Perempuan di Irak Banyak Alami Pelecehan Seksual

Potret perempuan di Irak yang memperjuangkan penegakan undang-undang anti kekerasan perempuan. Foto: AFP/AHMAD AL-RUBAYE

Ikhbar.com: Mantan Anggota Parlemen Irak, Rizan Al-Sheikh Delir menyebut bahwa pelecehan seksual terhadap perempuan masih banyak terjadi di negaranya, tak terkecuali di gedung parlemen.

Dikutip dari Arab News, pengakuan Delir itu diungkapkan saat diundang dalam acara Game of Chair yang tayang di salah satu stasiun televisi Irak.

“Anggota parlemen perempuan beberapa kali menjadi sasaran pelecehan verbal dan lelucon yang tidak pantas,” ujar Delir dikutip dari Arab News pada Sabtu, 27 Januari 2024.

Ia mengatakan, fenomena tersebut masih terjadi di Irak lantaran belum adanya pencegahan yang serius.

“Masyarakat kita banyak yang menderita akibat kekerasan dan kebencian. Saya berada di urutan kedua dalam masyarakat seperti itu, siapa yang akan mendengarkan saya?,” katanya.

Delir mengungkapkan, masih banyak kaum laki-laki di Irak yang menganggap bahwa perempuan adalah manusia lemah. 

“Perempuan masih dianggap belum bisa memenuhi peran mereka. Kaum hawa masih diperlakukan sebagai warga negara kelas dua,” ucap dia.

Sektor lain

Delir menuturkan, pelecehan terhadap perempuan juga terjadi di beberapa tempat lainnya, seperti pasar, transportasi umum, jalanan, tempat kerja, dan sektor publik maupun swasta.

“Hal itu terungkap setelah para korban pelecehan berani melapor ke pihak berwajib,” katanya.

Pada 2021, Badan Suaka Uni Eropa menyebutkan bahwa pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di Irak masih sulit diberantas. Pasalnya, penegak hukum di sana belum berpihak kepada kaum hawa. 

“Selain itu, masyarakat Irak belum punya kesadaran akan hak-hak perempuan,” tulis Arab News.

Baca: Kemen-PPPA: Perempuan Korban Kekerasan Harus Berani Lapor

Meskipun legislator perempuan di Irak menguasai hampir 30% kursi parlemen, namun hal itu belum bisa menggugah pemerintah setempat untuk menegakkan hukum yang tegas.

“Pemerintah setempat seakan tutup telinga. Padahal jumlah legislator perempuan itu sebelumnya belum pernah terjadi sejak invasi AS ke Irak pada 2003 silam,” katanya.

Sementara, laporan dari tahun 2018 menunjukkan bahwa perempuan yang berpartisipasi dalam pemilu di negara tersebut juga mengalami berbagai macam pelecehan.

“Mereka mengalami intimidasi, pelecehan untuk menghalangi mereka memasuki dunia politik,” tulis Arab News.

Pelecehan terhadap perempuan di Irak juga merambah ke sektor media. Survei yang dilakukan Asosiasi Advokasi Kebebasan Pers di negara itu mengungkapkan bahwa 41% jurnalis perempuan pernah mengalami pelecehan.

“Dari jumlah tersebut, 15 persen terpaksa meninggalkan pekerjaannya,” katanya.

Asosiasi tersebut mengatakan bahwa dalam banyak kasus, para korban mengalami dikriminalisasi, dan diperas oleh pimpinan media.

“Akibatnya, banyak jurnalis perempuan yang sukses di bidang media mengundurkan diri,” tegasnya.

Kian sulit diberantas

Irak juga sempat digemparkan dengan kasus tewasnya vlogger YouTube berusia 22 tahun bernama Tiba Al-Ali. Ia meninggal dunia diduga dicekik oleh ayahnya sendiri.

“Berawal dari kasus tersebut, masyarakat kembali menyerukan diterbitkannya undang-undang kekerasan dalam rumah tangga,” katanya.

Namun seruan masyakat tersebut terus mengalami jalan buntu. Upaya untuk meloloskan undang-undang sejak tahun 2015 mendapat tentangan keras di parlemen.

“Parlemen mengatakan bahwa jika undang-undang tersebut disahkan, maka akan melanggar prinsip-prinsip Islam, penyimpangan dari nilai-nilai nasional dan ketidaksesuaian dengan budaya Irak,” tulis Arab News.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.