Ikhbar.com: Umat Muslim di seluruh dunia tengah bergembira merayakan Idulfitri. Setelah sebulan penuh melaksanakan puasa di bulan Ramadan, kini mereka menyongsong masa yang biasa disebut hari kemenangan.
Hari raya selalu identik dengan kegembiraan, begitu juga dengan Lebaran. Lantas, bagaimana Al-Qur’an memandang sebuah perayaan?
Salah satu ayat yang membahas hakikat hari raya adalah pada QS. Al-A’la: 14-15. Allah Swt berfirman:
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰىۙ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهٖ فَصَلّٰىۗ
“Sungguh, beruntung orang yang menyucikan diri (dari kekafiran), dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat.”
Baca: [Indana] Makna Fitri Bukan Suci, Apalagi Kosong
Berhasil dan menyucikan
Syekh Abdul Malik bin Qasim dalam Tafsir al-Qur’an Juz ‘Amma menjelaskan, lafaz “aflaha” diambil dari kata “al-Falah,” yang berarti “al-fauzu bi al-mathlub,” yakni berhasil mencapai apa yang dikehendaki.
“Inilah hakikat dari orang yang benar-benar beruntung, yakni ketika seseorang telah berhasil menggapai apa yang dikehendaki,” jelas Syekh Abdul Malik.
Menurutnya, pencapaian tersebut dapat diraih dengan cara menyucikan diri. Hal itu seperti yang tercantum dalam ayat berikutnya, yakni “man tazakka.”
“Lafaz ‘tazakka‘ diadopsi dari kata ‘al-tazkiyyah,’ yakni ‘al-thahir’ yang berarti menyucikan atau membersihkan diri. Dari kata tersebut kemudian lahir istilah serupa, yaitu zakat. Sementara fungsi zakat adalah pembersihan dan penyucian,” katanya.
Penjelasan lebih lanjut diuraikan Syekh Mutawalli As-Sya’rawi dalam tafsirnya. Ia mengatakan bahwa fungsi tersebut terjadi pada setiap elemen zakat, yaitu muzaki (orang yang mengeluarkan zakat), mustahik (penerima zakat), dan harta yang dizakatkan itu sendiri.
Kandungan QS. Al-A’la ayat 14-15 tersebut selaras dengan apa yang dilakukan umat Muslim saat Idulfitri. Setelah mereka berpuasa di bulan Ramadan, kemudian mengeluarkan zakat, mereka menutupnya dengan salat Id.
Gambaran tersebut seperti yang tertuang dalam akhir ayat 15, yakni “wa zakarasma rabbihi fasalla.” Dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat.
Baca: Diundang Halalbihalal dan Jumpa Kawan Lama? Jalani Pesan Rasulullah Ini
Mengingat Allah
Syekh Abu Al-Muzaffar dalam Tafsir Al-Sam’ani menjelaskan, makna ‘mengingat’ dalam ayat tersebut dilakukan dengan cara takbir atau mengagungkan nama Allah.
“Selain takbir, dikumandangkan pula bacaan-bacaan yang menunjukkan ke-Esa-an Allah, yaitu dengan tahlil,” katanya.
Dengan demikian, kata dia, maksud dari zakara adalah mengingat-Nya dengan mengumandangkan takbir dan tahlil, sebagaimana pengumandangan takbir yang biasa didengar pada malam takbiran pada umumnya.
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, setelah dikumandangkannya takbiran hingga fajar tiba, maka “fasalla” (lalu ia salat).
“Maksudnya ialah salat Idulfitri. Hal itu sebagaimana dikatakan Al-Dahak dan Ibnu Abbas,” tegasnya.