Ikhbar.com: Islam hadir untuk membebaskan manusia dari segala bentuk kezaliman. Risalah kenabian Rasulullah Muhammad Saw telah berhasil mengantarkan cahaya terang di tengah kegelapan masyarakat jahiliyah, terutama terkait dengan nasib perempuan.
Demikian disampaikan praktisi fikih perempuan, Nyai Uswatun Hasanah Syauqi dalam Hiwar Ikhbar bertema Pernikahan dan Posisi Perempuan dalam Fikih Berkeadilan, Senin, 15 Mei 2023. Dia juga menjelaskan bahwa Al-Qur’an turun di tengah kebiasaan bengis masyarakat Arab yang rela menguburkan bayi perempuannya hidup-hidup dengan alasan membebaskan diri dari aib dan kutukan.
“Di masa itu, perempuan atau seorang istri, bahkan bisa diwariskan. Perempuan dipahami bukan sebagai bagian dari manusia, komoditas, dan tamlik (barang kepemilikan),” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar, Mojokerto, Jawa Timur tersebut.
Lantas, lanjut Ning Uswah, sapaan akrabnya, Al-Qur’an merevolusi penilaian terhadap perempuan melalui QS. Al-Hujurat: 13. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Menurut Ning Uswah, ayat tersebut menunjukkan bahwa pada masa dahulu orang-orang kerap memberikan penilaian hanya berdasarkan jenis kelamin, identitas suku, dan latar belakang kebangsaan. Melalui ayat tersebut, Allah Swt menyetarakan semuanya dan meneguhkan ketakwaan sebagai satu-satunya indikator kemuliaan manusia.
“Dulu, bayi ini laki-laki atau perempuan? Kalau laki-laki, jangan dikubur hidup-hidup. Suku Quraisy atau bukan? Jika Quraisy harus dihormati. Banga Arab atau bukan? Kalau ajam (non-Arab) tidak usah dihargai,” katanya.
“Kemudian Al-Qur’an menghapus kasta itu. Islam memangkas semua indikator tersebut,” katanya.
Yang lebih mencerahkan lagi, kata Ning Uswah, Al-Qur’an mengakomodir perempuan sebagai sebenar-benarnya manusia. Hal itu dibuktikan dengan permulaan ayat tersebut dengan lafal “Ya ayyuha an-nas.”
“Dulu, ada cerita, Rasulullah Saw memanggil atau mengumpulkan sahabatnya dengan kalimat ‘ya ayuha an-nas‘ yang berarti ‘wahai sekalian manusia.’ Lalu, istri Nabi Saw ikut bergegas ketika mendengar panggilan tersebut hingga ditegur orang lain, bukankah Nabi Saw tidak memanggil perempuan? Istri Nabi pun menjawab, ‘Bukankah perempuan juga manusia?” kisah Ning Uswah.
Kehadiran Islam, pada akhirnya berhasil membuat pakem baru yang lebih berkeadilan. Kemuliaan seseorang tidak lagi ditentukan oleh jenis kelamin, suku, dan bangsanya. “Akan tetapi murni berdasarkan level ketakwaannya,” kata dia.