kalimantan Tengah.
Di Kota Tangerang, seorang ibu melakukan aksi pelecehan seksual terhadap anak laki-lakinya yang berusia lima tahun hingga korban kesakitan ketika buang air kecil dengan modus sextortion atau sexual extortion, yakni kejahatan siber yang menggunakan informasi seksual dari korban untuk melakukan aksi pemerasan dengan tujuan kepuasan maupun materi. Si ibu mengaku tergiur uang 15 juta yang dijanjikan warganet ketika melakukan kejahatan tersebut.
‘Iyadzu billah min syarri dzalik.. (Saya (berdoa) berlindung kepada Allah Swt dari keburukan dan kekejian tersebut).
Sejumlah kisah pilu itu menjadi bukti bahwa kekerasan fisik dan verbal, perundungan, kekerasan seksual, tidak hanya terjadi di “ruang maksiat,” di tempat yang ramai atau sepi, di rumah atau di sekolah dan pesantren, lingkungan baru atau lingkungan keluarga.
Baca: Piagam Ketitang, Komitmen Pesantren Cegah Kekerasan Anak
Jadi, intinya, bukan keluarga atau pesantren yang tidak aman, tetapi semua tempat berpotensi untuk menjadi sarang kejahatan, semua subjek berpotensi melakukan kejahatan seksual tanpa mengenal status sosial. Maka, kita perlu hati-hati dan waspada, berikhtiar semaksimal mungkin menjaga diri dan keluarga kita dari marabahaya. Berdoalah dengan sungguh-sungguh agar dijauhkan oleh Allah dari nafsu binatang.
Allah Swt berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)
Sebagai orang tua, pasti kita menginginkan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Terlebih pendidikan agama. Memiliki anak yang sukses dunia dan akhirat adalah dambaan orang tua mana pun.
Untuk dapat mencetak generasi berilmu agama dan berakhlakul karimah memang kiranya tidak cukup jika hanya dipasrahkan kepada sekolah formal. Alternatif terbaik adalah menitipkan anak ke pesantren, karena di sana para santri akan dikenalkan dengan ajaran Islam dan nilai-nilai moral secara menyeluruh. Melalui kedisiplinan dan pengawasan yang diterapkan di pesantren, anak bisa belajar dengan fokus dan kondusif.
Dalam pesantren diajarkan pula beberapa khazanah keilmuan Islam, menggali ilmu dalam Al-Qur’an dan Hadis melalui produk hukum pemikiran para ulama, seperti fikih, tauhid, tafsir, sejarah, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Fokus keilmuan ini tidak diajarkan selain diawali di pesantren.
Pesantren juga aktif mengontrol ubudiyah santri mulai dari salat jemaah, menghafalkan Al-Qur’an, dan juga adab termasuk nilai-nilai kejujuran, kemandirian, empati, hingga sosial. Interaksi antarsantri yang diajarkan melalui komunikasi yang baik di pesantren membentuk kecerdasan emosional sebab dalam pesantren tentu terdapat santri dengan latar belakang heterogen.
Orang tua yang telah yakin memasukkan anak ke pesantren harus teliti dalam memilih pesantren. Di antara metode atau pakem yang bisa dipakai adalah “Sakuku Banyak” atau akronim dari sanad, kultur, kurikulum, biaya, kenyamanan dan keamanan.
Baca: Benarkah Bullying Justru Pererat Keakraban?
Sanad
Sanad merupakan hal yang wajib kita telusuri ketika menentukan pesantren mana yang akan dituju. Sanad adalah jalur keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah Muhammad Saw.
Sangat penting bagi setiap Muslim untuk mempertahankan otentisitas dan orisinilitas ilmu, khususnya tentang agama Islam yang terus dipegang kuat dalam tradisi pesantren.
Kenali terlebih dahulu tentang pendiri atau pengasuhnya serta dari mana kiblat keilmuannya. Sebab, ilmu menjadi bagian dari agama yang bersumber dari wahyu, sehingga sumber ilmu harus betul-betul jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Jika kita minim ilmu tentang sanad di pesantren, maka jangan sungkan untuk menanyakannya kepada orang yang dinilai lebih paham.
Kultur
Perkembangan pesantren semakin lama kian pesat dengan berbagai karakteristik, aliran, corak, dan tradisi di dalamnya.
