Ikhbar.com: Nisfu Syakban secara harfiah berarti pertengahan bulan Syakban, bulan kedelapan dalam kalender Hijriyah atau Ruwah dalam kebudayaan Jawa. Keutamaan Nisfu Syakban mengantarkan pada kebiasaan khas yang berbeda-beda di berbagai daerah. Masyarakat menyambut momen ini sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
“…Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. An Nasa’i).
Keberagaman ekspresi dalam menyambut dan mengisi Nisfu Syakban itu, misalnya, di Jepara dan Kudus yang mempersembahkan tradisi Bodo Puli atau Hari Raya Puli.
Ahmad Kamaludin dalam Tradisi Bodho Puli di Desa Karangnongko Nalumsari Jepara: Studi Analisis Makna Filosofis (2020) menjelaskan, tradisi Bodo Puli disimbolkan dengan penganan yang berbahan dasar beras yang ditumbuk halus dan dimakan dengan parutan kelapa.
“Kata puli berasal dari bahasa Arab: ‘ufwu lii, yang mempunyai makna maafkanlah aku,” tulis dia, dikutip pada Selasa, 7 Maret 2023.
Dia menambahkan, puli dinikmati jemaah setelah tokoh agama membacakan QS. Yasin sebanyak tiga kali lalu dilanjutkan dengan doa khusus Nisfu Syakban.
“Biasanya tradisi ini dilakukan di masjid atau musala. Selain puli, terdapat penganan lain yang dihidangkan, yaitu ketan, gedang, apem, rengginang serta jajan lainnya,” kata dia.
Lain halnya dengan masyarakat desa Ciomas, Ciamis. Faizal Muzammil dalam Dimensi Dakwah Islam dalam Budaya Nyepuh (2021) mengatakan bahwa masyarakat setempat menyambut Nisfu Syakban dengan tradisi nyepuh.
Faizal mengatakan, tradisi ini meliputi rangkaian kegiatan tradisional sepanjang bulan Syakban. Kegiatan utamanya adalah bersih-bersih saluran air (Sunda: susukan), demi menjaga aliran irigasi tidak tersumbat sampah, membersihkan jalan-jalan, dan membersihkan pemakaman umum serta makam keramat yang berada di hutan Geger Emas. Rangkaian tersebut dilakukan setiap minggu di bulan Syakban untuk tiap-tiap lokus.
“Pada minggu keempat, seluruh masyarakat berkumpul di makam keramat dengan membawa bahan makanan untuk didoakan dan digunakan sebagai lauk-pauk pada Ramadan,” ujar Faizal.
Masih banyak tradisi yang dilakukan di Nusantara untuk menyambut Nisfu Syakban. Beberapa di antaranya adalah tradisi Munggahan yang dilakukan di sebagian besar daerah Sunda, dan tradisi Ruwahan di Cirebon. Selain dimaksudkan untuk kegiatan spiritual, tradisi-tradisi ini juga memiliki tujuan lain, seperti aspek sosial dan ekologi.