Ikhbar.com: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melaporkan, ada sebanyak 180 aduan korban pinjaman online (pinjol) ilegal mulai dari kasus pembobolan, gagal bayar, hingga penyalahgunaan data pribadi.
Menurut rilis mereka, pinjol ilegal menempati urutan pertama teratas dalam pengaduan jasa keuangan hingga 50% selama 2023. Disusul, perbankan sebanyak 25,3%, uang elektronik (10%), leasing (7,5%), asuransi (4,2%), dan lembaga nonbank (3,1%).
Menanggapi hal itu, Ketua Pimpinan Cabang (PC) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Cirebon, Nyai Roziqoh Sukardi mengatakan, faktor maraknya masyarakat yang terjerat pinjol ilegal saat ini di antaranya karena tergoda tawaran pinjaman yang sangat menggiurkan.
“Bahkan bisa sampai sebesar Rp50 juta. Syaratnya, cuma butuh nomor ponsel,” kata Roziqoh, saat membuka Seminar Ekonomi: Waspada Investasi Bodong, Pinjol, dan Sosialisasi Peluang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di Aula Al-Ghadier, Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Rabu, 24 Januari 2024.
Padahal, lanjut dia, pinjaman tersebut akan membawa banyak kerugian di kemudian hari. Dari mulai bunga yang membengkak hingga sistem penagihan yang tidak manusiawi.
“Oleh karena itu, jangan sampai tergiur pinjaman yang terkesan mudah, tetapi tidak legal,” katanya.
Guna membentengi diri dari hal tersebut, Nyai Roziqoh mengaku telah memperkuat literasi keuangan anggota Fatayat NU Cirebon, terutama para ibu melalui sejumlah pelatihan.
“Sebelumnya, kami juga menggelar pelatihan literasi keuangan digital yang terdiri dari 30 sampai 40 orang per sesi. Kami paparkan tentang bagaimana cara mengelola keuangan keluarga yang baik, jangan sampai menghabiskan seluruh pendapatan mereka,” katanya.
Menurut dia, sama bahayanya dengan pinjol ilegal adalah investasi bodong.
“Intinya, kita harus berhati-hati. Jangan sampai terjebak pinjol ilegal maupun investasi bodong,” katanya.
Baca: 9 Perbedaan Saham Syariah dan Konvensional
Cara membedakan legal dan ilegal
Sementara itu, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kabupaten Cirebon, Fredly Nasution mengatakan, masyarakat harus mulai teliti dalam mengakses pinjaman agar bisa mendapatkan fasilitas yang aman.
Dia mengatakan, salah satu jaminan keamanan itu merupakan tugas dari OJK yang di antaranya adalah mengawasi pra-syarat jasa keuangan pinjol maupun investasi.
“Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011, tugas pokok OJK di antaranya mengawasi sektor perbankan, pasar modal, industri keuangan dan bank, serta melindungi konsumen di sektor keuangan,” katanya.
Untuk melaksanakan tugas perlindungan konsumen, lanjut Fredly, maka OJK mengategorikan pinjol maupun investasi itu menjadi legal dan ilegal.
“Caranya adalah, pertama, cek di wesbsite OJK. Saat ini hanya ada 101 aplikasi yang terdaftar sebagai pinjol legal dan resmi. Kalau tidak ada dalam daftar, berarti ilegal,” katanya.
Kedua, perhatikan permintaan akses ponsel saat mengajukan pinjaman. Aplikasi yang meminta akses peminjam hingga ke daftar kontak dan galeri bisa dipastikan ilegal.
“Kalau yang resmi, itu hanya meminta akses dengan istilah ‘Camilan,’ yakni camera (kamera), lokasi, dan mikrofon,” ungkap dia.
“Ketiga, bunga yang besar dan di luar nalar. Banyak pinjol yang menawarkan pinjaman dengan mudah, tetapi bunganya bisa dua kali lipat dalam tempo 10 hari. Hati-hati,” sambungnya.
Menurut Fredly, sama halnya dengan pinjol ilegal, ada dua cara untuk membedakan mana investasi yang legal dan aman dengan yang bodong atau tidak berizin.
“Kami biasa menyebutnya 2L, yakni legal atau sah, artinya terdaftar dan berizin di OJK. Ini juga bisa dicek di situ OJK. Dan kedua, logis atau masuk akal,” katanya.
Masyarakat, lanjut dia, disarankan curiga ketika datang tawaran investasi dengan imbal hasil yang terlampau menggiurkan, misalnya, sebesar 10% per bulan.
“Padahal di perbankan resmi itu deposito paling besar 5% per tahun,” katanya.
Di sisi lain, Fredly mengaku begitu yakin bahwa tidak ada usaha yang bisa menghasilkan keuntungan dengan besar dan secara cepat.
“Intinya, jangan keburu nafsu. Karena keumuman yang bodong itu memakai skema Ponzi. Mereka mengambil dan membagikan ‘keuntungan’ itu dari nasabah yang baru sampai akhirnya tidak ada lagi orang yang bisa ditarik, lalu mengalami kegagalan karena piramida mereka telah runtuh,” katanya.