Ada berbagai macam karakteristik pondok pesantren di Indonesia, mulai dari moderat tradisional, moderat konservatif, hingga radikal. Orang tua hendaknya hati-hati dan meneliti karena dikhawatirkan akan salah memilih pesantren yang terindikasi ekstrem dan radikal.
Dari segi afiliasinya, secara keumumannya, pesantren terbagi menjadi dua macam. Yakni pesantren yang berafiliasi Nahdlatul Ulama (NU) baik yang salaf (tradisional) maupun khalaf (modern), dan Muhammadiyah. Hendaknya orang tua memilih pesantren yang sesuai dengan kultur keluarganya.
Kurikulum
Sebagaimana pendidikan formal, pesantren juga memiliki satuan dan prinsip kurikulum yang diaplikasikan di dalamnya. Setiap pesantren memiliki kurikulum peminatan tersendiri.
Ada pesantren yang fokus menghafal Al-Qur’an, pendalaman kitab atau khazanah klasik, atau pesantren yang mengkombinasikan keduanya. Tanyakan secara detail tentang bagaimana sistem pembelajaran dan kurikulum di pesantren agar orang tua juga bisa menyesuaikan bidang peminatan putra-putrinya masing-masing.
Baca: JPPRA Jaga Muruah Pesantren
Biaya
Biaya menjadi hal yang tak kalah penting ketika memilih pesantren. Pesantren dengan fasilitas seadanya cenderung memberikan biaya yang murah. Sedangkan pesantren dengan fasilitas yang memadai atau bahkan mewah juga biasanya berimbas pada besaran biaya yang harus dikeluarkan orang tua.
Namun, ada juga pesantren dengan fasilitas berkualitas dan biaya terjangkau. Banyak juga pesantren yang layak dengan bebas biaya karena ditanggung oleh pengasuhnya.
Sesuaikanlah dengan kemampuan orang tua ketika memilih pesantren, termasuk juga jarak yang harus ditempuh ketika memondokkan anak karena dikhawatirkan memakan biaya besar saat menjenguk atau melakukan kunjungan.
Kenyamanan dan keamanan
Terakhir, pastikan ajak anak mengunjungi dan memilih pesantren tempat dia akan tinggal untuk mencari ilmu, tanyalah pesantren seperti apa yang diinginkan, fokus pada keilmuan apa dan fasilitas sesuai standar pesantren yang seperti apa. Sebab, anak sejatinya membutuhkan rasa nyaman dan aman di pesantren.
Periksa juga bagaimana sistem keamanan pesantren, baik keamanan dari penjagaan harta benda atau pun nyawa. Karena umumnya setiap pesantren memiliki tata tertib terkait keuangan santri dan keamanan santri. Tidak perlu ragu untuk bertanya banyak kepada panitia penerimaan santri baru atau pada pengurus pondok.
Setelah memastikan “Sakuku Banyak” di pesantren. Maka, orang tua dan anak bisa saling mondok. Anaknya mondok di pesantren, sedangkan orang tua juga “mondok” di rumah dengan cara fokus mencari maisyah (penghasilan) yang halal untuk memenuhi kebutuhan buah hati selama berjihad mencari ilmu. Jangan lupa juga, bacakan QS. Al-Fatihah dan doakan terus-menerus demi kebaikan mereka selama di pesantren.
Tidak kalah penting, pantau keadaan anak melalui pengurus pondok pada jam-jam yang diperbolehkan menghubungi mereka. Jangan pernah meremehkan keluhan anak selama di pesantren. Berilah motivasi serta dukungan untuk menguatkan mentalnya agar berhasil melalui ujian mencari ilmu. Wallahu a’lam bis shawab.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Penjawab: Nyai Uswatun Hasanah Syauqi, Praktisi Fikih Nisa, Sekretaris Majelis Masyayikh Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA), serta Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar Mojokerto, Jawa Timur.
Bagi pembaca Ikhbar.com yang memiliki pertanyaan seputar fikih ibadah maupun muamalah, hukum waris Islam, keuangan dan ekonomi syariah, tata kelola zakat, dan sejenisnya, bisa dilayangkan melalui email redaksi@ikhbar.com dengan judul “Konsultasi.”
Setiap as’ilah atau pertanyaan yang masuk, akan dibedah melalui tim maupun tokoh-tokoh yang cakap di bidangnya dengan sumber-sumber rujukan valid dalam literatur keislaman.