Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) merilis daftar lembaga pengelola zakat yang dinyatakan resmi dan berizin pada 20 Januari 2022 lalu. Mereka menjelaskan bahwa penerbitan daftar Lembaga Amil Zakat (LAZ) itu merupakan bagian dari upaya melakukan pengamanan dana sosial keagamaan zakat, infak, dan sedekah, serta melindungi masyarakat dari penyalahgunaan pengelolaan dana publik.
Dari data tersebut tercatat sebanyak 37 LAZ berskala nasional dan 33 LAZ dengan skala provinsi. Sementara lembaga sejenis dalam skala kabupaten/kota terdapat 70 unit.
Ketua Baznas Kabupaten Cirebon, KH Ahmad Zaeni Dahlan menjelaskan, setiap masyarakat sebenarnya dibolehkan untuk mendirikan LAZ secara swadaya. Akan tetapi, karena hal tersebut berkaitan dengan dana publik, maka persyaratan yang harus ditempuh pun cukup ketat dan rumit.
“Pertama harus memiliki dewan syariah, kemudian ada audit eksternal yang cukup ketat, belum lagi syarat perolehan zakat. Di Kabupaten Cirebon, misalnya, di tingkat kabupaten saja disyaratkan harus berkemampuan mengelola dana zakat lebih dari Rp5 miliar per tahun,” kata Kiai Ahmad, sapaan akrabnya, dalam Hiwar Ikhbar bertema “Zakat Cerdas lewat Baznas” bersama Ikhbar.com, Sabtu, 8 April 2023.
Syarat lainnya adalah mendapatkan izin dari Kementerian Agama (Kemenag) di sesuai tingkatan wilayah operasional LAZ, serta rekomendasi dari Baznas.
Meski begitu, menurut Kiai Ahmad, tetap ada peluang bagi masyarakat untuk turut serta dalam pengelolaan zakat dengan tanpa harus mendirikan LAZ. “Yakni dengan mengajukan sebagai Unit Pengumpul Zakat (UPZ) kepada Baznas,” katanya.
UPZ di bawah Baznas terdiri dari dua jenis. Ada yang hanya bertanggung jawab dalam penghimpunan dana zakat, ada pula yang sekaligus bertugas menyalurkannya kepada para mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat).
“Seperti di Baznas Kabupaten Cirebon, kami memiliki sejumlah UPZ di setiap dinas di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) maupun di Kantor Kemenag. Mereka bertugas melakukan penghimpunan dana zakat, khususnya dari para aparatur sipil negara (ASN),” katanya.
Sementara UPZ yang biasa digerakkan oleh dewan kemakmuran masjid (DKM) di setiap wilayah diperbolehkan melakukan pendistribusian dari hasil pengumpulan zakat sebesar 100%.
“Karena UPZ masjid itu bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dan itu dijamin secara syariat dan perundang-undangan,” kata Kiai Ahmad.
Syarat berikutnya adalah UPZ harus memiliki semangat yang selaras dengan Baznas dalam melakukan pengelolaan dana zakat. Yakni, tata kelola dana zakat harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan profesional. “Karena ini berkaitan dengan dana publik atau masyarakat,” katanya.