Oleh: Tina Haryati (Guru MAN 2 Kota Sukabumi, Jawa Barat)
PEREMPUAN menjadi satu dari sekian banyak manifestasi keindahan yang dianugerahkan Tuhan. Dalam ajaran Islam, Rasulullah Muhammad Saw senantiasa menganjurkan umatnya untuk menghargai dan memuliakan kaum hawa, bahkan menganggapnya setara wewangian.
“Aku senang perempuan dan parfum, serta mataku selalu merasa teduh dengan salat.” (HR. Imam Ahmad dan An-Nasa’i).
Selain itu, perempuan juga dianggap sebagai pusat kehidupan. Perempuan adalah titik mula peradaban umat manusia. Pasalnya, dari seorang perempuan sebagai ibulah kualitas ilmu, akhlak, dan masa depan generasi bangsa sedikit banyak tertanamkan. Jadi, tidak keliru ketika pujangga Arab mashyur, Ahmad Syauqi pun menulis, “Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, hal itu senilai dengan mempersiapkan peradaban bangsa dari pokok-pangkalnya.”
Kecenderungan yang lain adalah bahwa perempuan disebut lebih dekat dengan tingkah kelembutan dan kasih sayang. Pada 2022 lalu, sebuah penelitian dari University of California San Diego School of Medicine berjudul “Women and Men Differ in Relative Strengths in Wisdom Profiles: A Study of 659 Adults Across the Lifespan” menunjukkan bahwa perbedaan gender relatif terhadap kebijaksanaan. Secara umum, perempuan mendapat skor lebih tinggi pada item yang berhubungan dengan kasih sayang dan refleksi diri. Sedangkan pria punya keunggulan pada item yang berhubungan dengan kognitif dan regulasi emosional.
Oleh sebab itu, di tengah gencarnya arus informasi era digital yang mempertaruhkan karakter dan masa depan bangsa ini, sudah selayaknya, potensi dan nilai-nilai keunggulan yang disebut melekat pada kaum perempuan itu tidak hanya perlu dirawat dan dilestarikan. Akan tetapi harus diperluas cakupannya hingga ke ranah media sosial (medsos) hingga mampu menebarkan manfaat ke banyak orang.
Baca: Kerap Dianggap tak Ada, Ini Daftar Ilmuwan Perempuan Muslim Dunia
Wajah dan jangkauan perempuan di medsos
Sejak 2021, Survei Indeks Literasi Digital Nasional mencatat bahwa pengguna internet di Indonesia didominasi perempuan. Sedangkan menurut We Are Social, dari 139 juta identitas pengguna medsos di Indonesia pada Januari 2024, netizen dengan identitas perempuan sebanyak 51,3% dan laki-laki (48,7%). Angka ini bisa dijadikan bukti bahwa perempuan Indonesia telah mendapatkan akses ke teknologi dan sedang terus menjalani migrasi dan transformasi digital.
Mengingat tuntutan peran dan tanggung jawab dalam pembentukan karakter bangsa itulah, maka sudah saatnya perempuan untuk tak hanya membangun diri dan keluarganya, tapi juga membangun masyarakat dan negara melalui peluang kemudahan komunikasi dan berbagi informasi di era yang kian canggih.
Sayang, rupanya panggang masih jauh dari api. Pengguna perempuan justru terdeteksi turut menyumbang bentukan data Survei Digital Civility Index (DCI) dari Microsoft pada 2020 lalu yang mendapuk netizen Indonesia sebagai warganet paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Indikator kesopanan itu bahkan berada di tingkatan paling bawah dari 32 negara yang didata.
Perempuan di internet, terutama di medsos masih belum mendapatkan gambaran wajah yang baik nan membanggakan. Belum lagi, dengan bertebarannya stereotipe yang menuding bahwa perilaku netizen perempuan Indonesia di dunia maya masih melulu tentang pemantik tindak keasusilaan, penyebar hoaks, hingga predikat-predikat negatif lainnya yang sudah sangat genting dan perlu dilawan.
Baca: Bolehkah Perempuan Lebih Dulu Menyatakan Cinta? Begini Penjelasan Ning Uswah
Menguatkan jurus moderasi
Pada akhirnya, perempuan memiliki beban dan tanggung jawab yang berlipat saat aktif di medsos. Satu sisi, perempuan memiliki tugas untuk membentuk karakter masa depan yang lebih baik, di sisi lain, ia punya kewajiban untuk menyudahi sematan-sematan kurang baik yang disasarkan pada perempuan, baik yang bersumber dari faktor internal, maupun dari sebagian khalayak.
Salah satu caranya adalah perempuan Muslimah mesti betul-betul mulai bisa menanamkan spirit moderasi baik dalam dunia nyata maupun jagat maya. Secara singkat, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata “moderasi” sebagai pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Jika sudah mampu menanamkan prinsip ini, niscaya perempuan akan mampu mencatatkan kiprahnya jauh lebih baik.
Khusus di ranah internet dan medsos, setidaknya ada tiga prinsip moderasi yang harus mulai ditanamkan netizen perempuan. Yakni menghargai perbedaan, membiasakan tabayun, serta serba-tenang atau tidak mudah terpancing provokasi.
Menghargai perbedaan menjadi prinsip dasar dari sikap moderat. Segenap perbedaan yang hadir, termasuk keragaman pendapat, pilihan, dan keputusan di dunia maya harus disikapi dengan mengedepankan semangat saling menghargai. Ihwal perbedaan ini, seorang Muslimah harus berpegang teguh pada QS. Al-Anbiya: 107 yang menekankan dibutuhkannya untuk bersikap sebagai rahmat di tengah kekayaan perbedaan.
Selain menghargai perbedaan, membiasakan diri untuk melakukan tabayun adalah kunci agar seorang Muslimah tidak terjebak dalam fitnah, gibah, maupun provokasi yang memang masih rentan terjadi dan ditemukan di dunia maya. Bahkan, perempuan harus bisa hadir sebagai penerang dan juru damai di tengah konflik, kesalahpahaman, maupun kesimpang-siuran informasi di dunia maya. Cara ini tentu tidak mudah. Akan tetapi, upaya tersebut bisa menjadi langkah yang memungkinkan untuk dilakukan perempuan yang telah berusaha menggenapi dirinya dengan berbagai literasi.
Terakhir, sikap tenang. Islam tidak menyarankan umatnya untuk reaktif. Prinsip menghargai perbedaan dan membiasakan diri untuk tabayun sudah cukup menjadi modal bagi seorang perempuan menjadi serba-tenang, terutama saat mengakses media sosial. Sikap tenang ini juga bukan hal yang mustahil dilakukan netizen perempuan, mengingat kelembutan dan kasih sayang telah menjadi modal dasar yang dianugerahkan Tuhan semenjak awal.
Alhasil, perempuan memang ibu kandung moderasi di dunia maya. Perempuan harus bisa bergerak dengan mendigdayakan seluruh anugerah yang dimilikinya untuk melahirkan perdamaian dan interaksi penuh kasih sayang, terutama di tengah belantara media sosial.[]