Ikhbar.com: Pondok pesantren memiliki jasa yang besar dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Jika dahulu para kiai tidak mengajak rakyat untuk melawan penjajah, maka bisa jadi hingga hari ini pun Bumi Pertiwi belum juga merdeka.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menkopolhukam), Prof. Dr. H Mohammad Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam acara Haul Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Sabtu, 5 Agustus 2023.
“Negara merdeka itu menjadi prasyarat supaya Indonesia bisa maju. Selain itu, kemerdekaan juga sebagai jalan untuk beribadah bagi umat Islam,” ujar Prof. Mahfud.
Dia menegaskan, berikhtiar untuk merebut kemerdekaan adalah kewajiban. Untuk Itulah mengapa para ulama mengajak umat untuk berjuang melawan penjajah. “Maka tak heran jika dulu Hadratusyekh KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad. Kemerdekaan itu sifatnya fardlu ain, wajib bagi setiap orang,” kata dia.
Menurutnya, nasionalisme lahir dari dunia pesantren. Lembaga pendidikan keagamaan ini selalu menekankan bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa. “Nasionalisme Indonesia itu merupakan perpaduan antara nasionalisme Islam dan kebangsaan,” ucap Prof. Mahfud.
“Kombinasi menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan Mars Syubbanul Wathan yang biasa dilakukan di pesantren menjadi bukti kecintaan terhadap Tanah Air. Hal itu dikuatkan dengan syair ‘mencintai Tanah Air merupakan bagian dari iman,” imbuhnya.
Baca: Mendoakan Negara Aman Lebih Utama ketimbang Meminta Terhindar dari Kekafiran
Maka dari itu, Menkopolhukam mengajak warga untuk meneladani ketekunan para almarhumin, baik dalam mendidik maupun berjuang bagi bangsa. “Haul itu kebalikan dari maulid, yakni peringatan hari wafat. Sedangkan maulid merupakan peringatan hari lahir,” jelas Mahfud.
“Harlah (peringatan hari lahir) itu biasa dilakukan di seluruh dunia, tapi haul hanya ada di pesantren yang digelar dalam rangka memperingati hari wafatnya seseorang yang dinilai berjasa bagi masyarakat,” imbuhnya.
Menurut Prof. Mahfud, haul bertujuan untuk mengenang jasa pendahulu dan mengikuti atau melanjutkan jejak perjuangannya. Perjuangan para kiai itu selaras dengan kandungan QS. Yunus: 62. Allah Swt berfirman:
اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya (bagi) para wali Allah itu tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih.”
Baca: Mengaji Kaidah Fikih kepada Prof Mahfud MD saat Rapat di DPR RI
Ia menambahkan, jasa para kiai dalam mendidik dan berjuang harus dikenang. Hal itu juga termaktub dalam QS. Al-Baqarah: 154. Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ
“Janganlah kamu mengatakan bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Namun, (sebenarnya mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
“Meskipun fisiknya sudah mati, tapi jasa-jasa mereka hidup bersama kita. Meskipun telah wafat, tetapi beliau-beliau (para kiai) masih bisa mendidik umat dengan jasanya,” kata Prof. Mahfud.