Tutorial Qadha Ramadan Bonus Pahala Puasa Rajab

Puasa sunah dapat dilakukan dengan niat yang mutlak, tanpa harus menentukan secara spesifik jenis puasanya.
Ilustrasi niat qadha puasa Ramadan. PEXELS/Sami Abdullah

Ikhbar.com: Puasa Rajab merupakan salah satu ibadah sunah yang memiliki keutamaan istimewa. Bulan Rajab termasuk dalam kategori asyhurul hurum (bulan-bulan haram) yang dimuliakan dalam Islam, bersama dengan bulan Muharam, Zulkaidah, dan Zulhijah. Dalam bulan-bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah, termasuk puasa.

Di sisi lain, kewajiban qadha puasa Ramadan seringkali masih tersisa bagi sebagian orang, baik karena alasan sakit, perjalanan, atau kondisi lainnya. Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt, kewajiban ini harus diselesaikan sebelum datang Ramadan berikutnya.

Baca: Prediksi Ramadan 2025 versi Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah

Pentingnya melunasi utang puasa Ramadan

Kewajiban mengganti puasa Ramadan bagi yang memiliki uzur seperti sakit atau haid adalah perintah langsung dari Al-Qur’an. Dalam Al-Baqarah ayat 184, Allah Swt berfirman:

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.”

Mengacu pada ayat tersebut, kewajiban qadha bersifat mutlak dan harus dilakukan sebelum datang Ramadan berikutnya.

Namun, muncul pertanyaan, apakah mungkin menggabungkan niat puasa Rajab yang sunah dengan niat qadha puasa Ramadan yang wajib?

Baca: Peristiwa Penting di Bulan Rajab

Hukum menggabungkan niat qadha dan puasa sunah

Dalam pandangan fikih, menggabungkan niat kedua jenis puasa tersebut diperbolehkan dan sah. Bahkan, menurut beberapa ulama, orang yang melakukannya dapat meraih pahala dari kedua ibadah itu secara bersamaan. Hal ini didasarkan pada kaidah bahwa amal ibadah sunah tertentu dapat tercakup dalam amal ibadah wajib selama niatnya mencakup tujuan wajib tersebut.

Salah satu dalil yang menjadi rujukan dalam masalah ini adalah penjelasan dari Fathul Mu’in dan hasyiah-nya I’anatuth Thalibin, yang ditulis Syekh Zainuddin Al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha.

وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا بنية مطلقة كما اعتمده غير واحد…

“Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardu, yaitu puasa sunah, maka sah berpuasa sunah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama.”

Penjelasan tersebut memberikan dasar bahwa puasa sunah dapat dilakukan dengan niat yang mutlak, tanpa harus menentukan secara spesifik jenis puasanya.

Contohnya, ketika seseorang berniat berpuasa di bulan Rajab, ia cukup mengucapkan, “Saya niat puasa karena Allah Swt,” tanpa perlu menyebutkan bahwa itu adalah puasa Rajab. Namun, untuk puasa qadha Ramadan, niat harus lebih spesifik, misalnya, “Saya niat berpuasa qadha Ramadan fardhu karena Allah SWT.”

Lebih lanjut, Syekh Al-Barizi dalam Al-I’ab menjelaskan:

ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا…

“Dari kesimpulan tersebut, Syekh Al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunah atau tidak.”

Artinya, apabila seseorang berpuasa qadha Ramadan di hari yang bertepatan dengan keutamaan puasa Rajab, maka ia tetap mendapatkan pahala puasa Rajab, meskipun niat utamanya adalah untuk menunaikan kewajiban qadha.

Baca: Rajab Menanam, Panen di saat Ramadan

Praktik menggabungkan niat

Untuk menggabungkan niat, seseorang hanya perlu memastikan bahwa niat puasa qadha Ramadan telah terpenuhi karena ibadah wajib memerlukan ketegasan dalam niat. Misalnya, seseorang bisa mengucapkan niat sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ للهِ تَعَاَلى

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’i fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta’âlâ.

“Aku berniat berpuasa qadha Ramadan, fardu karena Allah ta’ala.”

Niat tersebut dapat pula diringkas sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ قَضَاءِ رَمَضَان َ

Nawaitu shauma qadhā’i Ramadhāna.

“Aku berniat untuk mengqadha puasa Ramadan.”

Dengan niat tersebut, berarti ia sudah memenuhi kewajiban qadha Ramadan. Pada saat yang sama, karena puasa tersebut dilakukan di bulan Rajab, pahala puasa sunnah Rajab secara otomatis dapat diperoleh berdasarkan pendapat para ulama seperti Syekh Al-Barizi dan Syekh Zainuddin Al-Malibari.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.