Ikhbar.com: Afrika Selatan resmi menyeret Israel ke Mahkamah Tinggi Internasional (ICJ) atas kejahatan mereka yang telah dilakukan selama lebih dari tiga bulan di Jalur Gaza. Gugatan yang disusun setebal 84 halaman itu menyebut bahwa Israel telah melakukan tindakan genosida terhadap rakyat Palestina.
Sidang pengadilan yang langsung berada di bawah PBB itu akan digelar selama dua hari, yakni Kamis dan Jumat, 11-12 Januari 2024, di Den Haag, Belanda. Atas prakarsanya, Afrika Selatan juga mendapatkan dukungan dari banyak pihak, mulai dari Kolombia, Brasil, Konferensi Negara Islam (OKI), hingga banyak negara Arab lainnya.
Dalam gugatan yang dilayangkan pada akhir Desember 2023 lalu, Afrika Selatan juga menuntut agar Israel menghentikan serangan brutalnya ke Gaza yang hingga kini telah tercatat menewaskan lebih dari 23.000 warga Palestina, yang kebanyakan merupakan perempuan dan anak-anak.
Baca: Hutan Tenda Rafah, Harapan Terakhir Warga Gaza
Bermula dari Nazi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan genosida sebagai pembunuhan besar-besaran secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras. Sementara jika mengutip pengertian dari Museum Memorial Holokaus Amerika Serikat (USHMM), genosida merupakan salah satu bentuk kejahatan manusia yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan (secara keseluruhan maupun sebagian) suatu kelompok bangsa, etnis, ras atau agama.
Istilah genosida pertama kali dimunculkan seorang pengacara Yahudi Polandia bernama Raphael Lemkin pada 1944. Kala itu, ia berupaya menggambarkan kebijakan pembantaian sistematis yang dilakukan Partai Nazi, Jerman, terhadap kaum Yahudi di Eropa.
Lemkin membentuk kata “genocide” dengan menggabungkan kata “geno-,” dari bahasa Yunani yang berarti ras atau suku, dengan kata “-cide,” dari bahasa Latin yang berarti pembantaian.
“Ketika mengusulkan istilah baru ini, Lemkin membayangkan ‘sebuah rencana terkoordinasi dengan beragam aksi yang bertujuan untuk menghancurkan landasan dasar kehidupan kelompok-kelompok masyarakat secara nasional, dengan maksud memusnahkan kelompok-kelompok itu sendiri,” tulis laman USHMM, dikutip pada Kamis, 11 Januari 2024.
Setahun setelah itu, Pengadilan Militer Internasional yang diselenggarakan di Nuremberg, Jerman, mendakwa pimpinan Nazi dengan “kejahatan terhadap kemanusiaan.” Kata “genosida” pun mulai dicantumkan dalam dakwaan tersebut, tetapi sebagai istilah deskriptif, bukan hukum.
Hingga kemudian, istilah itu diadopsi pada Pasal 2 Konvensi PBB Tahun 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida dengan arti meliputi:
- Membunuh anggota kelompok
- Menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius terhadap anggota kelompok
- Dengan sengaja menimbulkan kondisi kehidupan kelompok yang diperkirakan akan mengakibatkan kehancuran fisik seluruhnya atau sebagian
- Memaksakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok
- Memindahkan secara paksa anak satu kelompok ke kelompok lain
Baca: Israel Curi dan Jual Organ Tubuh Korban Tewas Palestina
Daftar panjang genosida
Kejahatan yang telah dilakukan Nazi bukanlah satu-satunya kasus genosida yang pernah terjadi di dunia. Mengutup data dari Institute for War and Peace Reporting (2011), berikut adalah sejumlah peristiwa yang dinilai sebagai tindakan genosida:
- Pembantaian bangsa Kanaan oleh bangsa Yahudi pada milenium pertama sebelum Masehi (SM)
- Pembantaian bangsa Helvetia oleh Julius Caesar pada abad ke-1 SM
- Pembantaian suku Keltik oleh bangsa Anglo-Saxon di Britania dan Irlandia sejak abad ke-7
- Pembantaian bangsa-bangsa Indian di benua Amerika oleh para penjajah Eropa sejak 1492
- Pembantaian bangsa Aborijin di benua Australia oleh Britania Raya sejak 1788
- Pembantaian bangsa Armenia oleh sejumlah kelompok di Turki pada akhir Perang Dunia I
- Pembantaian suku bangsa Jerman di Eropa Timur pada akhir Perang Dunia II oleh suku-suku bangsa Ceko, Polandia, dan Uni Soviet di sebelah timur garis perbatasan Oder-Neisse
- Pembantaian lebih dari dua juta jiwa rakyat oleh rezim Khmer Merah pada akhir tahun 1970-an
- Pembantaian bangsa Kurdi oleh rezim Saddam Hussein Irak pada tahun 1980-an
- Pembantaian oleh Efraín Rios Montt, diktator Guatemala dari 1982 sampai 1983 yang telah menewaskan 75.000 Indian Maya
- Pembantaian suku Hutu dan Tutsi di Rwanda oleh ekstremis Interahamwe pada 1994
- Pembantaian Srebrenica, Bosnia, dan Kroasia di Yugoslavia oleh Serbia antara 1991–1996
- Pembantaian kaum kulit hitam di Darfur oleh milisi Janjaweed di Sudan pada 2004
Meskipun begitu, profesor hukum internasional Universitas Middlesex di London, William Schabas menjelaskan bahwa genosida sering digunakan untuk tindakan apapun yang dianggap mirip atau lebih parah dari kejahatan perang.
“Permasalahannya, secara hukum, definisi genosida itu sangat sempit,” katanya, sebagaimana dikutip dari Deutsche Welle (DW).
“Bukan masalah jumlah yang menentukan apakah terjadi genosida atau tidak. Niat untuk memusnahkan secara fisik suatu kelompok adalah kriteria utama kejahatan ini,” katanya.
Oleh karena itu, setelah peristiwa genosida Yahudi oleh Nazi Jerman, hingga saat ini baru ada dua kasus yang benar-benar disepakati dunia sebagai peristiwa genosida, yaitu genosida Rwanda pada 1994 dan pembantaian Srebrenica pada 1995.
“Sedangkan mengenai pembunuhan massal oleh Khmer Merah di Kamboja pada 1970-an, yang di Kamboja sendiri disebut genosida, justru ada perbedaan pendapat di kalangan para ahli,” katanya.
“Kami memiliki definisi hukum mengenai genosida yang digunakan dalam kasus-kasus di Mahkamah Internasional dan dalam putusan Pengadilan Rwanda. Kami memiliki hukum yang sangat jelas mengenai apa itu genosida,” kata Schabas.
Menurut Schabas, di sinilah pentingnya keberadaan pengadilan internasional di Belanda. Dia menjelaskan, Konvensi Genosida PBB mempersilakan setiap orang untuk menuntut dan dituntut, lalu dihukum karena genosida. Mahkamah di Den Haag memiliki mandat untuk menyelidiki dan mengadili genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Jadi pengadilan harus mampu menyimpulkan niat para pelaku berdasarkan tindakan mereka. Penuntut harus bisa membuktikan tanpa keraguan. Di situlah hal ini menjadi lebih sulit,” pungkasnya.