Ikhbar.com: Stand-up comedy alias lawakan tunggal menjadi genre humor terbaru yang kian diminati masyarakat Indonesia. Dalam membawakan pentas hiburan ini, komika, sebutan untuk pelawak tunggal, biasa menggunakan metode roasting atau mengolok-olok seseorang dengan cara yang unik, dan tentu, mengundang tawa.
Jurnalis Amerika Serikat (AS), Clémence Michallon dalam liputan berjudul, “Ricky Gervais says he regrets Tim Allen joke at the Golden Globes,” menjelaskan, roasting adalah suatu bentuk humor ketika seseorang menjadi sasaran lelucon yang dimaksudkan untuk menghibur khalayak luas.
Menurut Michallon, perbedaan roasting dengan bullying (perundungan) dan olok-olok biasa terletak pada tujuannya yang justru dimaksudkan untuk menghormati seseorang dengan cara tersendiri.
Roasting juga mensyaratkan keterlibatan dan kerelaan seseorang yang menjadi obyek. Pe-roasting juga wajib mengapresiasi keluasan hati obyek yang mampu menerjemahkan semua olok-olok yang didengarnya hanya sebagai produk hiburan lawak.
“Ada kebiasaan yang serupa di beberapa negara ketika pembawa acara formal, seperti upacara penghargaan dan makan malam tahunan, diharapkan mengejek hadirin acara tersebut dengan baik. Adakalanya, hal ini justru menimbulkan kontroversi ketika pembawa acara dianggap terlalu menghina,” terang Michallon, dikutip dari The Independent pada Sabtu, 28 Oktober 2023.
Baca: Stand Up Comedy Bergeliat di Arab Saudi
Pandangan Islam
Lantas, bagaimana kah Islam memandang tindakan olok-olok dengan tujuan menghibur?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pada dasarnya Islam mengharamkan perilaku mengejek atau menghina sesama manusia karena anugerah kemuliaan yang telah diberikan Allah Swt. Hal itu sebagaimana ditekankan dalam QS. Al-Isra: 70. Allah Swt berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا
“Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
Sedangkan dalam sebuah riwayat hadis dijelaskan, seorang Muslim dilarang mengumbar aib orang lain. Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَة. وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيه.
“Barang siapa melepaskan kesusahan seorang Muslim dari kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib seseorang, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Barang siapa memudahkan orang susah, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Allah Swt senantiasa akan menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR.Muslim).
Baca: Benarkah Bullying Justru Pererat Keakraban?
Tujuan menghibur
Sementara itu, Islam sejatinya tidak melarang seseorang melawak asal dengan syarat tertentu yang berhubungan dengan menjaga perasaan dan ketersinggungan orang lain.
Dalam Akhbarul Hamqa wal Mughaffalin, Imam Jamaluddin Abdurrahman Ibnu Al-Jauzi Al-Baghdadi menegaskan, adanya hadis yang melarang melawak karena atas pertimbangan besarnya potensi kebohongan dalam kisah-kisah bernuansa humor. Selain itu, Nabi Saw juga melarang Muslim melawak dengan teknik mengumbar aib seseorang.
وإنما يكره للرجل أن يجعل عادته إضحاك الناس لأن الضحك لا يذم قليله، فقد كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحك حتى تبدو نواجذه وإنه يكره كثيره لما روي عنه عليه السلام أنه قال “كثرة الضحك تميت القلب”، والارتياح إلى مثل هذه الأشياء في بعض الأوقات كالملح في القِدْر
“Membuat orang lain tertawa terus-menerus adalah makruh. Sedangkan tertawa sesekali bukan sesuatu aib tercela. Rasulullah Saw terkadang tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Tetapi tertawa keseringan juga dimakruh karena sabda Rasulullah Saw, ‘Banyak tertawa membuat hati mati.’ Sementara melepas penat dengan komedi di waktu-waktu tertentu sama pentingnya dengan garam secukupnya di sebuah panci masakan.”