Perang Iran-Israel Guncang Nilai Tukar Rupiah, Kata Pakar

Ilustrasi nilai tukar rupiah. Foto: Shutterstock

Ikhbar.com: Konflik antara Iran dan Israel berdampak langsung pada pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Analis dari Doo Financial Futures, Lukman Leong memprediksi bahwa konflik dua negara di Timur Tengah tersebut mendorong pelemahan rupiah akibat meningkatnya sikap kehati-hatian pelaku pasar global.

“Gejolak Iran-Israel mendorong sentimen risk-off di pasar keuangan, yang membuat investor menghindari aset berisiko termasuk mata uang pasar berkembang seperti rupiah,” ujar Lukman dikutip dari Antara pada Senin, 16 Juni 2025.

Pelemahan rupiah ini terjadi bersamaan dengan eskalasi militer di kawasan. Pada Jumat, 13, Juni 2025, Israel melancarkan operasi militer besar bertajuk Operation Rising Lion, yang menargetkan fasilitas militer dan program nuklir milik Iran. Serangan dilancarkan secara bertahap ke berbagai titik strategis, termasuk ibu kota Tehran.

Serangan udara tersebut menewaskan sejumlah tokoh penting militer Iran, termasuk Jenderal Mohammad Bagheri selaku Kepala Staf Umum Militer, beberapa komandan Garda Revolusi, serta sejumlah ilmuwan yang terlibat dalam program nuklir Iran.

Baca: Bukan Nuklir, Israel Punya Motif Lain Serang Iran, Kata Analis

Sebagai balasan, Iran mengaktifkan serangan militer balasan yang dinamakan Operation True Promise 3, dengan menghantam fasilitas militer Israel.

Korban jiwa pun tak terhindarkan. Menurut Kementerian Kesehatan Iran, sebanyak 128 orang meninggal dunia dan lebih dari 900 lainnya terluka akibat serangan Israel. Sementara itu, pemerintah Israel melaporkan 13 orang tewas dan lebih dari 370 warga mengalami luka-luka akibat serangan balasan dari Iran.

Di tengah gejolak geopolitik itu, rupiah dibuka melemah pada awal perdagangan Senin di Jakarta. Nilai tukar rupiah terkoreksi 4 poin atau 0,02% menjadi Rp16.308 per dolar AS, turun dari posisi penutupan sebelumnya di Rp16.304 per dolar AS.

Lukman menambahkan, meski tidak ada rilis data ekonomi penting hari ini, kondisi dalam negeri juga belum sepenuhnya mendukung penguatan rupiah.

“Data domestik yang dirilis pekan lalu, seperti indeks keyakinan konsumen dan penjualan ritel yang di bawah ekspektasi, masih menjadi beban tambahan bagi rupiah,” katanya.

Dengan kombinasi tekanan global dan sinyal ekonomi dalam negeri yang kurang kuat, pergerakan rupiah masih rentan terhadap dinamika pasar internasional.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.