Diskriminasi Perempuan Lahir akibat tak Konsisten Jalani Prinsip Agama, kata Penasihat Grand Syekh Al-Azhar

Penasihat Grand Syekh Al- Azhar, Mesir, Nahla Sabry El Seidy dalam seminar yang digelar Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Jumat, 12 Juli 2024. Dok KEMENAG

Ikhbar.com: Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung menggelar Kuliah Umum Internasional bertajuk “Kepemimpinan Perempuan dalam Islam.” Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber, penasihat Grand Syekh Al- Azhar, Mesir, Nahla Sabry El Seidy.

Rektor UIN Sunan Gunung Djati, Rosihon Anwar mengatakan, seminar tersebut sangat penting demi memperkuat peran kampus sebagai pusat penyebaran Islam menuju kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

“Peran dan kepemimpinan perempuan dalam segala aspek kehidupan. PSGA sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mempersipkan kajian ilmiah bersama Prof Nahla Sabry El Seidy, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semuanya,” ucap Rosihon, di Aula Program Pascasarjana, Kampus II, Bandung, Jumat, 12 Juli 2024.

Baca: [Opini] Netizen Muslimah Ibu Kandung Moderasi di Jagat Maya

Sementara itu, sebagai pembicara utama, Nahla menjelaskan, dalam ajaran Islam, kedudukan perempuan dan laki-laki sama, kecuali derajat ketakwaannya. Dia menegaskan bahwa dalam Al-Qur’an maupun hadis, kedudukan perempuan mendapat apresiasi dalam bentuk al musawah (persamaan derajat) dalam berbagai level eksistensi, kontribusi, dan partisipasi baik dalam level privat maupun publik.

“Bagaimana perempuan terlibat dalam proses kecerdasan umat, yang mana semua terjadi pada masa Nabi Muhammad Saw, bahkan perempuan pun diperbolehkan dalam medan pertempuran, dan di luar itu perempuan berperan dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya,” tegasnya.

Menurutnya, peran perempuan itu sangat vital, sangat strategis untuk mengembangkan kehidupan Islam secara multi dimensi.

Syariat Islam berkali-kali menjelaskan tentang bagaimana peran perempuan dalam membangun masyarakat, bahwa perempuan sebagai mitra laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad Saw yang menyebut bahwa perempuan adalah mitra dari para kaum lelaki.

Baca: Kerap Dianggap tak Ada, Ini Daftar Ilmuwan Perempuan Muslim Dunia

“Karena syariat Islam sebenarnya tidak mengenal istilah diskriminasi terhadap perempuan, marginilisasi terhadap perempuan, sehingga perempuan dalam syariat Islam adalah unsur pokok akan terjadinya kebangkitan umat,” tandasnya.

Namun, mengapa terjadi kemunduran? Terjadi marginilisasi perempuan? Jawabannya karena dua hal. Pertama, tidak komitmen mengikuti prinsip-prinsip agama yang sebenarnya mengagungkan peran perempuan. Kedua, terjerumus dengan tradisi yang kurang baik yang mendiskriminasikan perempuan ini terjadi di beberapa kalangan.

Al-Azhar mempunyai peran dalam merekontruksi pemahaman-pemahaman yang bersifat miskonsepsional, terkait bagaimana peran perempuan, Al-Azhar melihat bahwa diskriminasi perempuan atas nama agama adalah dilandasi dengan kebodohan,” tandasnya.

Nahla juga memberikan rekomendasi dari kegiatan ini kepada para pimpinan kampus untuk melibatkan lebih banyak partisipasi perempuan dalam pembuatan kebijakan kampus dan memberikan peningkatan kapasitas perempuan dalam penggunaan teknologi.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.