Ikhbar.com: Watak dan sikap profesional menjadi tuntutan dalam setiap pekerjaan. Seseorang yang hendak bekerja diharuskan memiliki keahlian dan integritas moral.
Prinsip profesionalitas dalam pekerjaan disinggung dalam QS. Al-Qasas: 26. Allah Swt berfirman:
قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖاِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
“Salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, ‘Wahai ayahku, pekerjakanlah dia. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Baca: Diperberat Syarat BI Checking, Baca Doa Ini saat Melamar Kerja
Menjaga kepercayaan
Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan, ayat tersebut mengisahkan kekaguman seorang anak perempuan Nabi Syu’aib terhadap Nabi Musa As. Saat itu, dia takjub melihat kekuatan fisik dan wibawa Nabi Musa saat mengambil air untuk ternak mereka.
“Kekuatan yang dimaksud adalah keahlian dalam berbagai bidang,” tulis Prof. Quraish.
Untuk itu, Prof. Quraish menyarankan ketika hendak mempekerjaan orang, maka pertimbangkan bidang yang akan diberikan kepada penerima tugas. Dengan begitu, rasa kepercayaan akan mengikuti.
“Kepercayaan yang dimaksud adalah integritas pribadi yang menghendaki sifat amanah itu sedemikian rupa. Sehingga seseorang tidak merasa bahwa apa yang dipegangnya adalah milik pribadi melainkan milik orang yang memberi kepercayaan, untuk dijaga dan bersedia mengembalikannya jika diminta,” terang dia.
Baca: Musim PHK, Ini Doa agar Kembali Dapat Kerja
Kemampuan mendayagunakan
Sudah selayaknya setiap pekerjaan diserahkan kepada ahlinya. Hal itulah yang disinggung dalam QS. An-Nisa: 5. Allah Swt berfirman:
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاۤءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِيْ جَعَلَ اللّٰهُ لَكُمْ قِيٰمًا وَّارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا وَاكْسُوْهُمْ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
“Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan)-mu yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupanmu. Berilah mereka belanja dan pakaian dari (hasil harta) itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”
Dalam Tafsir Al-Azhar, KH Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka menjelaskan, ayat di atas berbicara tentang larangan memberikan harta kepada seseorang yang tidak ahli atau tidak profesional. Sebab orang tersebut berpotensi tidak dapat mengendalikan harta benda yang diamanatkan kepadanya.
“Jika dipaksakan, maka bisa saja dalam sekejap akan musnah karena habis dengan hal-hal yang tidak berfaedah,” jelasnya.
Orang dengan karakter seperti itu, kata dia, hanya pandai menghabiskan, tapi tak sanggup mengembangkan harta tersebut.
“Orang yang bukan ahli itu adakalanya kurang akal, adakalanya juga karena masih kecil,” jelas Buya Hamka.