Assalamualaikum. Wr. Wb.
Kiai Alam dan Ikhbar.com, perkenalkan saya Mohammad Hatta dari Indramayu, Jawa Barat.
Sebagian masyarakat ada yang terbiasa membagi finansial atau keuangan rumah tangga mereka menjadi “uang laki-laki/suami” dan “uang perempuan/istri.” Uang laki-laki biasanya diperoleh dari kerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sekunder seorang suami, begitu juga sebaliknya. Pertanyaannya, apakah konsep tersebut diperbolehkan di dalam fikih? Bagaimana saran terbaik tentang manajemen keuangan/nafkah dalam keluarga menurut Islam? Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Baca: Cara Hitung Nafkah untuk Anak setelah Cerai
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb
Pemenuhan nafkah keluarga merupakan kewajiban yang penting ditunaikan dalam Islam. Rasulullah Muhammad Saw sangat mengapresiasi bagi mereka yang menjalankan kewajiban tersebut.
Memberikan nafkah kepada keluarga dianggap sebagai bentuk sedekah dan orang-orang yang mencari nafkah untuk keluarganya akan mendapatkan derajat yang tinggi di akhirat.
قال صلى الله عليه و سلم ما أنفقه الرجل على أهله فهو صدقة وإن الرجل ليؤجر في اللقمة يرفعها إلى في امرأته
“Rasulullah Saw bersabda, ‘Nafkah yang diberikan seorang laki-laki kepada keluarganya adalah sedekah. Sungguh, seseorang diberi ganjaran karena meski sesuap nasi yang dia masukkan ke dalam mulut keluarganya.” (HR. Muttafaq alaih)
Di dalam ajaran Islam, peran suami dan istri dalam keluarga memiliki kerangka yang jelas. Suami dianggap sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk memberikan nafkah dan perlindungan bagi istri dan anak-anaknya. Sedangkan istri berperan sebagai ibu rumah tangga yang memiliki tanggung jawab dalam mengurus keluarga, anak-anak, dan mendukung suami dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Meskipun suami wajib memberikan nafkah dalam bentuk kebutuhan dasar keluarga seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal, bukan berarti mengesampingkan kemungkinan bagi istri untuk memberikan kontribusi ekonomi pada keluarga. Dalam beberapa situasi, istri diperbolehkan untuk bekerja dan menyumbang secara ekonomi, selama tugas dan peran utama sebagai ibu rumah tangga tetap terpenuhi.
Dalam sebuah kisah terdapat seorang perempuan bernama Zainab yang bertanya kepada Nabi Saw tentang sedekahnya kepada suami. Zainab mengkonfirmasi apakah benar bahwa bersedekah kepada suami itu sebaik-baik sedekah? Dengan tegas, Rasulullah Saw menjawab, “Benar.”
Artinya, Islam membolehkan seorang istri memiliki kontribusi ekonomi pada keluarganya.
Menurut fikih, aturan mengenai pemisahan atau penyatuan uang dalam pernikahan dapat disesuaikan dengan situasi dan kesepakatan antara suami dan istri. Hal ini mencerminkan fleksibilitas agama dalam mengakomodasi kebutuhan dan preferensi keluarga.
Baca: Mengambil Duit dari Dompet Suami Pelit
Akan tetapi, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam kondisi tersebut:
Pertama, suami memiliki kewajiban memberikan nafkah pokok atau dasar bagi istri dan keluarganya seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Kedua, keputusan pemisahan dan penyatuan keuangan dalam keluarga merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh suami dan istri melalui sebuah kesepakatan yang berdasarkan pada unsur saling rela.
Ketiga, pemisahan uang, dalam beberapa kasus, dapat dianggap sebagai tindakan sebagai sistem pengaturan finansial rumah tangga yang lebih bijaksana, terutama jika salah satu pasangan ingin mengelola keuangan secara independen, memiliki tabungan pribadi, atau menjaga kontrol lebih besar atas keuangan personal mereka.
Keempat, pemisahan uang tidak sampai mengakibatkan ketidakadilan atau ketidaksetaraan antara suami dan istri. Suami tetap bertanggung jawab memberikan nafkah kepada istri dan keluarga. Hal ini harus tetap menjadi poin utama dalam manajemen keuangan.
Kelima, prinsip-prinsip keadilan, kerelaan, dan kepercayaan antara suami dan istri sangat penting dalam semua tindakan keuangan dalam rumah tangga. Pasangan harus menjalankan peran dan tanggung jawab mereka dengan itikad baik, saling percaya, dan dengan fokus pada kebaikan dan kesejahteraan keluarga.
Dalam praktiknya, beberapa pasangan mungkin memilih untuk memisahkan sebagian atau seluruh aset keuangan untuk tujuan tertentu, sementara aspek-aspek lain dari keuangan keluarga tetap disatukan. Keputusan ini harus diambil dengan penuh tanggung jawab, saling pengertian, dan semangat kerja sama demi memajukan kebaikan keluarga sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Penjawab: Dr. KH Ahmad Alamuddin Yasin, Pakar Hukum Keluarga Islam, Pengasuh Pondok Darussalam Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat.