Ikhbar.com: Ketimbang hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Begitu, barang kali gambaran dari cerita Ustazah Yoan, daiyah asal Indonesia yang sudah cukup lama tinggal di Jerman.
Sebagai negara maju, Jerman seakan menawarkan segalanya. Bahkan, hidup di negeri yang menjadi kunci ekonomi-politik kawasan Uni Eropa ini menjadi dambaan sebagian orang. Nyatanya, sebagaimana istilah Jawa mung sawang sinawang, tidak sepenuhnya hidup di negeri orang serba-menyenangkan.
“Terlebih bagi kita pemeluk agama Islam, awal-awalnya pasti struggle dan penuh perjuangan banget menghadapi mereka yang sinis ketika melihat kita memakai jilbab,” kata sosok bernama lengkap Nur Yuchanna tersebut, Kamis, 13 April 2023.
Adaptasi
Ustazah Yoan mengisahkan masa-masa awal kedatangannya di Negeri Panzer itu. Dia mengaku sempat kerepotan untuk beribadah karena tidak ada suara azan sama sekali ketika waktu salat tiba.
“Pada 2004, belum seperti sekarang sudah banyak aplikasi (pengingat jadwal salat). Kesulitan lainnya bagi pendatang adalah cuaca yang sangat ekstrem, tidak seperti di Indonesia, juga soal bahasa, karena bahasa Jerman sangat rumit dan tidak banyak dari penduduknya yang bisa berbahasa Inggris,” ungkapnya.
Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Jerman itu mewanti-wanti bagi para pendatang asal Indonesia agar bisa beradaptasi dengan peraturan khusus, seperti tidak boleh membuat gaduh mulai jam 22.00 malam hingga jam 08.00 pagi. “Terus harus mulai membiasakan diri dengan makanan di sini, karena masakan khas Asia, terutama Indonesia, cukup langka dan mahal,” katanya.
Peluang kerja dan biaya hidup
Di sisi lain, peluang kerja di Jerman, termasuk bagi para mahasiswa, terbilang banyak dan menggiurkan. Soal gaji, lanjut Ustazah Yoan, Jerman memang menawarkan angka yang cukup tinggi.
“Syaratnya, asal jangan gengsi. Bayangkan, suami dari publik figur sekelas Titi Kamal saja dulu pernah kerja di restoran Asia di Hamburg untuk bagian cuci piring. Saya juga dulu sempat kerja di panti jompo,” kata dia.
Meskipun begitu, Ustazah Yoan menceritakan bahwa biaya hidup di Jerman lumayan jauh dengan perhitungan di Indonesia. Mayoritas masyarakat di negara seluas 357.021 kilometer persegi itu tinggal di apartemen. “Harus sewa bulanan, bayar asuransi ini dan itu, dan tanggungan pajak yang sangat tinggi, bahkan bisa hingga 47 persen dari penghasilan,” kata dia.
“Pendidikan di sini (Jerman) gratis, tetapi ada biaya bulanan untuk akses kendaraan umum,” sambung Ustazah Yoan.
Di Jerman, Ustazah Yoan kini telah memiliki empat buah hati, namun, masih tampak asyik menggeluti pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Tidak cuma terpaku di negara beribu kota Berlin, sosok yang juga mengemban amanat sebagai Ketua II Jam’iyah Perempuan Pengasuh Pesantren dan Mubalighah (JP3M) Overseas itu juga kerap berkegiatan bersama jejaring di Belanda, Belgia, Rusia, Inggris, Austria, Polandia, hingga Turki.
“Semangat toleransi Islam harus tetap dijaga dan disuarakan. Sementara prinsip pribadi saya, utamakan kewajiban, maka insyallah hak akan dengan mudah digapai,” pesannya.