Tertib Pasang Alat Peraga Kampanye Adalah Perintah Al-Qur’an

Kendaraan melintas di bawah Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang tertutup oleh alat peraga kampanye Pemilu 2024 di Jakarta, Rabu, 27 Desember 2023. ANTARA/Rivan Awal Lingga

Ikhbar.com: Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan sejumlah aturan terkait penggunaan alat peraga kampanye (APK). Tata tertib yang tertuang dalam Pasal 70 dan 71 Nomor 15 Tahun 2023 itu melarang bahan kampanye menempel di beberapa titik vital.

Dalam Pasal 70 disebutkan, bahan kampanye dilarang ditempelkan atau beredar di tempat ibadah, rumah sakit atau tempat layanan kesehatan, dan tempat pendidikan, baik gedung atau halaman sekolah/perguruan tinggi.

Bahan kampanye juga dilarang dipasang di gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, dan/atau taman serta pepohonan.

Sementara pada Pasal 71 dijelaskan, APK dilarang dipasang di tempat ibadah, rumah sakit atau tempat layanan kesehatan, gedung dan fasilitas milik pemerintah, serta fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum.

Namun, pada kenyataanya, aturan tersebut kerap kali dilanggar, terutama dengan cara dipaku di pepohonan di pinggir jalan. Di sana, baliho para kontestan Pemilu 2024, baik calon anggota legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden masih mudah dijumpai.

Baca: Memaku Baliho Kampanye di Pohon bukan Akhlak Calon Pemimpin, tapi Teroris

Taat kepada pembuat aturan

Umat Muslim dituntut untuk patuh terhadap pemerintahan yang sah. Hal itu mencakup sejumlah aturan yang ditetapkan. Dalam QS. An-Nisa: 59, Allah Swt berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).”

Dalam Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) dijelaskan, ayat tersebut memerintahkan agar kaum Muslimin taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka agar tercipta kemaslahatan umum.

Salah satu upaya untuk kesempurnaan pelaksanaan amanat dan hukum agar bisa berjalan dengan baik dan adil, yakni umat Muslim dituntut patuh kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ulil amri.

Ulil amri adalah orang-orang yang memegang kekuasaan. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka seorang Muslim berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis,” tulis Tafsir Kemenag.

Sementara dalam Fath al-Qadir, Imam Asy-Syaukani menjelaskan, melalui ayat tersebut Allah Swt memerintahkan para hakim dan para gubernur (pemimpin suatu wilayah) agar memerintah dengan adil.

“Di sisi lain, Allah Swt juga memerintahkan rakyat yang ada di dalamnya untuk mematuhi seorang pemimpin,” jelas Imam Asy-Syaukani.

Ia mengatakan, ulil amri dalam ayat tersebut adalah imam atau pemimpin, raja, dan hakim, serta setiap orang yang memimpin suatu wilayah yang sesuai dengan syariat, bukan dengan thagut.

“Maksud ketaatan dalam ayat itu ialah ketaaan terhadap apa yang mereka perintahkan dan larang, selama itu bukan untuk kemaksiatan. Sebab, tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam hal kemaksiatan kepada Allah,” tandasnya.

Baca: Nazar Pemilu? Ini Hukum dan Ulasannya menurut Fikih

Merusak lingkungan

Meski tampak sepele, sejatinya memasang baliho di pohon dengan menggunakan paku termasuk dalam perbuatan merusak lingkungan. Pasalnya, perilaku tersebut bisa menjadikan tanaman tanaman mati secara perlahan.

Dalam beberapa ayat, Al-Qur’an kerap meninggung soal larangan merusak lingkungan. Salah satunya pada QS. Al-A’raf: 56. Allah Swt berfirman:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.”

Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Jami’ li Ahkam al-Qur’an menegaskan, ayat tersebut merupakan larangan seseorang untuk merusak lingkungan yang membahayakan kehidupan, seperti menebang pohon secara sembarangan atau menimbun sumber air.

Kata “ifsad” pada ayat tersebut memang beberapa ulama berbeda pandangan. Namun menurut Syekh Abu Hayan dalam Tafsir Bahr al-Muhith menjelaskan, kosa kata itu sebenarnya merupakan tamtsil (contoh) dari keumuman kerusakan yang tercakup dalam kata “ifsad.”

“Pada dasarnya substansi larangan tersebut ialah agar tidak terjadi kerusakan di bumi. Oleh karena itu, larangan tersebut diarahkan pada sesuatu yang bisa menyebabkan kerusakan di bumi,” jelas Syekh Abu Hayan.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.