Ikhbar.com: Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (UN Women) menyebut bahwa serangan Israel ke Gaza, Palestina setidaknya menewaskan 10.000 perempuan.
Perwakilan UN Women, Maryse Guimond menegaskan bahwa data tersebut menjadi bukti atas kekejaman Israel kepada perempuan Palestina.
“Sungguh tak tertahankan menyaksikan meningkatnya kekerasan dan kehancuran akibat perang terhadap perempuan setiap hari, tanpa ada tanda-tanda akan berakhir,” ujar Guimond dikutip dari Arab News pada Jumat, 19 Juli 2024.
Ia mengatakan bahwa sebuah perang tidak pernah netral gender. Hal itu tidak diragukan lagi terjadi di Gaza yang mengakibatkan satu juta perempuan dan anak perempuan menanggung beban terburuk dari perang selama 10 bulan.
Baca: PBB: Butuh 15 Tahun untuk Bersihkan Bekas Reruntuhan akibat Bom Israel di Gaza
“Mereka kehilangan nyawa, sakit, lapar, kelelahan, dan harus menjaga keutuhan keluarga meskipun mereka terus-menerus takut akan kehilangan. Setiap perempuan yang saya temui punya kisah kehilangan,” katanya.
Selama kurang lebih 10 bulan konflik, ia menjelaskan bahwa setidaknya lebih dari 6.000 keluarga telah kehilangan sosok ibu.
“Gaza menyimpan lebih dari 2 juta kisah kehilangan. Para perempuan di Gaza hidup dengan berpindah-pindah tempat dan diselimuti ketakutan terus menerus,” ucapnya.
Menurutnya, nyaris tidak ada tempat yang aman bagi perempuan di Gaza. Hal itu dibuktikan berdasarkan data sembilan dari 10 orang harus mengungsi.
“Hampir satu juta perempuan dan anak perempuan telah mengungsi beberapa kali. Selain itu mereka dipaksa pindah ke daerah yang semakin sempit, mereka menjadi sasaran serangan dan pemboman,” tuturnya.
Lebih lanjut, Guimond mengatakan bahwa para korban dari kalangan perempuan itu pindah dengan tanpa perbekalan sama sekali. Mereka juga tanpa pengarahan yang jelas untuk tinggal di mana.
“Banyak perempuan mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak akan pindah lagi, karena hal itu tidak akan berpengaruh pada keselamatan dan kelangsungan hidup mereka,” kata Guimond.
Ia menjelaskan, warga Gaza telah mengalami 18 gelombang pengungsian tanpa ada jaminan keselamatan bagi siapa pun. Guimond mengaku Gaza yang ia kunjungi sangat berbeda dengan yang dikenalnya dulu.
“Saya memasuki dunia yang penuh kehancuran. Masjid, rumah sakit, toko, sekolah, universitas telah hancur semuanya,” katanya.
“Kerumunan pria, perempuan, dan anak-anak berusaha bertahan hidup di tenda-tenda darurat dan tempat perlindungan yang penuh sesak, dikelilingi oleh puing-puing dan kehancuran total, di tengah suara pertempuran dan pesawat tak berawak yang terus berlanjut,” imbuhnya.
Saking mengerikannya Gaza, Guimond mengatakan bahwa dirinya hampir tidak mengenali perempuan yang dikenalnya sebelum perang.
UN Women memperkirakan bahwa saat ini ada 557.000 perempuan Palestina yang terancam kelaparan.
Meski demikian, ia memuji para perempuan Gaza atas kekuatan dan kemanusiaan mereka yang luar biasa dalam perjuangannya untuk bertahan hidup.
“Mereka masih mempunyai harapan dan solidaritas, meskipun terus diancam kehancuran. Saya telah bertemu dengan banyak perempuan hebat di Gaza yang mengurus keluarga dan komunitas mereka dalam menghadapi kelaparan, kematian, penyakit, dan pengungsian,” katanya.
Ia menghimbau masyarakat internasional untuk mendukung kerja organisasi-organisasi yang dipimpin perempuan di Gaza, dan memastikan tersedianya tempat bagi perempuan dalam proses pengambilan keputusan.
“Perempuan tidak ingin mati. Mereka tidak ingin menguburkan orang yang mereka cintai. Mereka tidak ingin ditinggal sendirian dan menderita,” tegasnya.
Guimond juga menggaungkan seruan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres untuk gencatan senjata segera di Gaza. Selain itu ia meminta pembukaan semua penyeberangan darat untuk memberikan akses penuh ke wilayah itu untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.