Ikhbar.com: Umat Muslim yang tengah melaksanakan ibadah haji dianjurkan membekali diri dengan pemahaman hikmah dan pesan yang ada pada seluruh rangkaian ibadah rukun Islam kelima tersebut. Hal itu dilakukan agar selama prosesi di Tanah Suci para jemaah haji memperoleh pemaknaan ibadah secara lebih mendalam.
Salah satu yang bisa dilakukan jemaah adalah dengan memahami keluhuran ibadah haji dari sudut sufistik alias tasawuf. Pasalnya, penafsiran para sufi tak melulu menjelaskan makna lahiriyah, tapi juga batiniyah.
Berikut ini Ikhbar.com sajikan sejumlah ayat seputar haji perspektif sufistik berdasarkan keterangan dari Fayd al-Rahman fii Tarjamat Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan, karya ulama terkenal asal Nusantara, Syekh Sholeh Darat As-Samarani.
Baca: Kita Semua Pernah Menjawab Panggilan Haji
QS. Al-Baqarah: 125
Dalam QS. Al-Baqarah: 125, Allah Swt berfirman:
وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَاَمْنًاۗ وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهٖمَ مُصَلًّىۗ وَعَهِدْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ اَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْعٰكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
“(Ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Ka‘bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. (Ingatlah ketika Aku katakan,) ‘Jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim) sebagai tempat salat.’ (Ingatlah ketika) Kami wasiatkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, serta yang rukuk dan sujud (salat)!”
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Syekh Sholeh Darat mengimbau para jemaah haji untuk menjadikan maqam Ibrahim (tempat pijakan Nabi Ibrahim As saat membangun ka’bah) sebagai kiblat saat sampai di Ka’bah.
“Selain itu, jemaah juga hendaknya melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan berpegang pada syariat Allah, dan tidak sekali-kali menyekutukan-Nya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Syekh Sholeh Darat menjelaskan bahwa jamaah haji harus membersihkan hatinya selama di Tanah Suci. Hal itu dilakukan agar mereka sampai ke arah cahaya makrifat dan mahabbah, dengan memiliki hati yang jernih, jujur, ikhlas, rendah hati, tunduk, takut, dan rida.
QS. Al-Baqarah: 158
Sementara itu, dalam QS. Al-Baqarah: 158, Allah Swt berfirman:
اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ
“Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.”
Melalui ayat tersebut, Syekh Sholeh Darat menegaskan bahwa sesungguhnya Allah Swt telah mencipakan simbol-simbol agama-Nya secara zahir yang dapat mengantarkan kepada makna batin.
“Sama halnya dengan bukit Safa dan Marwah yang menjadi simbol zahir dari agama Allah, begitupun bukit Safa dan Marwah juga menjadi simbol batin dari agama Allah,” katanya.
Menurutnya, bukit Safa menjadi isyarat hati untuk melihat Tuhan. Sementara bukit Marwah menjadi isyarat ruh untuk mencintai Tuhannya.
“Orang yang salik atau berjalan antara bukit Safa diibaratkan sedang melepaskan segala hal yang menjadi beban di hidupnya. Sementara orang yang berjalan di antara bukit Marwah diibaratkan sedang membawa kebaikan bagi manusia serta dapat menunjukkan akhirat bagi dirinya, keluarganya, anak-anaknya, dan
orang-orang alim lainnya,” jelas Syekh Sholeh Darat.
Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa orang yang berhaji dengan hati dalam rangka mencari Tuhannya, maka tidak menjadikan bahaya bagi setiap orang yang menjalankan sai di bukit Safa dengan tujuan mengagungkan perintah Allah, dan sai di bukit Marwah dengan tujuan mengasihi ciptaan Allah.
Baca: Syarat Kemampuan Haji menurut para Imam Mazhab
QS. Al-Baqarah: 196
Sedangkan dalam QS. Al-Baqarah: 126, Allah Swt berfirman:
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu56) yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban) Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Keras hukuman-Nya.”
Ayat tersebut, menurut Syekh Sholeh Darat, menjelaskan bahwa untuk dapat sampai kepada jalan yang menghubungkan Tuhan seperti sampai pada hakikat, maka jemaah haji harus meyakini bahwa ibadahnya hanya bisa dilakukan dengan kepercayaan terhadap diri sendiri.
