Ikhbar.com: Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan kebijakan baru dalam distribusi gas LPG 3 kg. Mulai 1 Februari 2025, agen resmi Pertamina tidak lagi diperbolehkan menjual LPG 3 kg kepada pengecer. Sebagai gantinya, pengecer dijadikan pangkalan resmi agar distribusi lebih terkontrol dan harga tetap stabil.
Namun, kebijakan ini menimbulkan polemik. Masyarakat mengeluhkan akses yang lebih sulit karena harus datang langsung ke pangkalan, menyebabkan antrean panjang dan biaya tambahan akibat jarak yang lebih jauh. Selain itu, keterbatasan pangkalan resmi juga menjadi kendala dalam implementasi kebijakan ini.
Kritik terhadap kebijakan ini datang dari berbagai pihak. Sejumlah anggota DPR RI menyebut kebijakan ini sebagai langkah mundur karena justru menjauhkan akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar. Mereka menilai bahwa pemerintah seharusnya mendekatkan layanan kepada masyarakat, bukan mempersulit mereka dengan aturan baru yang mengharuskan pembelian hanya di pangkalan resmi.
Masalah utama yang muncul adalah kurangnya jumlah pangkalan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama di daerah terpencil. Hal ini berpotensi memperburuk distribusi LPG 3 kg, yang seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Baca: Pajak Naik, Ibnu Khaldun: Gol Bunuh Diri Ekonomi
Subsidi dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, subsidi memiliki dasar yang kuat dalam konsep keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Al-I’ānāt al-Iqtiṣādiyyah min Manẓūr Islāmī ma‘a al-Ishārah ilā Ḥālat al-Urdun (2020), Syekh Dr. Abdullah Al-Badarin menegaskan bahwa subsidi dalam Islam bertujuan untuk membantu kelompok masyarakat yang kurang mampu, memastikan distribusi kekayaan yang adil, serta mencegah ketimpangan ekonomi. Dalam konteks ini, subsidi ekonomi bukan hanya diperbolehkan, tetapi juga dianjurkan sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Konsep subsidi ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam QS. Al-Hasyr: 7. Allah Swt berfirman:
مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ
“Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”
Kalimat “… agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” pada ayat tersebut menunjukkan bahwa negara bertanggung jawab dalam mengatur distribusi kekayaan agar tidak hanya dinikmati oleh golongan tertentu. Dengan demikian, subsidi LPG 3 kg yang ditujukan bagi masyarakat miskin menjadi bagian dari kebijakan ekonomi Islam yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan.
Para ulama juga menegaskan pentingnya subsidi sebagai bentuk tanggung jawab negara. Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, termasuk dalam aspek energi, pangan, dan ekonomi. Pendapat ini diperkuat oleh Imam Abu Yusuf dalam Kitab Al-Kharaj, yang menegaskan bahwa intervensi negara dalam subsidi harus memastikan distribusi yang adil, terutama bagi masyarakat miskin.
Selain itu, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan bahwa subsidi yang diberikan oleh pemerintah harus diarahkan pada kepentingan umum dan tidak boleh menguntungkan segelintir pihak saja. Dalam konteks LPG subsidi, pendapat ini sangat relevan karena kebijakan yang membatasi distribusi hanya di pangkalan resmi berpotensi lebih menguntungkan pihak tertentu dibanding memberikan kemudahan akses kepada masyarakat luas.
Dalam Islam, kebijakan subsidi juga sejalan dengan konsep ta’awun (tolong-menolong) yang dianjurkan dalam berbagai hadis.
Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
أحبُّ الناسِ إلى اللهِ تعالى أنفعُهم للناسِ
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat untuk manusia. (HR. Ath-Thabrani).
Hal ini menunjukkan bahwa subsidi LPG 3 kg merupakan kebijakan ekonomi yang juga menjadi bagian dari implementasi nilai-nilai Islam dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Baca: Reformasi Fikih ala Imam Syafi’i
Kacamata fikih subsidi
Dalam fikih subsidi, kebijakan distribusi LPG 3 Kg dapat dianalisis berdasarkan beberapa prinsip utama. Salah satu prinsip fundamental dalam Islam adalah kemaslahatan umum atau maslahah mursalah. Islam mengajarkan bahwa kebijakan publik harus membawa manfaat bagi masyarakat luas. Jika pembatasan distribusi LPG 3 kg menyebabkan masyarakat kecil kesulitan mendapatkan akses terhadap barang subsidi, maka kebijakan ini perlu dievaluasi ulang karena bertentangan dengan prinsip kemaslahatan.
Prinsip lain yang harus diperhatikan adalah keadilan dalam distribusi. Islam menekankan pentingnya pemerataan akses terhadap kebutuhan dasar.
Ketimpangan dalam distribusi barang pokok dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan ekonomi. Jika kebijakan pemerintah justru membatasi akses masyarakat miskin terhadap LPG subsidi, maka hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan yang diajarkan dalam Islam.
Selain itu, dalam Islam terdapat prinsip kemudahan (taysir) dan larangan membebani masyarakat dengan aturan yang merugikan mereka. Nabi Saw bersabda:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. (HR. Malik, Ahmad, dan Ibnu Majah).
Jika kebijakan ini menyebabkan masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan LPG 3 kg, baik dalam bentuk ongkos perjalanan maupun waktu yang lebih lama karena harus mengantre di pangkalan, maka kebijakan ini perlu dievaluasi agar tidak bertentangan dengan prinsip kemudahan dalam Islam.
Efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan subsidi juga menjadi perhatian dalam Islam. Berdasarkan pendapat Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, pemerintah harus memastikan bahwa subsidi yang diberikan benar-benar sampai kepada pihak yang membutuhkan. Jika kebijakan ini justru menyebabkan LPG 3 kg semakin sulit didapat dan harga tetap tinggi di pasaran, maka perlu ada perbaikan dalam mekanisme distribusi agar subsidi benar-benar efektif.
Subsidi dalam Islam bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial dan memastikan bahwa masyarakat miskin dapat mengakses kebutuhan dasar mereka dengan harga yang terjangkau. Kebijakan baru terkait distribusi LPG 3 kg yang membatasi penjualan hanya di pangkalan resmi menimbulkan berbagai permasalahan aksesibilitas.
Dalam perspektif fikih subsidi, kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena belum sepenuhnya memenuhi prinsip kemaslahatan umum, keadilan, kemudahan, serta efektivitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Jika kebijakan distribusi LPG tetap diberlakukan tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi masyarakat miskin, maka langkah-langkah perbaikan harus segera dilakukan. Negara sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kebijakan ekonomi memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa subsidi benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan, bukan justru membatasi akses mereka terhadap barang yang menjadi hak mereka.