Assalamualaikum. Wr. Wb.
Kiai Ghufron dan Ikhbar.com, nama saya Mohammad Syamsuri, asal dari Palembang.
Kiai, saya ingin bertanya. Biasanya, jelang Pemilu akan ada banyak calon anggota legislatif (caleg) maupun tim sukses calon presiden (capres) yang membagikan amplop berisi uang tanpa akad yang jelas. Bagaimana status uang tersebut menurut fikih? Adakah batasan-batasan dalam menerima dan men-tasharuf-kan (menggunakan) uang tersebut? Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb
Terima kasih atas pertanyaannya, Bapak Mohammad Syamsuri, yang terhormat.
Pada pembahasan fikih, status uang pemberian bisa tergolong ke dalam beberapa kategori. Ada yang disebut sedekah, hadiah, hibah, ujrah atau ju’l (upah), bisa juga termasuk risywah (suap). Semua itu ditentukan atau tergantung dari motif dalam proses pemberian tersebut.
Keterangan ini bisa dilihat dalam Raudlatul Thalibin wa Umdatul Muftin saat mengutip maqalah Imam Al-Ghazali:
قال الغزالى فى الاحياء المال اما يبذل لغرض اجل فهو قربة وصدقة واما لعاجل وهو اما مال فهو كهبة بثواب او لتوقع لثواب، واما عمل فان كان عملا محرما او واجبا متعينا فهو رشوة وان كان مباحا فاجارة أو جعالة، واما للتقرب والتودد الى المبذول له فان كان بمجرد نفسه فهدية.
“Imam Al-Ghazali berkata, ‘Pemberian itu adakalanya diberikan dengan tujuan ingin mendapatkan pahala kelak di akhirat, maka pemberian itu adalah amal taqarrub atau sedekah. Adakalanya dengan tujuan yang bersifat dunia, seperti mengharapkan suatu benda, maka pemberian itu termasuk hibah bitsawab (serupa jual beli). Ada pula pemberian yang dilakukan dengan tujuan agar si penerima mau melakukan suatu pekerjaan, maka jika pekerjaannya haram (seperti untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, termasuk dalam rangka memengaruhi seseorang untuk memilih calon yang mestinya tidak layak untuk dipilih dalam sebuah kontestasi politik) atau pekerjaannya bersifat wajib aini (seperti memberi tips kepada hakim), maka pemberian itu tergolong risywah/suap yang diharamkan. Kemudian, apabila pemberian itu dilakukan agar yang diberi mau melakukan pekerjaan yang mubah/diperbolehkan, maka itu adalah ijarah (menyewa, seperti kita memberi orang agar melakukan pekerjaan mencangkul, membenahi rumah, mengantarkan ke suatu tempat, dan sejenisnya). Ada pula pemberian dengan tujuan agar bisa makin dekat dan sayang, maka pemberian itu adalah hadiah (seperti ketika kita memberikan sesuatu kepada kerabat atau sahabat).
Baca: Hukum Sedekah ke Biksu Peziarah Borobudur
Dari keterangan tersebut, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa status uang yang diberikan oleh caleg atau capres dalam momentum kontestasi politik bisa termasuk ke dalam katagori risywah/suap yang diharamkan oleh syariat. Pasalnya, dalam proses pemberian itu terdapat motif atau tujuan untuk memengaruhi si penerima agar mau menjatuhkan pilihan kepada seseorang. Wallahua’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Penjawab: Kiai Ghufroni Masyhuda, Tim Ahli Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat dan Anggota Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cirebon.