“Apabila jemaah terkepung musuh dalam jiwa, terdominasi kemewahan atau merasa bosan baik dalam hati maupun ruh, maka hendaknya jemaah haji memberikan hadiah bagi ruh dan hatinya,” ujarnya.
Ia mengatakan, sebaik-baik hadiah adalah nafsu yang diserahkan sepenuhnya kepada Allah. Ketika jemaah haji sudah merasa aman dari bisikan hawa nafsu yang disertai dengan rasa taat kepada Allah, maka hendaknya mereka mengeluarkan hadiah sebab rasa syukurnya kepada Allah.
“Hadiah tersebut bisa berupa harta terbaik yang di serahkan kepada orang-orang fakir,” jelasnya.
Akan tetapi, lanjut dia, jika jemaah tidak mempunyai hadiah berupa harta, maka bisa diganti dengan berpuasa tiga hari menahan diri dari menghayalkan sesuatu yang buruk.
“Puasa tersebut dilanjutkan saat tujuh hari ketika sudah kembali ke kampung halaman. Artinya selama seumur hidup mereka wajib menahan diri dari ghadab atau marah, khwwas al-khams, dan syahwat. Jadi 10 hal tersebut wajib dilakukan semur hidup,” kata Syekh Sholeh Darat.
Ia mengimbau kepada para jemaah untuk tidak malas dalam bermujahadah. Karena menurutnya, Allah Swt begitu menyiroti orang-orang yang lalai dan berpaling.
QS. Al-Baqarah: 197
Berikutnya, dalam QS. Al-Baqarah: 197, Allah Swt berfirman:
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
“(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi.58) Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafats) berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.”
Syekh Sholeh Darat menjelaskan bahwa Allah Swt selalu mengawasi setiap pekerjaan umat manusia, termasuk kebaikan-kebaikan yang mereka kerjalan.
“Dan setiap kebaikan tersebut akan menjadi sedekah yang tentu akan diterima Allah,” katanya.
Lebih lanjut, Syekh Sholeh Darat mengatakan bahwa perintah Allah terhadap orang-orang yang berhaji ialah beramal saleh sebagai ganti dari perbuatan rafats, fusuq, dan jidal.
Di sisi lain, dalam penjelasannya itu, Syekh Sholeh darat menyebut bahwa wajib hukumnya jemaah haji mencukupi makanan, minuman, dan kendaraan sebagai bekal.
“Dan setiap manusia adalah musafir min al-Dunya ila al-Akhirah, maka wajib baginya untuk membawa bekal yang bisa mengantarkannya menuju akhirat,” jelas dia.
Jemaah haji, lanjut dia, juga harus dibekali dengan amal saleh dan mujahadah. Sebab keduanya adalah perbuatan yang wajib dan haqq.
“Bekal takwa yang disertai dengan amal saleh dan mujahadah akan mengantarkan kepada akhirat yang kenikmatannya bersifat menetap,” ucap Syekh Sholeh Darat.
Baca: Cara Nabi Ibrahim Temukan Fondasi Ka’bah
QS. Al-Baqarah: 200-202
Terakhir, dalam QS. Al-Baqarah: 200-202, Allah Swt berfirman:
فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَذِكْرِكُمْ اٰبَاۤءَكُمْ اَوْ اَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ، وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ، اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ نَصِيْبٌ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
“Apabila kamu telah menyelesaikan manasik (rangkaian ibadah) haji, berzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Di antara manusia ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,’ sedangkan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. Di antara mereka ada juga yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka. Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan. Allah Maha Cepat perhitungan-Nya.”
Menurut Syekh Sholeh Darat, ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika umat manusia sudah selesai melaksanakan ibadah haji sedang mereka sudah menginjak usia baligh, maka wajib baginya untuk menjaga diri dari perbuatan tipu daya kepada Allah dan senantiasa berzikir kepada Allah dengan lisan dan hati.
“Maka dari situ lah umat manusia diperintahkan untuk selalu berzikir kepada Allah dan berdoa kepada-Nya dengan sungguh-sungguh. Ibarat anak kecil yang memohon kepada orang tuanya sebab dirasa hanya orang tuanya lah yang dapat menolongnya,” jelasnya.