Ikhbar.com: Gua Hira menjadi saksi peristiwa besar dalam sejarah Islam, yakni Nuzulul Qur’an atau turunnya Al-Qur’an ke muka bumi. Peristiwa itu dimulai ketika Nabi Muhammad Saw melakukan tahannuts atau semacam meditasi ala masyarakat Arab pra-Islam.
Ketika Nabi sedang tertidur, ia dikejutkan dengan kedatangan Malaikat Jibril As yang tiba-tiba memintanya membacakan wahyu pertama, QS. Al-Alaq: 1-5.
Dikutip dari Sirah an-Nabawiyah li Ibnu Hisyam, setidaknya Jibril mengulangi permintaannya kepada Rasulullah itu sebanyak empat kali. Selama itu pula, Nabi tidak menyanggupinya sampai-sampai Jibril memeluk Nabi Muhammad hingga membuatnya kian gugup.
Sampai kemudian Jibril menuntun Nabi membaca wahyu itu. Lalu, Nabi pun terbangun, dan seakan-akan wahyu itu sudah tertancap kuat di hatinya.
يا محمد, أنت رسول الله وأنا جبريل
“Wahai Muhammad, engkau utusan Allah, dan aku adalah Jibril!,” jelas Jibril kepada Nabi sesaat setelah dia keluar dari pertapaannya.
Pernyataan Jibril As itu membuat Rasulullah makin terperangah. Perasaan campur aduk menghampiri diri Nabi. Ia dilanda perasaan tak percaya diri dan memilih mematung beberapa saat.
Ia menyaksikan seluruh penjuru langit yang tampak serupa, yakni sama-sama menampakkan sosok Jibril yang mendeklarasikan kerasulannya.
Bahkan, Nabi Muhammad Saw masih tetap berdiri keheranan, sampai utusan Khadijah tidak berhasil menemukannya yang sudah cukup lama menyepi.
Baca: 3 Amalan Istimewa di Malam Nuzulul Qur’an
Dukungan Khadijah
Tak lama setelah peristiwa yang menggetarkan hati itu terjadi, Nabi Muhammad Saw bergegas pulang. Ia langsung menghampiri sang istri tercinta, Khadijah dan berbaring di pangkuannya.
Rasulullah Saw kemudian menceritakan perjumpaannya dengan Malaikat Jibril, sekaligus sewaktu wahyu Allah ia terima untuk pertama kali.
“Wahai Abu Qasim, berilah kabar gembira (kepada umat manusia atas kerasulanmu), teguhlah, percaya dirilah! Sungguh, aku pun mengharapkan engkau menjadi sosok Nabi untuk umat ini!.”
Menjadi rasul untuk semesta alam, tentu saja tidak pernah terlintas di benak Nabi Muhammad Saw. Hal itulah yang membuat Nabi merasa lemah, kehilangan kepercayaan diri, bahkan meragukan kebenaran kejadian yang ia saksikan.
Menanggapi perasaan Rasulullah Saw yang seakan ragu dengan apa yang dialaminya itu, Khadijah justru langsung memercayai dan mendukung Nabi.
Singkat cerita, Khadijah bergegas menggali informasi dari sumber tepercaya. Ia lantas menemui sepupu tertuanya, Waraqah bin Naufal. Konon, dia adalah ahli kitab dari kalangan Nasrani yang terkenal berperangai baik dan menguasai Kitab Taurat serta Injil.
Mendengar kerasulan Nabi dari Khadijah, Waraqah seketika memuji dan membenarkan kabar itu. Ia berpesan kepada Khadijah agar semakin meneguhkan hati Nabi.
Tidak cukup di situ, Khadijah mencari penguat lain soal kerasulan suaminya. Ia menguji keberadaan Malaikat Jibril dengan cara pindah posisi duduk berkali-kali bersama Rasulullah.
Setiap kali pindah, Nabi selalu merasakan kehadiran Malaikat Jibril. Sampai, saat Khadijah membuka penutup kepala (membuka auratnya), Nabi Muhammad Saw tidak lagi merasakan kehadirannya.
اثبت وأبشر فوالله إنه لملك وما هذا بشيطان
“Demi Allah, dia (Jibril) benar-benar malaikat, bukan setan! Tebarlah kabar gembira dan percaya dirilah wahai Nabi!” tegas Khadijah sekali lagi.
Setelah benar-benar yakin dan dapat meyakinkan Nabi, Khadijah saat itu langsung menerima dakwah Nabi. Dengan demikian, ia dinobatkan sebagai orang yang pertama kali iman kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw.
Dengan ketangguhan yang dimilikinya itu, Khadijah pun selalu menjadi pelipur lara dan pendobrak semangat Nabi dalam berdakwah, terutama saat di Makkah.
Baca: Kapan Malam Lailatul Qadar? Ini Prediksi Ulama
Ayat-ayat Nuzulul Qur’an
Peristiwa sakral itu disebutkan di sejumlah ayat, yakni pada QS. Al-Qadar, QS. Al-Baqarah: 185, QS. Ad-Dukhan: 3.
Dalam QS. Ad-Dukhan: 3, dengan gamblang bahwa Allah Swt menurunkan Al-Qur’an di malam yang penuh berkah. Allah Swt berfirman:
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
“Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan.”
Imam Ibnu ‘Asyur dalam Al-Tahrir wa Al-Tanwir menjelaskan, “lailah mubarakah” tak lain ialah suatu malam di bulan Ramadan ketika Al-Qur’an pertama kali diterima Nabi Muhammad Saw di Gua Hira.
Imam Ibnu ‘Asyur juga menyebut hal sama ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah: 185.
Terlepas dari perbedaan pendapat soal tanggal berapa Al-Qur’an diturunkan, ulama sekelas Imam At-Thabari dan Imam Al-Qurtubhi sepakat bahwa “lailah mubarakah” adalah Nuzulul Quran.
“Penurunan Al-Qur’an kepada Nabi melalui Malaikat Jibril untuk pertama kali disebut juga dengan lailah mubarakah,” demikian dituliskan Imam Al-Qurthubi dan Imam At-Thabari di tafsirnya masing-masing.