Ikhbar.com: Al-Barzanji layak dinobatkan sebagai satu karya sastra keagamaan yang paling dihormati dalam tradisi Islam, terutama di dunia Melayu. Karya ini disusun oleh Syekh Ja’far bin Hasan bin ‘Abd Al-Karim Al-Barzanji, seorang ulama sekaligus penyair asal Madinah pada abad ke-17.
Kitab yang bernama asli Iqd al-Jawahir (kalung permata) ini populer karena menyajikan kisah kelahiran Nabi Muhammad Saw dalam bentuk syair yang indah dan penuh makna spiritual. Al-Barzanji bukan sekadar buku sejarah, tetapi juga puisi pujian yang sarat dengan keindahan sastra dan sentuhan emosi.
Ditulis sebagai respons terhadap kekaguman umat Islam atas kehidupan Nabi Muhammad Saw, kitab ini memadukan rasa hormat dan cinta kepada Rasulullah Saw dengan keindahan lirik dan bahasa yang memukau. Lebih dari itu, karya ini juga menjadi medium penting bagi masyarakat Muslim untuk memperingati Maulid Nabi dengan cara yang penuh kekhusyukan dan penghormatan.
Baca: Maulid Nabi dari Kacamata Astronomi
Terang mentari dan bulan sebagai simbol keagungan
Di dalam Al-Barzanji, satu bait dengan pemaknaan yang cukup mengesankan di antaranya adalah;
وَ مُحَيًّا كَالشَّمْسِ مِنْكَ مُضِيْءٌ# أَسْفَرَتْ عَنْهُ لَيْلَةٌ غَرَّاءُ
“Cahaya terang bak mentari dinyalakan. (Tetapi) pendarnya lembut selaksana purnama.”
Bait tersebut memperumpamakan wajah Nabi Muhammad Saw sebagai sinar mentari yang menerangi dunia. Matahari, secara historis dan filosofis, sering diidentikkan sebagai simbol kehidupan dan kebenaran.
Dalam pandangan ulama, metafora ini mencerminkan peran Nabi Muhammad Saw sebagai penerang hati manusia, yang memberikan mereka cahaya iman dan ketenangan.
Dari segi kesastraan, penggunaan “matahari” sebagai simbol cahaya ini memiliki makna mendalam dalam tradisi puisi Arab klasik. Sedangkan perumpamaan “bulan purnama” mencerminkan kelembutan dan keindahan cahaya yang dipancarkan oleh Nabi Muhammad.
Secara puitis, bait ini menekankan bahwa kelahiran Nabi Muhammad adalah peristiwa kosmis yang menyatukan kekuatan alam semesta.
Dari sisi sains, perbandingan ini juga menarik. Bulan memantulkan cahaya matahari sebagaimana hati manusia yang beriman memantulkan cahaya kebenaran yang diberikan oleh Nabi. Cahaya bukan hanya metafora spiritual, tetapi juga fenomena fisik yang dapat dipahami sebagai refleksi dari sesuatu yang lebih besar, yaitu cahaya kebenaran ilahi.
Baca: Puisi Berhadiah Jubah Nabi
Kegembiraan alam semesta
Dalam bait selanjutnya, tertulis ungkapan nan penuh keistimewaan.
لَيْلَةُ الْمَوْلِدِ الَّذِيْ كَانَ لِلدِّيْنِ سُرُوْرٌ بِيَوْمِهِ وَازْدِهَاءُ
“Malam kelahiran (itu), bagi orang yang beragama menjadi kegembiraan dan kemegahan di siang harinya.”
Bait ini menggambarkan bahwa peristiwa kelahiran Nabi Muhammad Saw membuat malam penuh kegembiraan bagi umat beragama. Para ulama, seperti al-Qadhi ‘Iyadh dalam Asy-Syifa’ menjelaskan kegembiraan tersebut sebagai harapan baru bagi seluruh umat manusia.
Malam itu, bukan sekadar kelahiran seorang manusia, melainkan awal dari risalah agung yang akan membawa perubahan mendalam dalam sejarah umat manusia.
