Ikhbar.com: Peristiwa Isra Mikraj merupakan salah satu mukjizat terbesar dalam sejarah Islam yang menggambarkan perjalanan luar biasa yang ditempuh Nabi Muhammad Saw. Peristiwa ini mengundang kekaguman sekaligus pertanyaan, terutama bagi mereka yang mencari penjelasan rasional.
Meskipun peristiwa tersebut, terutama Mikraj (perjalanan Nabi Saw menuju langit) bersifat metafisik, ternyata perkembangan dalam fisika modern, khususnya teori relativitas, telah memberikan perspektif baru yang menarik mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa itu secara teoretis.
Ulama terkenal asal Anatolia, Turki, Imam Bediuzzaman Said Nursi, penulis Al-Mi’râj an-Nabawi (Risalat el Nur, 1950) mengungkapkan, salah satu pertanyaan yang sering diajukan adalah bagaimana mungkin seseorang dapat melakukan perjalanan sejauh itu dalam waktu yang sangat singkat, sementara manusia modern membutuhkan waktu yang lama dengan bantuan teknologi?
Menjawab pertanyaan klasik itu, Imam Nursi menegaskan bahwa Allah Swt, yang menciptakan hukum alam, dapat memungkinkan perjalanan ribuan tahun hanya dalam sekejap jika Dia menghendaki.
Imam Nursi pun memberikan ilustrasi sederhana mengenai kecepatan rotasi dan orbit bumi.
“Dengan kecepatan rata-rata 30 kilometer per detik, bumi menempuh jarak sekitar 940 juta kilometer dalam setahun. Jika jarak tersebut dihitung dalam konteks waktu, maka setara dengan perjalanan ribuan tahun manusia biasa,” kata Imam Nursi, sebagaimana dikutip dari The Pen Magazine, Senin, 27 Januari 2025.
Hal ini, lanjut Imam Nursi, menunjukkan bahwa jarak dan waktu tidaklah mutlak, tetapi relatif, sesuai dengan teori relativitas yang dikemukakan oleh Albert Einstein.

Baca: Isra Mikraj di Mata Sains: Seperti Melompati Ujung Huruf U
Teori mimpi dalam relativitas Einstein
Penjelasan tersebut diperkuat dengan perbandingan kecepatan berbagai fenomena di alam. Misalnya, kecepatan suara di udara adalah 300 m/s, sedangkan kecepatan cahaya dalam vakum mencapai 300.000 km/s. Dalam satu detik, suara hanya dapat menempuh 300 meter, sedangkan cahaya dapat melintasi 300.000 kilometer.
Sementara itu, kecepatan imajinasi dan roh belum dapat didefinisikan atau diukur oleh fisika modern. Namun, dia menegaskan bahwa Mikraj berlangsung dalam kecepatan roh yang menjadikan waktu dan jarak menjadi relatif.
Imam Nursi mengakhiri penjelasan ini dengan analogi bahwa mimpi yang kompleks dapat dialami manusia dalam waktu yang sangat singkat.
Menurutnya, teori relativitas umum menjelaskan bahwa gravitasi tidak hanya memengaruhi ruang, tetapi juga waktu. Konsep ruang-waktu ini menunjukkan bahwa waktu dapat berjalan lebih lambat atau lebih cepat tergantung pada kecepatan gerak suatu objek dan kekuatan medan gravitasi di sekitarnya.
Fenomena ini, yang dikenal sebagai dilatasi waktu, telah dibuktikan melalui eksperimen ilmiah, seperti pengukuran jam atom yang bergerak di pesawat luar angkasa. Dalam eksperimen tersebut, jam yang bergerak lebih cepat mengalami perlambatan waktu dibandingkan dengan jam yang diam di bumi.
Baca: Isra Mikraj dan Cara Merawat Fungsi Buraq
Imam Nursi menggunakan analogi jam untuk menjelaskan perbedaan waktu bagi dua individu. Ia membayangkan jam dengan sepuluh penunjuk yang tiap-tiap darinya memiliki panjang yang berbeda tetapi berputar dengan kecepatan sudut yang sama. Dalam satu detik, ujung penunjuk yang lebih panjang akan menempuh jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan yang lebih pendek, meskipun semua bergerak dalam waktu yang sama.
Analogi tersebut menggambarkan bagaimana kecepatan yang berbeda menghasilkan pengalaman waktu yang berbeda pula. Penjelasan ini serupa dengan prinsip relativitas yang menunjukkan bahwa waktu berjalan lebih lambat bagi seseorang yang bergerak dengan kecepatan tinggi dibandingkan dengan yang diam.
Dalam konteks Mikraj, teori ini memberikan penjelasan rasional tentang bagaimana Nabi Muhammad Saw dapat melakukan perjalanan melintasi ruang dan waktu dalam waktu yang sangat singkat. Lebih lanjut, teori wormhole atau lorong waktu yang juga diusulkan oleh relativitas umum menyebutkan adanya jalur pintas dalam struktur ruang-waktu. Jalur ini secara teoretis memungkinkan perjalanan jarak jauh dalam waktu yang sangat singkat.
Meskipun konsep tersebut belum terbukti secara eksperimental, secara matematis teori ini mendukung kemungkinan perjalanan luar biasa seperti Mikraj.

Baca: Kafir Quraisy Kecele Fakta Isra Mikraj
Keselarasan sains dan iman
Sebagai tambahan, Imam Nursi menjelaskan fenomena seperti gerhana matahari untuk menggambarkan perbedaan jarak dan sudut pandang. Bulan yang ukurannya jauh lebih kecil dari matahari dapat sepenuhnya menutupi matahari saat gerhana karena berada pada garis pusat yang sama.
Ia juga membahas peluncuran roket yang dilakukan di dekat khatulistiwa untuk memanfaatkan kecepatan rotasi bumi yang lebih tinggi di daerah tersebut.
“Kecepatan ini, yang mencapai 40.075 km/h di ekuator, memberikan energi kinetik tambahan sehingga roket dapat diluncurkan dengan lebih efisien. Penjelasan ini menunjukkan bahwa hukum fisika mendukung variasi dalam gerak dan waktu, sebagaimana digambarkan dalam perjalanan Mikraj,” katanya.
Imam Nursi menyimpulkan bahwa waktu adalah dimensi dari gerakan, sehingga prinsip yang berlaku pada gerakan juga berlaku pada waktu. Ia menegaskan bahwa waktu dapat berubah dan berbeda seperti halnya gerakan. Penemuan modern dalam fisika, termasuk eksperimen dengan jam atom dan pengamatan terhadap bintang-bintang magnetik, mendukung teori relativitas yang menunjukkan bahwa waktu dan ruang tidak bersifat absolut.
Penjelasan Imam Nursi tentang Mikraj memberikan landasan spiritual yang sejalan dengan temuan-temuan fisika modern. Meski fisika tidak dapat menjelaskan fenomena ini secara menyeluruh, teori-teori ilmiah mendukung kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut.
Baca: Jadwal Pengajian Isra Mikraj Masjid Istiqlal, Dihadiri Prof. Quraish hingga Habib Ja’far
Hal ini juga menunjukkan bahwa iman dan ilmu pengetahuan dapat berjalan beriringan. Mikraj, sebagai peristiwa luar biasa, tidak hanya menegaskan kebesaran Allah Swt, tetapi juga kedudukan Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya.
Melalui penjelasan yang mendalam, Imam Nursi berhasil menunjukkan harmoni antara keimanan dan ilmu pengetahuan modern.