Ikhbar.com: Al-Qur’an memuat banyak spirit kemerdekaan. Di dalamnya terdapat aneka pesan yang mengajarkan agar manusia terbebas dari segala bentuk keterjajahan.
Keberhasilan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan pada 78 tahun silam merupakan anugerah Allah Swt yang patut disyukuri tiada henti. Salah satu caranya adalah dengan merenungi kembali agar makna kemerdekaan itu sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
Merdeka dari kegelapan
Salah satu ayat yang berbicara soal kemerdekaan adalah QS. Ibrahim: 1. Ayat ini mendorong manusia untuk keluar dari kegelapan. Allah Swt berfirman:
الۤرٰ ۗ كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ ەۙ بِاِذْنِ رَبِّهِمْ اِلٰى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِۙ
“Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan pada cahaya (terang-benderang) dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. KH M. Quraish Shihab menegaskan, ayat tersebut mengandung anjuran untuk mengeluarkan manusia dari segala bentuk dan jenis zulumat (kegelapan).
Baca: [Indana] Nikmat Kemerdekaan
“Oleh karenanya, kata ini berbentuk jamak. Sementara kata nur (cahaya) berbentuk tunggal. Artinya, segala macam keterjajahan secara lahir dan batin dapat dihilangkan melalui pengamalan atas nilai-nilai Al-Qur’an. Kemudian manusia akan berada dalam satu cahaya kemerdekaan,” tulis Prof. Quraish dalam Tafsir Al-Misbah.
Sementara itu, Syekh Mutawalli As-Sya’rawi dalam Tafsir As-Sya’rawi menjelaskan, penggunaan kata manusia secara umum dalam ayat tersebut menegaskan bahwa risalah Nabi Muhammad berlaku untuk seluruh manusia, tanpa terkecuali.
“Risalah tersebut mengeluarkan manusia dari segala bentuk kecenderungan hawa nafsu mereka menuju satu jalan yang lurus dan luas,” jelasnya.
Merdeka dari hawa nafsu
Manusia kerap kali lepas dari kontrol diri dan kalah dari hawa nafsu. Oleh karena itu, manusia pun dianjurkan agar memiliki kuasa dalam mendalikan amarah, hasrat, dan sejenisnya. Dalam QS. Al-Furqan: 43, Allah Swt berfirman:
اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُۗ اَفَاَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا ۙ
“Sudahkah engkau (Nabi Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?”
Imam Fakhruddin Al-Razi dalam Tafsir Al-Kabir menjelaskan, makna hawa nafsu pada ayat tersebut adalah segala perkara yang membuatnya mengabaikan tanggung jawab penghambaan kepada Allah Swt.
“Dengan demikian, hawa nafsu telah menjajahnya dan membuatnya tunduk. Sehingga, orang semacam ini tidak memiliki kendali atas dirinya,” jelasnya.
Baca: Maslahat Merawat Pakaian Adat
Memerdekakan orang lain
Selain memerdekakan diri sendiri dari keterjajahan, Islam juga menuntut umatnya agar memiliki kepedulian untuk melepaskan orang lain dari penderitaan. Dalam QS. Al-Balad: 13-14, Allah Swt berfirman:
فَكُّ رَقَبَةٍۙ اَوْ اِطْعَامٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍۙ
“(Itulah upaya) melepaskan perbudakan, atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan.”
Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah Swt akan membebaskan seseorang dari sentuhan api neraka setelah rela memberikan pertolongan kepada saudaranya. Hal itu, kata Imam Ibnu Katsir, sejalan dengan sabda Rasulullah Muhammad Saw:
“Barang siapa memerdekakan budak wanita yang beriman, maka Allah akan membebaskan untuk setiap anggota tubuhnya – satu anggota tubuh orang yang membebaskan – dari api Neraka sehingga dia dapat membebaskan tangannya dengan tangan (budak dari perbudakan), kaki dengan kaki, dan kemaluan dengan kemaluan.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i).