Gus Shobbah: Perbedaan bukan Dalih untuk Bercerai-berai

Kiai Muhammad Shobbah Musthofa Aqiel atau yang karib disapa Gus Shobbah. Dok INSTAGRAM

Ikhbar.com: Ulama muda asal Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Jawa Barat, Kiai Muhammad Shobbah Musthofa Aqiel atau yang karib disapa Gus Shobbah menegaskan, perbedaan adalah sesuatu yang niscaya. Perbedaan merupakan sunatullah yang tidak layak dijadikan alasan untuk saling bertikai di antara umat manusia.

“Perbedaan-perbedaan yang ada diri manusia yang sangat kompleks itu sudah ditetapkan dan diciptakan Allah Swt sejak awal,” jelas Gus Shobbah, saat menjadi pembicara dalam “Seminar Nasional: Penguatan Dimensi Spiritual dalam Kegalauan Sosial Global,” yang digelar dalam rangka memperingati Haul Ke-93 KH Muhammad Said, Sesepuh, dan Warga Pondok Pesantren Gedongan, pada Ahad, 14 Januari 2024.

Gus Shobbah (kiri) saat menjadi pembicara dalam “Seminar Nasional: Penguatan Dimensi Spiritual dalam Kegalauan Sosial Global,” yang digelar dalam rangka memperingati Haul Ke-93 KH Muhammad Said, Sesepuh, dan Warga Pondok Pesantren Gedongan, pada Ahad, 14 Januari 2024. IKHBAR/Uki

Baca: Kiai Musthofa Aqiel: Berzikirlah, tidak Ada yang Bisa Diharap Selain Allah

Beragam sejak awal penciptaan

Saat memulai pemaparan tersebut, Gus Shobbah mengutip QS. An-Nisa: 1. Allah Swt berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

“Berdasarkan Tafsir Al-Kabir atau Tafsir Al-Razi, ayat ini sedang menjelaskan bahwa Allah Swt menciptakan manusia dengan jenis yang bermacam-macam dari jiwa yang satu, yakni Nabi Adam As,” kata Gus Shobbah.

“Secara logis, jika manusia diciptakan dari Nabi Adam saja, seharusnya wajah, kulit, dan postur tubuh kita seperti Nabi Adam,” sambungnya.

Faktanya, lanjut Gus Shobbah, manusia tercipta dengan segala macam perbedaan dan kompleksitasnya. Manusia hidup dengan beragam identitas yang juga menunjukkan pada perbedaan dari segi fisik hingga karakter dan kejiwaannya.  

“Ada Jawa, Sunda, Amerika, Arab, dengan segala macam perbedaan dan kompleksitasnya. Ini membuktikan bahwa Allah mampu menciptakan kompleksitas dengan sangat detail. Dari sinilah kemudian para mutakalimin (ulama ahli ilmu tauhid) membagi aspek-aspek dalam penciptaan manusia,” kata Gus Shobbah.

Gus Shobbah melanjutkan, para ulama mutakalimin membagi segala hal yang eksis menjadi dua kategori. Pertama, sabaqahu al-adam (yang wujud didahului oleh ketiadaan), yang disebut al-hadits (yang baru), yaitu para makhluk. Dan kedua, lam yasbiqu al-adam (yang wujud tetapi tidak didahului ketiadaan) atau disebut Al-Qadim, yakni Allah Swt.

“Jadi, makna ‘Al-Qadim‘ itu bukan dahulu. Tapi, Al-Qadim ay la awwala lahu (Tidak memiliki permulaan/awal). Berbeda dengan makhluk,” katanya.

Baca: Pentingkah Ilmu Filsafat dan Psikologi bagi Santri? Begini Ulasan Kiai Taufik Gedongan

Keberagaman ialah sunatullah

Putra Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Muhammad Musthofa Aqiel Siroj itu menjelaskan, bahwa aspek manusia terdiri dari jauhar, yakni entitas substansial atau esensial berupa al mutahayyiz bi ad-dzat (yang menempati ruang atau waktu) dan aradh, atau entitas aksidental alias al hal fil mutahayyiz (yang menghinggapi pada sesuatu yang menempati ruang dan waktu).

“Contohnya, perbedaan orang Afrika dan Indonesia. Orang Afrika memiliki kulit yang agak gelap, sedangkan Indonesia sedikit kuning. Perbedaan warna kulit ini hanya entitas aksidental, pada intinya sama, tetap manusia,” katanya.  

Perbedaan-perbedaan itu, lanjut Gus Shobbah, berlaku secara menyeluruh hingga ke gestur, dialek, bentuk tubuh, bahkan hingga cara berpikir.

“Ini menunjukan bahwa Allah Swt adalah ‘Alimun bikulli syay’in‘ dan ‘Qadirun ala kulli syay’in.’ Ilmu Allah Swt sangat luas mencakup segala aspek. Allah juga sangat berkuasa terhadap segala sesuatu hingga mampu menciptakan segala perbedaan dari awal,” jelas mahasiswa pasca-sarjana ilmu tafsir Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir tersebut.

Oleh sebab itu, kata Gus Shobbah, Grand Syekh Al-Azhar Mesir, Dr. Ahmad Ath-Thayyib menyimpulkan bahwa perbedaan adalah sunah ilahiyah. Maka, menjadikan perbedaan sebagai akar perselisihan atau problem yang menyebabkan manusia bertikai satu sama lain, itu sama saja mengingkari ketentuan dari Allah Swt.

“Tidak ada alasan bagi manusia untuk saling bertikai hanya karena perbedaan. Perbedaan ini tidak bisa dijadikan alasan untuk bercerai berai,” kata Gus Shobbah.

 Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.