Ikhbar.com: Frasa frugal living menjadi kata kunci yang cukup populer di media sosial belakangan hari. Istilah ini menyasar pada prilaku hidup hemat, manajemen keuangan yang cukup ketat, dan tantangan untuk mendapatkan sesuatu hal yang diimpikan meski dengan hitungan penghasilan yang dianggap tidak masuk akal.
Perbincangan frugal living kian viral seiring menjamurnya konten yang menyajikan tips sukses bagi orang-orang yang terbilang berpendapatan rendah. Di antara mereka banyak yang menunjukkan kiat menabung untuk membeli rumah, memiliki mobil tanpa kredit, rutin berwisata, dan sejenisnya meski cuma berpenghasilan Rp3 juta rupiah per bulannya.
“Bismillah next umroh dan haji, bisa jalan-jalan ke luar negeri, hemat ala aku,” tulis keterangan video dari akun @si.ibunn, dengan judul “Berawal gaji 3,5 juta, kalo ga nerapin frugal living mungkin ga akan ngerasain,” dikutip Sabtu, 29 Juli 2023.
Lantas, apa sih makna frugal living sebenarnya? Dan bagaimana menurut Islam?
Baca: 122 WNI Jual Ginjal ke Kamboja, Ini Hukum Transaksi Organ Tubuh dalam Islam
Arti frugal living
Mengutip kamus Collins Dictionary, kata “frugal” memiliki hemat. Dalam bahasa Indonesia, istilah itu digunakan untuk menunjukkan orang yang mampu melakukan manajemen keuangan dengan baik, irit, tidak banyak makan, atau tidak gampang menghabiskan uang sekalipun untuk dirinya sendiri.
Sementara “living” berarti hidup. Dalam kasus ini, kata tersebut merujuk pada suatu tindakan mencari nafkah, bekerja, dan mendapatkan uang yang dibutuhkan. Singkat kata, frugal living adalah konsep hidup serbahemat yang dijalankan seseorang demi mencapai atau memiliki apa-apa yang telah diimpikannya.
Penulis asal Amerika Serikat (AS), Deborah Taylor-Hough dalam Frugal Living for Dummies (2003) menjelaskan, gaya hidup serbahemat merupakan sebuah pilihan yang sah diterapkan setiap orang.
“Ini berbeda dengan kemiskinan atau pelit. Orang yang menerapkan frugal living menjalankan gaya hidupnya sepenuh hati. Mereka menggunakan uang secara efektif dan ekonomis. Dengan ini, mereka tidak akan terjebak utang,” tulisnya.
Di sisi lain, gaya hidup tersebut juga tidak lantas membuat mereka yang menjalaninya terhalang untuk menikmati hidup atau kemewahan. Namun, mereka lebih memanfaatkan kesempatan yang ada agar tidak mengeluarkan terlalu banyak uang.
Pandangan Islam
Anjuran hidup berhemat dan tidak berlebihan bukan merupakan barang baru dalam ajaran Islam. Islam melarang umatnya berperilaku boros. Allah Swt berfirman:
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
“Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra: 27).
Boros yang disebabkan hidup berlebih-lebihan juga menjadi sorotan serius dalam ajaran Islam. Dalam QS. Al-Maidah: 77, Allah Swt berfirman:
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَاَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاۤءِ السَّبِيْلِ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai Ahlulkitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam (urusan) agamamu tanpa hak. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu kaum yang benar-benar tersesat sebelum kamu dan telah menyesatkan banyak (manusia) serta mereka sendiri pun tersesat dari jalan yang lurus.”
Lafaz “taghlu” pada ayat tersebut berakar pada kata “ghuluw” dengan makna berlebih-lebihan. Di dalam Islam, kata tersebut merujuk pada sikap dan perbuatan yang melampaui batas syariat, baik berupa keyakinan maupun perbuatan. Menjauhi sikap ghuluw berlaku untuk segala sendi kehidupan. Islam mengajarkan konsep keseimbangan dalam memenuhi berbagai kecenderungan yang ada pada diri manusia.
Rasulullah Muhammad Saw mengajarkan umat Islam agar berhemat dalam mengelola harta. Dalam Amwalu An-Nabiy Shallallahu Alaihi wa Sallama; Kasban wa Infaaqan wa Tairitsan, Syekh Abdul Fattah As-Samman menyebutkan bahwa Rasulullah Muhammad Saw pernah bersabda, “Tidak akan miskin (menderita) orang yang berhemat.”
Menurutnya, hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dan At-Thabrani itu bermakna orang yang berinfak secara moderat (tengah-tengah) antara boros dengan terlalu berhemat tidak akan membebani dirinya sendiri.
Sebaliknya, Allah Swt memuji orang-orang yang senantiasa mengingat-Nya dengan mengatakan bahwa dalam urusan dunia mereka adalah orang yang tidak berlebihan.
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
“Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya.”(QS. Al-Furqan: 67).
Salah satu cara agar terhindar dari sikap berlebih-lebihan itu adalah dengan qana’ah atau menerima apapun setiap kondisi yang dihadapinya. Allah Swt berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155).
Selain itu, dalam ayat lainnya, Allah Swt juga berfirman:
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauhulmahfuz).” (QS. Hud: 6).
Anjuran berhemat dan tidak berlebihan itu juga termasuk dalam hal memberikan sedekah dan beramal. Sikap terlalu bermurah hati secara berlebihan baik dari segi jumlah maupun frekuensinya tanpa mempertimbangkan dampak buruk ke dalam maupun keluar merupakan hal yang dilarang.
Begitu pun, Allah Swt juga melarang umatnya terlalu pelit atau kikir.
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا
“Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.” (QS. Al-Isra: 29).