Selanjutnya, bait:
وَ وُلِدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَظِيْفًا مَخْتُوْنًا مَقْطُوْعَ السُّرَّةِ بِيَدِ الْقُدْرَةِ الْإِلهِيَّةِ
“Nabi Muḥammad Saw dilahirkan dalam keadaan sudah bersih, sudah dikhitan dan sudah putus pusarnya dengan kekuasaan Allah Swt.”
Untaian itu menegaskan sejumlah keajaiban yang mengiringi kelahiran Nabi. Beberapa ulama, di antaranya Syekh Nawawi al-Bantani dalam Marah Labid menafsirkan kelahiran ini sebagai tanda langsung dari Tuhan yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan suci dan siap menerima misi Ilahi.
Kejadian-kejadian luar biasa seperti bayi yang sudah dikhitan dengan tali pusar yang sudah terputus merupakan pertanda yang memukau, bukan hanya bagi masyarakat waktu itu, tetapi juga dalam konteks teologi Islam yang memandangnya sebagai tanda kenabian.
Baca: Isra Mikraj di Mata Sains: Seperti Melompati Ujung Huruf U
Persaksian alam
Keajaiban-keajaiban itu tidak hanya menempel pada tubuh Nabi Muhammad Saw. Sebab, pada bait selanjutnya diungkapkan:
وَ ظَهَرَ عِنْدَ وِلَادَتِهِ خَوَارِقُ وَ غَرَائِبُ غَيْبِيَّةٌ
“Pada saat Nabi Saw dilahirkan, terjadilah berbagai hal yang luar biasa dan keanehan-keanehan yang bersifat gaib.
Banyak sumber menjelaskan, kelahiran Nabi Muhammad disertai berbagai keajaiban alam yang luar biasa. Salah satunya dijelaskan Ibnu Hajar al-Haytami dalam Al-‘Awasim wa al-Qawasim, peristiwa-peristiwa alam di antaranya jatuhnya berhala, runtuhnya istana Kisra, dan air yang memancar dari tempat yang sebelumnya gersang. Semua itu menandakan bahwa alam semesta pun menyambut kelahiran Nabi.
Bencana bagi kekuasaan tiran seperti Kisra Persia, dan kegembiraan alam yang lain menunjukkan adanya perubahan signifikan yang akan datang dengan kelahiran Nabi.
Pada bait selanjutnya dikisahkan,
وَانْصَدَعَ الْإِيْوَانُ بِالْمَدَائِنِ الْكِسْرَوِيَّةِ
“Seluruh istana di kerajaan Kisra luluh lantak berserakan.”
Bait tersebut kian menyiratkan bahwa kelahiran Nabi Muhammad bukan hanya peristiwa spiritual, tetapi juga peristiwa politik. Kelahiran Rasulullah Saw menandai runtuhnya kerajaan-kerajaan tiran yang menyembah selain Allah, seolah dunia sedang bersiap menyambut era baru yang akan diwarnai dengan keadilan dan kebenaran. Peristiwa ini juga didukung oleh kajian sejarah yang menunjukkan bahwa masa itu terjadi banyak pergeseran kekuatan politik di Timur Tengah.
Dalam pandangan teori sastra, penggunaan simbol-simbol alam ini memperkuat keajaiban kelahiran Nabi sebagai peristiwa universal. Menurut Kenneth Cragg dalam The Event of the Qur’an: Islam in Its Scripture (1971), bahasa puisi sering digunakan dalam teks-teks suci dan kitab-kitab pujian sebagai cara untuk mengekspresikan peristiwa yang tak terlukiskan dengan cara biasa. Al-Barzanji berhasil menangkap esensi keajaiban tersebut melalui permainan imajinasi yang melibatkan simbol-simbol alam yang begitu kuat dan mendalam.
Kelahiran Nabi Muhammad Saw dalam Kitab Al-Barzanji adalah peristiwa kosmis yang membawa cahaya dan keajaiban bagi seluruh alam semesta. Dalam paduan metafora matahari, bulan, dan alam semesta, digambarkan bagaimana kelahiran ini tidak hanya berdampak pada kehidupan manusia, tetapi juga pada kekuatan-kekuatan alam yang ikut bersaksi dan merasakan kehadirannya.
Al-Barzanji berhasil menunjukkan bahwa betapa kelahiran Nabi Muhammad bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi juga peristiwa sakral yang membawa perubahan mendasar bagi seluruh makhluk.