Ikhbar.com: Kemenangan dan kekalahan adalah hal yang lumrah dalam sebuah kompetisi, termasuk dalam persaingan untuk menjadi seorang pemimpin dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Bagi pemenang, tanggung jawab untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya harus dijalankan. Sementara bagi yang kalah, ada baiknya untuk menerima dengan lapang dada.
Allah Swt menjamin kemenangan bagi umat Muslim yang berjuang di jalan-Nya. Hal itu seperti yang tercantum dalam QS. As-Shaff: 13. Allah Swt berfirman:
وَاُخْرٰى تُحِبُّوْنَهَاۗ نَصْرٌ مِّنَ اللّٰهِ وَفَتْحٌ قَرِيْبٌۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
“(Ada balasan) lain yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin.”
Baca: Zuhud Pemilu, Siap Menang Siap Kalah
Hak prerogatif Allah Swt
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim menjelaskan, kemenangan dalam ayat tersebut berbicara terkait konteks berperang membela agama Islam.
“Jika umat Muslim berperang di jalan Allah dan menolong agama-Nya, maka Allah akan menjamin untuk memberikan pertolongan dan kemenangan,” jelas Imam Ibnu Katsir.
Penjelasan tersebut, menurut Imam Ibnu Katsir, senada dengan QS. Muhammad: 7 dan QS. Al-Hajj: 40.
Meski demikian, kemenangan adalah hak prerogatif Allah Swt. Penjelasan itu tertuang dalam QS. Ali Imran: 126. Allah Swt berfirman:
وَمَا جَعَلَهُ اللّٰهُ اِلَّا بُشْرٰى لَكُمْ وَلِتَطْمَىِٕنَّ قُلُوْبُكُمْ بِهٖ ۗ وَمَا النَّصْرُ اِلَّا مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِۙ
“Allah tidak menjadikannya (pertolongan itu) kecuali hanya sebagai kabar gembira bagi (kemenangan)-mu dan agar hatimu tenang karenanya. Tidak ada kemenangan selain dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengatakan, penegasan Allah Swt terkait kemenangan hanya bersumber dari-Nya yang disebutkan berulang-ulang bertujuan untuk mengarahkan pikiran kaum Muslim agar tidak memandang jumlah pasukan dalam berjuang di Perang Badar.
“Hendaknya umat Muslim selalu mengarahkan pandangan dan harapan kepada Allah Swt. Ini menjadikan seseorang di samping berusaha sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya, antara lain mengadakan persiapan, juga menjadikannya tidak angkuh atau yakin meraih kemenangan, dan tidak pula menjadikannya putus asa dan lari dari medan juang jika merasa persiapannya belum mencukupi,” jelasnya.
Baca: Analogi Masuk Akal Ikhtiar dan Tawakal ala Buya Said Aqil
Usaha, doa, dan tawakal
Menurut Prof. Quraish, seorang Muslim harus memadukan antara usaha dan doa, memadukan antara yang rasional dan suprarasional, antara upaya manusiawi dan madad atau bantuan Ilahi.
Seperti yang telah disebutkan, seseorang yang mengalami kekalahan hendaknya untuk menerima dengan lapang dada. Imbauan itu seperti yang dijelaskan dalam QS. Ali Imran: 160. Allah Swt berfirman:
اِنْ يَّنْصُرْكُمُ اللّٰهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۚ وَاِنْ يَّخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَنْصُرُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِهٖ ۗ وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
“Jika Allah menolongmu, tidak ada yang (dapat) mengalahkanmu dan jika Dia membiarkanmu (tidak memberimu pertolongan), siapa yang (dapat) menolongmu setelah itu? Oleh karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.”
Menurut Tafsir Kementerian Agama (Kemenag), ayat tersebut mengajarkan umat Muslim untuk senantiasa bertawakal kepada Allah Swt jika mengalami kekalahan.
Hal itu berkaca pada kekalahan umat Muslim di perang Uhud akibat kurang patuh dan tidak disiplin terhadap komando Rasul.
“Oleh karena itu, setiap Mukmin hendaklah bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum Muslimin selain Allah Swt,” tulisnya.