Ikhbar.com: Pre-merriage talk alias pembicaraan mendalam tentang prospek rumah tangga tengah menjadi tren di kalangan generasi z. Bahkan, proses tersebut bisa berkembang menjadi kontrak pranikah melalui pengajuan sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh salah satu pihak sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Pemerhati hukum keluarga Islam, KH Ahmad Alamuddin Yasin menjelaskan, mengajukan persyaratan kepada calon pasangan sebelum menikah merupakan perkara yang sah-sah saja.
“Misalnya, mengajukan syarat batas jumlah anak atau pun kepemilikan tempat tinggal. Asalkan syarat tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak mengakibatkan kerugian bagi pihak yang lain,” kata Kang Alam, sapaan akrabnya, Senin, 1 Mei 2023.
Baca: Saat Dilamar, Fikih Membolehkan Perempuan Memilih, Bukan hanya Dipilih
Menurutnya, syarat-syarat tersebut juga mesti jelas, realistis, dan disepakati kedua belah pihak, serta mampu dipertanggungjawabkan secara ekonomi maupun sosial.
“Juga harus dilakukan sebelum pernikahan dan tidak boleh diubah tanpa persetujuan kedua belah pihak,” katanya.
Namun, jika syarat tersebut dikaitkan dengan perceraian, misalnya, dengan redaksi, ‘Jika jumlah yang diberikan/lahir tidak dua anak, maka jatuh talak saya kepadamu.”
“Maka, itu hukumnya jatuh talak apabila terjadi dua hal, pertama ketika tidak terealisasinya dua anak, dan jika hal itu diungkapan pasca-akad nikah,” kata Kang Alam.
Hal itu, sebagaimana dijelaskan Syekh Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu terkait pembahasan talak muallaq (digantungkan):
الطلاق المعلق هو ما رتب وقوعه على حصول أمر في المستقبل، بأداة من أدوات الشرط أي التعليق، مثل إن، وإذا، ومتى، ولو ونحوها، كأن يقول الرجل لزوجته: إن دخلت دار فلان فأنت طالق، أو إذا سافرت إلى بلدك فأنت طالق، أو إن خرجت من المنزل بغير إذني فأنتي طالق، أو متى كلمت فلاناً فأنت طالق.
“Talak mu‘allaq adalah talak yang ditetapkan jatuhnya pada kejadian suatu perkara di masa mendatang. Biasanya ditandai dengan kata-kata syarat sebagai taklik, seperti jika, bilamana, kapan pun, dan sejenisnya. Contohnya ungkapan seorang suami kepada istrinya, ‘Jika kamu masuk ke rumah si fulan, maka kamu [telah] tertalak.’ Atau, ‘Jika kamu pergi ke negaramu, maka engkau tertalak.’ Atau, ‘Jika kamu keluar dari rumah tanpa seizinku, maka kamu tertalak.’ Atau, ‘Kapan pun kamu berbicara dengan si fulan, maka kamu tertalak.”
Berbeda jika ungkapan tersebut dilontarkan sebelum akad nikah. Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Buntet Cirebon itu menegaskan hal itu tidak sampai merusak status pernikahan.
“Maka talak tersebut tidak jatuh,” pungkasnya.