Gerakan Pro-Palestina Dibungkam AS? Ini Biang Keladinya

Para pengunjuk rasa solidaritas Palestina berunjuk rasa di luar Konvensi Nasional Demokrat di Chicago, Illinois, pada 21 Agustus 2024. Foto: Al Jazeera/Ali Harb

Ikhbar.com: Sebuah dokumen kebijakan berjudul Project Esther, yang dirilis lembaga pemikir konservatif Heritage Foundation pada 2024, kini menuai sorotan setelah disebut-sebut menjadi acuan kebijakan pemerintahan Donald Trump untuk menekan gerakan solidaritas Palestina di Amerika Serikat (AS).

Awalnya dokumen ini digambarkan sebagai strategi memerangi antisemitisme, tetapi justru dituding menstigmatisasi kelompok pendukung Palestina dengan menyamakan mereka sebagai bagian dari jaringan pendukung Hamas, meskipun tak ada bukti hukum yang mendukung klaim tersebut.

Menurut laporan The New York Times, Project Esther digawangi oleh mantan penasihat keamanan nasional Trump, Victoria Coates, dan berambisi “menghancurkan infrastruktur pendukung Hamas” dalam dua tahun.

Sasaran utamanya mencakup organisasi Muslim, Yahudi progresif, dan kelompok mahasiswa seperti American Muslims for Palestine (AMP) dan Jewish Voice for Peace (JVP).

Baca: 1.000 Lebih Mahasiswa Asing di Amerika Dideportasi karena Bela Palestina

“Ini upaya menjatuhkan gerakan hak-hak Palestina dengan kebohongan luar biasa,” kata direktur politik JVP, Beth Miller, dikutip dari Al Jazeera, pada Ahad, 1 Juni 2025.

Proyek ini menyarankan berbagai langkah, mulai dari mencabut visa mahasiswa asing yang mengkritik Israel, melarang aksi unjuk rasa pro-Palestina, menekan universitas agar mereformasi studi Timur Tengah, hingga mendorong penyelidikan hukum terhadap aktivis.

“Harus ada perang hukum,” bunyi dokumen itu.

Langkah-langkah ini dinilai senada dengan kebijakan pemerintahan Trump saat ini.

Pengetatan terhadap mahasiswa asing, tekanan terhadap kampus seperti Columbia University, dan dugaan kerja sama dengan situs Canary Mission, yang mendoxing aktivis pro-Palestina, menjadi indikasi nyata penerapan Project Esther.

Baca: Harvard Dilarang Terima Mahasiswa Asing Imbas Tuduhan Anti-Yahudi

Meski mendapat tekanan, para aktivis justru merasa semakin terdorong.

“Upaya ekstrem ini justru membangkitkan kesadaran baru atas ketimpangan yang sudah lama ada,” ujar Miller.

“Kalau mereka bisa meruntuhkan kami, mereka kira yang lain akan diam. Tapi kami akan terus berjuang,” ujar Osama Abuirshaid dari AMP.

Survei Pew Research Center mencatat penurunan dukungan terhadap Israel, terutama di kalangan muda AS.

Sebanyak 71 persen Demokrat di bawah usia 50 tahun menyatakan pandangan negatif terhadap Israel.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.