Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ning Uswah yang sangat kami banggakan. Perkenalkan, nama saya Asma Nada Aulia dari Tangerang, Banten.
Belakangan ini, saya sering menyaksikan seorang istri/suami yang memergoki kemudian melabrak pasangannya yang sedang berselingkuh dengan merekam dan menyebarkan videonya hingga viral. Sebagian dari mereka berdalih melakukan itu demi memberikan efek jera. Bagaimana sebenarnya hukum menggunakan cara-cara tersebut menurut hukum islam? Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Baca: Islam Mengkritik Sebutan Pelakor
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb.
Kak Asma Nada Aulia di Tangerang, Banten.
Sebagai manusia, wajar bila muncul rasa kesal dan sakit hati ketika ada pihak yang mengkhianati, lalu terbesitlah ide untuk memviralkan perbuatan-perbuatan buruk tersebut agar si pelaku menjadi jera, tanpa peduli meskipun aib yang disebarkan itu dilakukan orang terdekat, sahabat, atau bahkan keluarga.
Pengaruh media sosial ikut andil dalam pembentukan budaya viral-memviralkan sehingga susah untuk dihentikan lajunya.
Dalam Islam, menyebar berita kekejaman dilarang oleh Allah Swt.
اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nur: 19).
Rasulullah Muhammad Saw juga bersabda:
لا يَستُرُ عبدٌ عبدًا في الدنيا إلا سَتَره الله يوم القيامة
“Tidaklah seorang hamba menutupi (aib) hamba lainnya di dunia melainkan Allah akan menutupi (aib)-nya pada hari kiamat. (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan:
إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya, maka kamu telah mengghibahnya. Dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya, maka kamu telah membuat kedustaan atasnya. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Darimi)
Kasus perzinaan juga mendapat perhatian khusus hingga terdapat sejumlah hukuman bagi pelaku, baik itu zina muhsan (pelaku yang sudah berkeluarga) maupun ghairu muhsan (pelaku yang masih lajang).
Dalam QS. Al-Isra: 32, Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.”
Suami atau istri korban perselingkuhan ada baiknya tidak menyebarkan video perselingkuhan yang ia dapatkan, tetapi cukup hanya dengan menyimpannya untuk dijadikan bukti di hadapan polisi atau pengadilan agar bisa memenuhi tuntutan Pasal 284 Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal itu disebutkan, pelaku perselingkuhan yang terbukti kebenarannya terancam hukuman maksimal sembilan bulan penjara.
Baca: Suka ‘Ngecek’ HP Suami/Istri? Ini Batasan Privasi menurut Fikih
Kasus perzinahan termasuk dalam kategori jenis delik aduan. Artinya, kasus tersebut bisa diproses hukum hanya berdasarkan laporan pihak-pihak terkait. Sebaliknya, menyebarkan video orang lain secara sepihak, maka ia berpotensi mendapatkan gugatan balik melalui Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dianggap telah melalukan pencemaran nama baik dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Terlebih jika video yang disebar tersebut mengandung unsur pornografi, maka bisa didenda hingga mencapai milyaran rupiah.
Mendorong persoalan perselingkuhan ke ranah hukum merupakan hal yang dinilai sah-sah saja. Korban perselingkuhan tidak harus berdiam diri dan serba-menerima apa yang telah terjadi.
Dalam QS. An-Nisa: 148, Allah Swt berfirman:
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Permasalahan setiap manusia sangat beragam. Selain dituntut untuk bisa menyelesaikan masalah dengan baik, sebelum pada akhirnya bertawakal pada Allah Swt, hal yang perlu diperhatikan adalah pentingnya memiliki kecerdasan emosional agar tidak jatuh dalam kebinasaan dan kerugian. Jangan sampai niat membuat jera lawan justru berbalik merugikan diri sendiri.
Allah Swt berfirman:
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195).
Baca: Selalu Salah di Mata Mertua? Ini Saran Ning Uswah
Sebenarnya, apa yang sedang dicari ketika seseorang memviralkan video penggerebekan dari peristiwa dugaan perselingkuhan? Apakah kepuasan ketika warganet menghujatnya atau hanya membutuhkan klarifikasi dan permintaan maaf dari orang tersebut?
Lantas, apakah dengan hal tersebut akan mampu membuat hati korban sembuh dari rasa sakit hati? Apakah tidak lebih baik menyimpan energi untuk mengatasinya dengan cara yang lebih elegan?
Tidak selamanya memviralkan konten menjadi jawaban setiap persoalan. Belum lagi, jejak digital akan tetap melekat pada pelaku dan keturunannya kelak.
Bukan hujatan atas kezaliman orang lain yang mampu membuat korban menjadi sembuh, tetapi hanya diri sendirilah yang menjadikannya bisa kembali bangkit dari keterpurukan serta meraih kebahagiaan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Penjawab: Nyai Uswatun Hasanah Syauqi, Praktisi Fikih Nisa, Sekretaris Majelis Masyayikh Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA), serta Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar Mojokerto, Jawa Timur.
Bagi pembaca Ikhbar.com yang memiliki pertanyaan seputar fikih ibadah maupun muamalah, hukum waris Islam, keuangan dan ekonomi syariah, tata kelola zakat, dan sejenisnya, bisa dilayangkan melalui email redaksi@ikhbar.com dengan judul “Konsultasi.”
Setiap as’ilah atau pertanyaan yang masuk, akan dibedah melalui tim maupun tokoh-tokoh yang cakap di bidangnya dengan sumber-sumber rujukan valid dalam literatur keislaman.