Ikhbar.com: Belakangan ini viral berita vokalis Yovie and Nuno, Dikta Pradikta Wicaksono mengalami pelecehan seksual oleh salah satu fansnya.
Pelecehan yang dialami oleh Dikta itu usai dirinya melangsungkan konser di Jakarta. Video dirinya yang dilecehkan itu mulai viral di TikTok hingga Twitter pada Minggu, 15 Januari 2023.
Dalam cuplikan video pelecehan yang dialaminya itu, kedua testisnya dipegang oleh salah satu fans perempuan. Ia pun nampak kesakitan usai mendapat perlakuan tersebut.
Peristiwa yang dialami oleh Dikta itu seolah menegaskan bahwasanya pelecehan seksual juga dapat menimpa seorang laki-laki.
Karena itu, Psikolog sekaligus Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istania DF Iskandar menegaskan bahwa pelecehan seksual juga bisa terjadi pada laki-laki, terutama laki-laki dewasa.
Namun, dia menambahkan bahwa laki-laki kerap lebih merasa kesulitan untuk mengakui dirinya merupakan korban pelecehan seksual karena masih adanya stereotipe di masyarakat yang menganggap laki-laki selalu menjadi pelaku.
Ia juga mengingatkan, seorang laki-laki jika menjadi korban pelecehan seksual memiliki hak yang sama untuk melapor.
Lantas bagaimana kaca mata fikih melihat pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang perempuan terhadap laki-laki?
Dalam fikih, pelecehan seksul tak memilih siapa korbannya. Artinya, tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan maupun laki-laki hukumnya haram.
Pendapat tersebut sesuai dengan Fikih Al-Manhaj yang menyebutkan;
ويحرم نظر رجل بالغ عاقل مختار ـ ولو شيخاً، أو عاجزاً، وكذلك المراهق وهو مَن قارب البلوغ ـ إلى أيّ جزء من جسم المرأة أجنبية كبيرة…وكذلك يحرم على المرأة أن تنظر إلى الرجل لغير حاجة. قال تعالى: قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ {30} وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ {31}.
“Seorang laki-laki yang mukallaf dan tidak dipaksa, diharamkan untuk melihat anggota tubuh wanita yang bukan mahram dan telah tumbuh besar. Sebegitu pula diharamkan bagi perempuan untuk melihat seorang laki-laki, dengan tanpa adanya kebutuhan. Karena Allah telah berfirman dalam Alquran surat an-nur ayat 30 dan 31 yang artinya;
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang mereka perbuat (30), Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, (31)”. (Fikih Al-Manhaji, Juz 4 Halaman 48).
Mufasir sekelas Ibn Jarir At-Thabari menafsirkan ayat di atas menegaskan bahwa, seseorang tidak diperbolehkan memperlihatkan anggota tubuh kepada orang lain yang tidak halal kepadanya.
يقول تعالى ذكره لنبيه محمد ﷺ: (قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ) بالله وبك يا محمد (يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ) يقول: يكفوا من نظرهم إلى ما يشتهون النظر إليه، مما قد نهاهم الله عن النظر إليه ( وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ) أن يراها من لا يحلّ له رؤيتها، بلبس ما يسترها عن أبصارهم (ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ)
“Allah SWT mengingatkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW: (Katakan kepada kaum mukmin), Demi Allah dan Demi Kamu, wahai Muhammad agar (menahan matanya), yakni menahan diri dari memandang sesuatu yang mengundang selera mata namun dilarang oleh Allah SWT dari memandangnya,
(dan menjaga farjinya) dari diperlihatkan kepada orang yang tidak halal baginya melihat, menutup anggota tubuh dari pandangan mereka. (Demikian itu merupakan yang paling bersih buat mereka).” (Ibnu Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan li Ayi al-Qur’an, Tafsir surat al-Nur ayat 30).
Dalam penjelasan Ibnu Jarir At-Thabari tersebut, jelas bahwasannya seorang laki-laki pun dituntut untuk menutup auratnya untuk tidak diperlihatkan kepada seseorang yang memang tidak boleh untuk melihatnya.
Dalam penjelasan menggunakan kata ‘Melihat’ tersebut, dapat dianalogikan bahwa, melihat saja tidak boleh, apa lagi menyentuh.
Imam Al-Nawawi dalam keterangan Raudhat al-Thalibin menjelaskan, meskipun seorang wanita itu boleh melihat yang bukan auratnya laki-laki, namun tetap diharamkan untuk memegangnya.
حَيْثُ حَرُمَ النَّظَرُ، حَرُمَ الْمَسُّ بِطَرِيقِ الْأَوْلَى، لِأَنَّهُ أَبْلَغُ لَذَّةً
“Ketika haramnya melihat (aurat perempuan), maka keharaman menyentuhnya lebih utama, karena menyentuh lebih menyenangkan,”.