Ikhbar.com: Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa kampanye Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) berlangsung pada Selasa, 24 November 2023 hingga Sabtu, 10 Februari 2024.
Selama masa kampanye berlangsung, para pasangan capres dan cawapres diberi kesempatan untuk menyosialisasikan program dan gagasan yang akan mereka terapkan selama lima tahun ke depan jika berhasil memenangkan kontestasi tersebut.
Berkaca pada Pemilu sebelum-sebelumnya, masa kampanye itu kerap diwarnai dengan maraknya berbagai informasi hoaks yang menyudutkan salah satu pasangan calon (paslon). Bermula dari persebaran kabar bohong itulah kemudian muncul potensi perpecahan di antara masyarakat.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu bersikap bijak saat memasuki masa kampanye Pilpres. Salah satu langkah yang dapat dilakukan ialah dengan dengan membangun anggapan bahwa setiap paslon sejatinya sedang berlomba dalam kebaikan.
Baca: Doa Terhindar dari Ujaran Kebencian di Tahun Politik
Berlomba dalam kebaikan
Di dalam Al-Qur’an, setidaknya terdapat tiga ayat yang memerintahkan manusia untuk menyibukkan diri dengan berlomba dalam kebaikan, yakni pada QS. Al-Baqarah: 147-148, dan QS. Al-Maidah: 48.
Allah Swt berfirman:
اَلْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ. وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
“Kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali engkau (Nabi Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu. Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Muhammad Qurasih Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menerangkan ayat ini berdasadkan dua sudut pandang. Pertama, tentang kebenaran yang hanya berasal dari Allah Sang Maha Benar. Kedua, menjelaskan bahwa setiap umat memiliki kiblat tersendiri yang ia menghadap kepadanya sesuai dengan kecenderungan dan keyakinan masing-masing.
“Jika mereka menghadap kiblat masing-masing dengan mengharap rida Allah, maka umat Muslim tetap harus belomba dalam kebaikan dengan mereka,” tulis Prof. Quraish.
Sementara itu, Syekh Mutawalli As-Sya’rawi dalam Tafsir As-Sya’rawi menjelaskan, manusia memiliki ikhtiar masing-masing untuk memilih apa yang dia ingin perbuat. Namun, pada akhirnya setiap manusia dengan keyakinan itu akan dinilai dari perbuatan baiknya kepada siapa pun selama di dunia. Dengan catatan selama mengharap keridaan Allah Swt.
Sedangkan dalam QS. Al-Maidah: 48 menerangkan bahwa Allah tidak menghendaki hanya satu umat saja. Ayat ini kemudian diakhiri dengan perintah berlomba-lomba dalam kebaikan.
Allah Swt berfirman:
وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ
“Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan kebenaran terhadapnya). Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan.”
Syekh Makarim Syirazi dalam Tafsir Al-Amthal menjelaskan, Allah Swt telah memberikan aturan dan jalan yang terang kepada manusia. Kemudian Allah tidak menjadikan manusia menjadi umat yang satu, karena manusia memiliki potensi untuk memilih beragam jalan menuju Allah.
“Lalu, diperintahkan untuk berlomba dalam kebaikan. Karena tolok ukur kemanusiaan adalah bagaimana ia melakukan kebajikan dan kebaikan,” jelasnya.
Baca: Hukum Terima Uang dari Caleg atau Tim Sukses Capres menurut Fikih
Kembali pada Tafsir Al-Mishbah, Prof. Quraish menegaskan, kata law (sekiranya) dalam lafaz “law syaallah” yang artinya “sekiranya Allah menghendaki” menunjukkan kemustahilan bahwa Allah menjadikan manusia satu pendapat, satu kecenderungan, dan satu keyakinan.
“Hal itu dimaksudkan agar manusia bebas memilah dan memilih, termasuk memilih keyakinan dan agama,” jelas Prof. Quraish.
Lebih lanjut, Prof. Quraish menyebut kebebasan memilah dan memilih itu dimaksudkan agar manusia dapat berlomba-lomba dalam kebajikan, dan dengan demikian akan terjadi kreativitas dan peningkatan kualitas.
“Karena hanya dengan perbedaan dan perlombaan yang sehat, kedua hal itu akan tercapai,” tegasnya.