Ikhbar.com: Hasil perhitungan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak semuanya akan sesuai dengan harapan para pemilih. Mereka sudah berdoa untuk kemenangan kandidat A, tetapi pada kenyataannya malah pasangan calon (paslon) B yang memenangkan suara.
Lantas, apakah doa yang telah dipanjatkan itu sama sekali tidak mampu memengaruhi hasil yang diharapkan?
Salah satu prinsip utama dalam ajaran Islam adalah ritual berdoa. Doa tidak hanya dianggap sebagai elemen penting, tetapi juga diberi posisi yang sangat tinggi dalam agama.
Rasulullah Muhammad Saw sendiri dalam beberapa riwayat menyebut doa sebagai senjata umat Islam. Oleh karena itu, umat Islam ditekankan untuk secara aktif berdoa kepada Allah, tanpa memandang status atau kedudukan sosial. Dalam QS. Ghafir: 60, Allah Swt berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.”
Baca: Doa-doa Pemilu
Korelasi doa dan takdir
Meskipun demikian, terdapat perdebatan mengenai hubungan antara doa dan takdir. Beberapa orang menganggap bahwa berdoa bisa sebagai tanda ketidakridaan terhadap ketetapan Allah. Mereka berargumen bahwa jika seseorang sudah sepenuhnya menerima takdir Allah, maka dia tidak akan membutuhkan doa.
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali membantah hal tersebut. Dalam Ihya’ Ulumiddin, Al-Ghazali menegaskan bahwa kegiatan doa adalah penanda ketaatan seorang hamba terhadal perintah Allah Swt.
Seseorang yang berdoa diibaratkan Imam Al-Ghazali sebagai orang yang sedang mengajak untuk berbuat kebaikan dan melarang dalam melakukan perbuatan maksiat. Melarang melakukan maksiat bukan berarti tidak rela dengan ketentuan Allah, melainkan merupakan bagian dari ketaatan kepada-Nya.
وَلَا يُخْرِجُ صَاحِبَهُ عَنْ مَقَامِ الرِّضَا وَكَذَلِكَ كَرَاهَةُ الْمَعَاصِي وَالسَّعْيُ فِي إِزَالَتِهَا بِالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ لَا يُنَاقِضُهُ
“(Doa) tidak mengeluarkan dirinya dari posisi rida (pada takdir). Begitu juga dengan membenci maksiat dan berupaya untuk menghilangkannya dengan cara memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran tidak merusaknya (merusak posisinya) dari rida pada takdir.”
Baca: Zuhud Pemilu, Siap Menang Siap Kalah
Doa adalah perintah
Lebih lanjut, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa doa memohon ampunan dan berusaha menjaga diri dari maksiat tidak bertentangan dengan rida terhadap ketentuan Allah. Sebaliknya, berdoa adalah bagian dari perintah Allah kepada manusia.
وَبِهَذَا يُعْرَفُ أَنَّ الدُّعَاءَ بِالْمَغْفِرَةِ وَالْعِصْمَةَ مِنَ الْمَعَاصِى وَسَائِرَ الْأَسْبَابِ الْمُعَيَّنَةِ عَلَى الدِّيْنِ غَيْرُ مُنَاقِضٍ لِلرِّضَا بِقَضَاءِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ تَعَبَّدَ الْعِبَادَ بِالدُّعَاءِ
“Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa doa memohon ampunan dan berusaha menjaga dari maksiat dan semua sebab-sebab yang bisa menolong pada agama Islam tidak merusak rida pada ketentuan Allah, karena Allah memerintahkan manusia untuk berdoa.”
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa doa dan takdir tidak saling bertentangan. Keduanya memiliki peran dan posisi yang berbeda. Berdoa adalah bentuk ketaatan dan pengakuan akan ketergantungan manusia kepada Allah Swt. Dalam pandangan ini, doa bukanlah tanda ketidakridaan terhadap takdir, melainkan bagian dari ibadah yang sangat mulia.