Hukum Bayar Kuliah Menggunakan Pinjol menurut MUI

Ilustrasi pinjol. Foto: iStockPhoto

Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini merespons terkait upaya Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menggandeng penyedia pinjaman online (pinjol) untuk mencicil uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa.

Melalui keterangan tertulisnya, MUI tegas mengharamkan segala jenis bentuk pengambilan keuntungan dari akad pinjam meminjam, baik secara online maupun offline.

“Alasannya, hal itu termasuk riba,” ujar ketua MUI bidang Fatwa, KH Asrorun Ni’am.

Dalam konteks pembiayaan pendidikan, Kiai Asrorun Ni’am mendorong pihak pengelola filantropi Islam berupa dana zakat, infak, dan sedekah dapat dioptimalkan ke dunia pendidikan.

“Bila dirasa pembiayaan pendidikan terpaksa harus lewat akad utang, seharusnya lembaga penyalur utang tersebut tidak boleh mengambil bunga atau keuntungan,” katanya pada Ahad, 4 Februari 2024.

Baca: Fatayat NU Cirebon: Hati-hati dengan Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong!

Sebelumnya, pada 2021 MUI telah menggelar Ijtima Ulama, salah satu pembahasannya terkait pinjol.

Pada ketentuan hukum yang dirilis, MUI menegaskan bahwa pada dasarnya transaksi pinjam meminjam merupakan akad (kontrak) saling tolong menolong antarsesama.

Karena prinsip akad pinjam meminjam adalah tolong menolong membantu sesama, Ijtima’ Ulama MUI dengan tegas mengharamkan jika terdapat keuntungan dari transaksi tersebut.

Hasil dari Ijtima’ Ulama juga menyebutkan, memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram.

Terkait hukum memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan tindakan yang mustahab (perbuatan yang dianjurkan).

Meski kemudian, Ijtima’ Ulama MUI tersebut menggarisbawahi bahwa jika orang yang telah meminjam sudah memiliki ganti, haram baginya menunda pembayaran utang.

Atas dasar itulah, Ijtima’ Ulama memberi tiga poin rekomendasi sebagai berikut:

1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, POLRI, dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.

Baca: OJK Ungkap Imbas Sepelekan Tunggakan Pay Later

2. Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.

3. Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.