Ikhbar.com: Setelah menghabiskan libur Lebaran di kampung halaman, para perantau akan kembali melangsungkan aktivitasnya di kota lain. Kepadatan gelombang kendaraan di masa arus balik tak ubahnya seperti saat mudik.
Tidak hanya berorientasi mencari rezeki di ibu kota, perantau juga kembali bertebaran untuk mencari ilmu di berbagai daerah lainnya. Sebut saja, mereka ialah para santri atau pun mahasiswa yang harus kembali mengenyam pendidikan di negeri orang.
Sebagian besar masyarakat Indonesia percaya bahwa merantau dapat melatih karakter seseorang menjadi lebih dewasa. Hal itu, tak salah, lantaran di dalam Al-Qur’an justru terdapat ayat yang menganjurkan untuk merantau. Dalam QS. Al-Mulk: 15, Allah Swt berfirman:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ
“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Pakar tafsir Indonesia, Prof. Muhammad Quraish Shihab mengartikan bahwa Allah-lah yang telah menundukkan bumi sehingga memudahkan manusia untuk melakukan apapun, termasuk merantau.
Maka, kata Prof. Quraish, jelajahilah di seluruh pelosoknya dan makanlah dari rezeki yang dikeluarkan dari bumi itu untuk kalian.
“Maksudnya, berjalanlah kalian ke mana pun yang kamu kehendaki di berbagai kawasannya, serta lakukanlah perjalanan mengelilingi semua daerah dan kawasannya untuk keperluan mata pencaharian dan perniagaan. Dan ketahuilah bahwa upaya kalian tidak dapat memberi manfaat sesuatu apapun bagi kalian, kecuali Allah sendiri yang berkehendak untuk memudahkannya,” ungkap Prof. Quraish, dalam Tafsir Al-Mishbah, dikutip pada Sabtu, 29 April 2023.
Baca: Lebaran dan Tafsir Inklusi
Meskipun bumi itu bulat dan terus menerus berputar, lanjut Prof. Quraish, namun, Allah Swt tetap memudahkan manusia untuk bisa menjelajah tanpa mengkhawatirkan peredaran bumi yang terus bergerak.
Sementara itu, Ibnu Asyur dalam Al-Tahrir wa al-Tanwir menjelaskan, Allah Swt menjadikan bumi dan segala kenikmatannya bukan hanya sekadar dijelajahi, melainkan untuk dikenali dan disadari manusia bahwa bumi dan segala isinya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan berbagai cara.
Untuk itu, redaksi famsyu fi manakibiha memiliki maksud lithalabir rizqi wal makasib (mencari rezeki yang halal dan mencari nafkah). Selanjutnya setelah memakan sebagian dari rezeki-Nya, hendaknya manusia kembali mengorientasikan dirinya kepada Allah Swt sebagai bekal menuju kehidupan akhirat kelak.
Sedangkan dalam Tafsir al-Qur`an al-‘Adzim, Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa pada QS. Al-Mulk: 15 ini terdapat perintah manusia untuk pergi ke berbagai tempat di bumi dan mencari rezeki dengan berusaha semaksimal mungkin.
Dalam penjelasannya itu, Ibnu Katsir membolehkan seseorang untuk berprofesi menjadi apapun dengan catatan prosesnya itu masih tergolong halal. Meski demikian, dalam keterangannya ia menegaskan bahwa segala usaha manusia tidak akan berhasil tanpa kehendak Allah Swt.
Ibnu Katsir juga menyebutkan, perintah untuk berusaha adalah perantara manusia mendapatkan rezeki, tapi bukan berarti manusia bisa menafikan tawakkal karena usaha yang ia lakukan. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw:
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي بَكْرُ بْنُ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هُبَيْرَةَ يَقُولُ إِنَّهُ سَمِعَ أَبَا تَمِيمٍ الْجَيْشَانِيَّ يَقُولُ سَمِعَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنَّهُ سَمِعَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا (رواه أحمد)
“Dari Umar bin Khattab ra berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah Swt dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rezeki (oleh Allah Subhanahu Wata’ala), sebagaimana seekor burung diberi rezeki; ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah)
Dalam Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) ditegaskan bahwa seseorang yang berusaha dalam mencari rezeki, misalnya dengan merantau, berarti ia termasuk melaksanakan perintah Allah Swt.
Maka, orang yang berusaha dan mencari rezeki adalah orang yang menaati Allah, dan hal itu termasuk ibadah. Dengan kata lain bahwa berusaha dan mencari rezeki bukanlah hal yang mengurangi ibadah, tetapi memperkuat dan memperbanyak ibadah itu sendiri.
Aktivitas merantau juga sebenarnya sudah dilakukan oleh ulama terdahulu. Mereka seolah tak pernah bosan untuk berpindah ke suatu tempat untuk mencari ilmu. Tak jarang, dari hasil merantaunya itu, sejumlah karya dari ulama terdahulu masih bisa dinikmati.
Beberapa penjelasan QS. Al-Mulk: 15 seolah menjadi garansi kemudahan bagi setiap Muslim untuk merantau, baik tujuan mencari ilmu ataupun mencari rezeki.