Ikhbar.com: Perubahan iklim adalah isu yang mendesak di abad ini. Dampaknya telah memengaruhi seluruh lini kehidupan makhluk, termasuk manusia.
Al-Quran telah menyampaikan peringatan tentang potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan manusia. Perilaku ini menjadi pangkal dari perubahan iklim yang berimbas kepada manusia itu sendiri.
Dalam QS Ar-Rum:41, Allah Swt berfirman:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).“
Baca: Bumi mulai Mendidih
Ibrah manusia
Dalam sejarah manusia, perubahan iklim menjadi salah satu instrumen untuk menyadarkan umat agar mau menerima kebenaran dan tidak berlaku sombong.
Allah Swt berfirman dalam QS Al-A’raf:130.
وَلَقَدْ اَخَذْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِيْنَ وَنَقْصٍ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
“Sungguh, Kami telah menghukum Fir‘aun dan kaumnya dengan (mendatangkan) kemarau panjang dan kekurangan buah-buahan agar mereka mengambil pelajaran.”
Peristiwa tersebut harus diinsafi umat Islam sebagai ibrah atau pelajaran. Ketidakseimbangan musim dapat menyebabkan malapetaka yang dapat mengancam pasokan kebutuhan dasar manusia, seperti air dan makanan.
Gejala alam perlu juga dipandang dari sudut pandang spiritualitas, yakni sebagai ayat kauniyah (tanda kebesaran Allah Swt dalam realitas empiris). Hal ini bertujuan untuk mengingatkan manusia akan peran pokoknya, yaitu beribadah kepada Allah Swt.
Mengenai ayat ini, dalam Tafsir Kemenag dijelaskan bahwa Fir’aun beserta kaumnya mengalami paceklik akibat perubahan musim yang berlangsung selama bertahun-tahun. Akibatnya, kemarau menghabiskan persediaan makanan dan merusak hasil bumi.
“Kesulitan dan bencana itu biasanya dapat mencegah orang berlaku sombong, membersihkan diri untuk menerima kebenaran, dan mendorong untuk mengharap perkenan Tuhan semesta alam dan tunduk kepada-Nya,” jelas mereka.
Baca: Biang Kerok Pendidihan Global
Tanggung jawab moral
Manusia memiliki tanggung jawab moral untuk merawat bumi dan menjaga keseimbangan alam. Tugas tersebut merupakan aplikasi dari perannya sebagai Khalifatullah fil ardh (wakil Allah Swt di muka bumi).
Dengan kata lain, pemanfaatan alam untuk hajat hidup manusia dan perannya sebagai hamba yang tunduk kepada Allah Swt adalah dua peran yang saling berhubungan. Oleh sebab itu, amanat besar yang diberikan Allah Swt kepada manusia harus dijalani secara bijaksana.
Dalam QS Al-Baqarah: 30 Allah Swt menampik dugaan malaikat tentang inkompetensi manusia sebagai khalifah, dan berfirman bahwa apa yang dilakukan Allah Swt adalah berdasarkan pengetahuan dan hikmah-Nya yang Mahatinggi.
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.’ Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman, ‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”