Tafsir QS. An-Nisa Ayat 135: Prinsip Dasar Akuntansi Islam

Ilustrasi proses pengerjaan akuntansi. UNSPLASH/Kelly Sikkema

Ikhbar.com: Al-Qur’an merupakan pedoman laku umat Muslim. Di dalamnya banyak termuat aturan-aturan hidup manusia, termasuk soal prinsip keadilan dalam bisnis dan keuangan.

Setidaknya ada tiga prinsip akuntansi yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu prinsip pertanggungjawaban, keadilan, dan kebenaran.

Ayat yang berfokus pada prinsip keadilan tertera dalam QS. An-Nisa: 135. Allah Swt berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”

Baca: Mengenal Madrasah Tafsir Al-Qur’an Era Tabi’in

Menjunjung tinggi keadilan

Mufasir Indonesia, KH Abdul Karim Amrullah atau Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan kata “qawwamina” dalam ayat tersebut bermakna berdiri tegak, sadar, dan membela.

“Artinya, tidak mau tunduk kepada siapa pun yang hendak meruntuhkan keadilan yang ditegakkan,” katanya.

Menurutnya, keadilan tersebut dipakai juga pada kata “al-qisti” yang berarti jalan tengah dan tidak berat sebelah.

“Dalam menjadi saksi karena Allah berarti berani mengatakan kebenaran. Sebab, keadilan dan kebenaran adalah dua arti dari maksud yang satu,” jelas Buya Hamka.

Sesuatu itu bisa dikatakan adil, menurut Buya Hamka, karena ia benar. Oleh sebab itu, hendaklah berani menyatakan kesaksian atas keadilan itu karena Allah.

Buya Hamka meyakini, dengan pertanggung-jawaban kepada Allah Swt, maka seseorang tidak lagi takut ancaman sesama manusia yang berusaha memungkiri keadilan tersebut.

Buya Hamka menyebut, seseorang yang berani menegakkan keadilan meskipun mengancam dirinya, maka itu merupakan puncak dari segala keberanian.

“Memang berat jika menegakkan keadilan yang akan merugikan mereka. Tetapi perlu diingat bahwa yang ditegakkan adalah keridaan Allah. Sehingga, yang berat akan jadi ringan,” tulisnya.

Baca: Abu Yusuf, Ekonom Muslim Perumus Pajak Berkeadilan

Mencegah mudarat

Ia mengatakan, menghormati dan membela mereka dalam kebenaran dan keadilan bertujuan agar masyarakat tidak kacau balau.

Dengan demikian, tulis Buya Hamka, janganlah membantu dalam kezaliman serta merampas hak orang lain. Sebab adanya kekacauan karena tidak ada lagi keadilan.

“Dampak dari bahaya tidak adanya keadilan adalah akan menimpa semua orang, tanpa terkecuali yang berbuat zalim itu sendiri,” katanya.

Sementara itu, Prof KH Muhammad Quraish Shihab menjelaskan, penegakan keadilan serta kesaksian dapat menjadi dasar menampik segala mudarat.

“Maka wajar jika keadilan lebih diutamakan daripada menolak mudarat atas orang lain. Atau, karena penegakan keadilan membutuhkan kegiatan berbentuk fisik, sedangkan kesaksian hanya berupa ucapan yang disampaikan. Sehingga, tentu saja kegiatan fisik lebih berarti daripada sekadar ucapan,” tegasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.