Ikhbar.com: Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mohammad Mahfud Mahmodin atau lebih masyhur disapa Prof. Mahfud MD menegaskan bahwa Indonesia sangat membutuhkan upaya pemerataan ekonomi.
Prof. Mahfud yang berpasangan dengan calon presiden (Capres) Ganjar Pranowo itu mengaku memiliki tekad untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya sebagai salah satu penyebab ketimpangan ekonomi di Indonesia.
“Ini semua dilakukan agar terjadi pemerataan,” tegas Prof. Mahfud, dalam debat perdana cawapres yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) pada Jumat, 22 Desember 2023, malam.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Mahfud juga memunculkan penggalan dalil tentang pentingnya pemerataan ekonomi yang diambil dari QS. Al-Hasyr: 7. Allah berfirman:
كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ
“… (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
“Juga sesuai Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Jangan biarkan kekayaan itu hanya beredar di antara orang-orang kaya,” tegas Prof. Mahfud.
Baca: ‘Slepet’ Gus Imin, Kekayaan Fungsi dan Tradisi Ketegasan Santri
Distribusi kekayaan menurut Al-Qur’an
Islam menganjurkan diterapkannya keadilan hakiki di muka bumi. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang pentingnya pemerataan ekonomi melalui distribusi harta kekayaan ialah QS. Al-Hasyr: 7. Secara lebih lengkap, ayat itu berbunyi:
مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ
“Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”
Imam Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasysyaf menjelaskan, melalui ayat tersebut, Allah Swt memberikan aturan bagaimana seharusnya harta fa’i (harta-harta yang didapatkan dari nonmuslin dengan cara damai tanpa peperangan) mesti didistribusikan.
“Setidaknya ada enam kelompok yang berhak mendapatkan harta tersebut, yaitu untuk Allah, Rasul, kerabat dekat, anak yatim, orang miskin dan Ibnu sabil,” jelas Imam Zamakhsyari.
Imam Zamakhsyari memaparkan, yang dimaksud bagian bagian Allah adalah satu per enam dari harta fa’i tersebut didistribusikan untuk fasilitas publik, seperti pembangunan masjid, madrasah, dan lain sebagainya.
Sementara itu, Syekh Abu Yahya Marwan bin Musa dalam Tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiril Quran menegaskan, jika Allah tidak mengatur pendistribusian harta fa’i tersebut, maka harta itu hanya beredar di antara orang-orang kaya.
“Jika orang-orang lemah tidak memperolehnya, maka tentu hal itu akan menimbulkan kerusakan yang besar yang hanya diketahui oleh Allah,” jelasnya.
Syekh Abu Yahya mengatakan, jika umat Muslim mengikuti perintah Allah, maka ia akan mempu memberikan banyak kemaslahatan.
Baca: Cawapres Gibran Bicara Keberlanjutan, Ini Kosepnya menurut Islam
Menolak tradisi jahiliyah
Secara lebih detail, Syekh Hasanain Muhammad Makhluf dalam Kalimat al-Quran Tafsir wa bayan menjelaskan, kata “ad-dulah/dulatan” dalam ayat tersebut menunjukkan makna bahwa distribusi harta itu harus sesuai dengan petunjuk dari Allah Swt.
“Seharusnya harta kekayaan itu dikelola dengan baik agar pemerataan terwujud di masyarakat. Kekayaan itu harus dibagi-bagikan kepada seluruh kelompok masyarakat dan bahwa harta kekayaan itu tidak boleh menjadi suatu komoditas yang peredarannya terbatas di antara orang-orang kaya saja,” jelasnya.
Sedangkan menurut Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan, “ad-dulah” adalah sesuatu yang beredar dan diperoleh secara silih berganti.
“Harta benda hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia, tetapi ia harus beredar sehingga dinikmati oleh semua anggota masyarakat,” katanya.
Baca: Nilai-nilai Islami Cawapres RI
Menurutnya, penggalan ayat tersebut sedang menegaskan bahwa kehadiran Islam akan membatalkan tradisi masyarakat jahiliyah. Dalam kebiasaan masa itu, kepala suku selalu mengambil seperempat dari perolehan harta lalu membagi selebihnya dengan sesuka hati.
“Bukan saja membatalkan tradisi itu, tetapi juga ia telah menjadi prinsip dasar Islam dalam bidang ekonomi dan keseimbangan peredaran harta bagi segenap anggota masyarakat,” tegasnya.