NU Cirebon Minta Perbankan Permudah Akses Modal bagi UMKM

Ketua PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie, saat memberikan sambutan dalam Seminar Ekonomi: Waspada Investasi Bodong, Pinjol, dan Sosialisasi Peluang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di Aula Al-Ghadier, Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Rabu, 24 Januari 2024. Dok FATAYAT NU CIREBON

Ikhbar.com: Banyaknya masyarakat yang menjadi korban pinjaman online (pinjol) ilegal bukanlah fenomena yang tanpa sebab. Selain karena kurangnya literasi, sulitnya masyarakat untuk mendapatkan akses modal dari perbankan menjadi salah satu faktor yang juga harus diperhatikan secara serius.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie saat memberikan sambutan dalam Seminar Ekonomi: Waspada Investasi Bodong, Pinjol, dan Sosialisasi Peluang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di Aula Al-Ghadier, Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Rabu, 24 Januari 2024.

“NU sering dilibatkan dalam sosialisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tetapi pada kenyataannya, banyak dari masyarakat yang melapor bahwa mereka kesulitan mengakses fasilitas tersebut. Mereka ditolak,” kata Kiai Aziz.

Kiai Aziz mengatakan, akibat penolakan itu, maka sama saja membuka peluang bagi masyarakat untuk terkoneksi dengan pinjol ilegal yang terkesan menawarkan akses yang lebih mudah.

“Ini fakta di lapangan. Mereka yang terjebak pinjol ilegal itu karena awalnya diberi kemudahan mengakses, meskipun dengan bunga yang besar dan mencekik,” kata Kiai Aziz.

Ketua PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie saat memberikan sambutan dalam Seminar Ekonomi: Waspada Investasi Bodong, Pinjol, dan Sosialisasi Peluang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di Aula Al-Ghadier, Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Rabu, 24 Januari 2024. Dok FATAYAT NU CIREBON

Di sisi lain, Kiai Aziz meminta agar pihak perbankan mulai mengompromikan persyaratan untuk mengakses permodalan bagi masyarakat, terutama para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Apalagi, kegiatan usaha ini juga banyak digeluti oleh para ibu nyai di pesantren.

“Problemnya adalah jarang sekali ibu nyai yang menyalurkan hasil usahanya ke simpanan bank. Masih banyak dari para ibu nyai yang menyimpan uangnya, misal, di bawah kasur,” kata Kiai Aziz.

Maka, jika perbankan mensyaratkan akses permodalan melalui KUR berdasarkan rekam jejak rekening pelaku UMKM, bisa dipastikan para ibu nyai akan gagal mendapatkan kesempatan tersebut.

“Kalau perbankan hanya melihat dari record tentang transaksi itu, pasti para ibu nyai nilainya nihil, tidak kapabel, dan dinilai tidak memumpuni untuk melakukan pinjaman ke bank,” katanya.

“Padahal para ibu nyai itu sebenarnya punya uang cash (tunai) yang cukup, untuk melakukan pembelajaan kembali ke pasar,” sambung Kiai Aziz.

Oleh karena itu, Kiai Aziz menyarankan agar pihak perbankan sedikit menurunkan kriteria kebolehan akses permodalan tersebut agar bisa benar-benar mendorong kemajuan para pelaku UMKM.

“Belum lagi mereka yang tinggal di desa-desa dengan akses perbankan cukup jauh,” katanya.

Baca: Fatayat NU Cirebon: Hati-hati dengan Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong!

Pertimbangan perbankan

Sementara itu, perwakilan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cirebon, Surahman Firdaus menjelaskan, ada dua fungsi perbankan di Indonesia. Yakni sebagai penghimpun dana masyarakat dan mengeluarkannya kembali melalui sejumlah produk pinjaman, di antaranya KUR.

“Beda KUR dengan pinjaman komersial adalah besaran bunganya yang disubsidi pemerintah, tetapi dananya dari bank. Jadi, bunga per tahunnya sama seperti piniaman lain, yakni 12-13%, kemudian dikurangi subsidi menjadi 3-6% per tahun,” katanya.

Surahman menjelaskan, KUR merupakan fasilitas pinjaman yang bisa dimanfaatkan untuk permodalan para pelaku UMKM. Menurutnya, ada jenis KUR sesuai dengan kebutuhan para pelaku usaha.

Pertama, KUR Supermikro untuk pengajuan pinjaman maksimal Rp10 juta. Fasilitas ini bisa diproses di BRI Unit yang sudah tersedia di seluruh kecamatan. Suku bunganya hanya 3% per tahun,” katanya.

perwakilan dari BRI Cirebon, Surahman Firdaus. Dok FATAYAT NU CIREBON

Kedua, KUR Mikro. Surahman menjelaskan, peluang permodalan ini bisa diakses untuk kebutuhan di atas Rp10 juta hingga Rp100 juta.

“Terakhir, KUR Kecil. Berbeda dengan dua jenis sebelumnya, KUR ini harus diproses di Kantor Cabang Pembantu (KCP). Fasilitas ini untuk permodalan dari Rp100 juta sampai Rp500 juta,” katanya.

Menurut Surahman, faktor gagal akses KUR kadang tidak hanya dari rekam jejak perbankan, tetapi dari keseriusan calon debitur terhadap pengembangan usahanya.

“KUR itu syaratnya calon peminjam harus sudah melaksanakan kegiatan usahanya minimal selama enam bulan atau telah mendapatkan laba. Ini sebenarnya lebih mudah ketimbang pinjaman komersial yang mensyaraktan usaha berjalan minimal dua tahun,” katanya.

Syarat kedua, lanjut Surahman, adalah bersih dari catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), yang sebelumnua dikenal dengan istilah BI Checking.

“Kalau punya riwayat telat bayar pinjaman di bank lain selama tiga bulan, misalnya, itu mungkin masih bisa dimaklumi atau dikompromikan. Tapi kalau lebih dari itu, agak susah,” katanya.

Ketiga, kata Surahman, calon debitur harus sadar bahwa KUR bukanlah fasilitas pinjaman konsumtif.

“Harus digunakan sebagai modal produktif. Jika sudah memenuhi syarat itu, insyallah akan didukung permodalan dengan lebih mudah,” katanya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya diĀ Google News.